Anak-Anak Allah

Jumat, 25 Juni 2021

Anak-Anak Allah

Baca: Efesus 4:32-5:10

4:32 Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.

5:1 Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih

5:2 dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah.

5:3 Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus.

5:4 Demikian juga perkataan yang kotor, yang kosong atau yang sembrono–karena hal-hal ini tidak pantas–tetapi sebaliknya ucapkanlah syukur.

5:5 Karena ingatlah ini baik-baik: tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah.

5:6 Janganlah kamu disesatkan orang dengan kata-kata yang hampa, karena hal-hal yang demikian mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka.

5:7 Sebab itu janganlah kamu berkawan dengan mereka.

5:8 Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang,

5:9 karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran,

5:10 dan ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan.

Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam kasih. —Efesus 5:1-2

Anak-Anak Allah

Saya pernah melayani sebagai pembicara dalam sebuah seminar sekuler bagi pasutri yang tidak memiliki anak. Banyak dari peserta seminar itu merasa sedih akan keadaan mereka dan pesimis membayangkan masa depan mereka. Karena saya sendiri juga tidak mempunyai anak, saya mencoba menyemangati mereka. “Kamu bisa tetap memiliki identitas yang berarti meski tidak menjadi orangtua,” kata saya. “Saya percaya diciptakan secara dahsyat dan ajaib, serta dapat menemukan tujuan baru bagi hidup ini.”

Setelah itu seorang wanita menghampiri saya sambil menangis. “Terima kasih,” katanya. “Saya pernah merasa hidup saya tidak berharga karena tidak memiliki anak, tetapi mendengar bahwa saya diciptakan secara dahsyat dan ajaib sungguh menjawab kegalauan saya.” Saya bertanya kepada wanita itu apakah ia percaya kepada Yesus. “Saya sudah bertahun-tahun meninggalkan Tuhan,” katanya. “Namun, saya perlu menjalin lagi hubungan dengan-Nya.”

Pengalaman seperti itu mengingatkan saya betapa dahsyatnya pesan Injil. Bagi sebagian orang, sulit sekali memperoleh identitas sebagai “ibu” dan “ayah”. Sebagian yang lain mendapat identitas dari karier yang mereka bangun, dan identitas itu bisa runtuh ketika mereka diberhentikan dari pekerjaannya. Namun, di dalam Yesus kita menjadi “anak-anak [Allah] yang kekasih”—sebuah identitas yang tidak akan pernah bisa direnggut dari kita (Ef. 5:1). Kita pun dapat “[hidup] di dalam kasih”—sebuah tujuan hidup yang melampaui peran atau status apa pun (ay.2).

Semua manusia diciptakan secara “dahsyat dan ajaib” (Mzm. 139:14), dan mereka yang percaya kepada Yesus dijadikan anak-anak Allah (Yoh. 1:12-13). Wanita yang sempat berputus asa tadi pulang dengan membawa pengharapan, karena ia menemukan identitas dan tujuan hidup yang lebih mulia daripada yang dapat diberikan oleh dunia ini.—Sheridan Voysey

WAWASAN
Sebagai orang percaya, penting untuk memahami bahwa kita adalah anak-anak Allah yang hidup. Dalam Efesus 5, Paulus memberi petunjuk bagaimana kita harus hidup dalam pemahaman tersebut: “Seperti anak-anak yang kekasih . . . hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi [kita]” (ay.1-2). Lalu Paulus menguraikan, kasih itu akan mendorong kita menjauhi beberapa hal, seperti percabulan, kecemaran, keserakahan, dan perkataan kotor (ay.3-4). Sang rasul mendesak kita, dengan kuasa Roh Kudus, untuk mengganti perilaku berdosa itu dengan gaya hidup yang penuh ucapan syukur. Paulus menutup pemikirannya dengan nasihat ini: “Hiduplah sebagai anak-anak terang, . . . dan ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan” (ay.8-10). Perintah itu sejalan dengan tema utama surat-surat Paulus, yakni perubahan hidup: “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2 Korintus 5:17). —Tim Gustafson

Adakah seseorang yang perlu mendengar darimu bahwa ia diciptakan secara “dahsyat dan ajaib”? Siapa yang perlu menerima undanganmu untuk percaya dan menjadi anak Allah?

Ya Bapa, hanya Engkau yang dapat memberikan hidup yang seutuhnya. Kini kubuka tanganku untuk menerima pemberian-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 3-4; Kisah Para Rasul 7:44-60

Bagikan Konten Ini
60 replies
« Older Comments
« Older Comments

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *