Bukan dengan Amarah, Ini Seharusnya Cara Kita Menghadapi Komentar Jahat di Media Sosial

Oleh Vika Vernanda

Hampir setiap platform media sosial mempunyai kolom komentar. Baik yang fungsinya untuk mengirim pesan, menuliskan cerita, atau mengunggah gambar, kolom komentar memberi kesempatan bagi pengguna media sosial untuk beropini terhadap suatu unggahan.

Aku mengamati komentar-komentar di media sosial. Pada unggahan seseorang terkait momen bahagia, banyak yang berkomentar “selamat ya”, pada unggahan sharing Firman Tuhan, banyak yang berkomentar “terima kasih atas sharingnya”, “sangat memberkati”, “God bless you”. Tidak jarang juga ada yang membuat komentar berisi promosi di setiap unggahan yang viral.

Nah, selain ketiga jenis komentar itu, ada satu lagi yang cukup menarik perhatianku, yaitu hate comment.

Berbeda dari komentar pada umumnya yang bernada positif, hate comment bertujuan menjatuhkan seseorang. Si pengunggah hate comment ingin agar penerima komentar maupun orang-orang yang membacanya jadi tersulut marah atau sedih.

Aku sering merasa kesal dan marah ketika melihat hate comment, baik pada unggahanku sendiri atau orang lain. Dalam hati aku mengumpat, “kok bodoh banget sih”. Mereka yang melontarkan komentar-komentar itu seolah tidak berpikir dengan benar sehingga dengan sadarnya menulis komentar-komentar jahat. Langkah berikutnya yang kulakukan adalah melakukan blokir pada akun sosial medianya, atau yang menurutku paling ekstrim adalah mengkonfrontasi langsung lewat DM. Intinya, aku marah, dan tidak ingin berinteraksi lagi dengan akun sosial media tersebut.

Namun hal tersebut bertentangan dengan apa yang kupelajari dari kisah Yunus.

Yunus adalah seorang nabi yang melarikan diri dari perintah Allah untuk memberitakan firman Tuhan ke Niniwe. Yunus lalu ditelan dalam perut ikan, setelah tiga hari dikeluarkan, dan melakukan perintah Allah. Masyarakat Niniwe menyadari kesalahannya dan mulai bertobat, namun Yunus malah marah.

Kitab Yunus pasal 4 menuliskan kemarahan Yunus; bahkan Yunus meminta Allah mencabut nyawanya (4:3). Pada kondisi Yunus yang seperti itu,

Tuhan menumbuhkan sebatang pohon jarak melampaui kepala Yunus untuk menaunginya, agar ia terhibur. Yunus sangat bersukacita karenanya. Tetapi keesokan pagi ketika fajar menyingsing, Tuhan membuat seekor ulat menggerek pohon jarak itu sehingga layu. Sesudah matahari terbit, Allah membuat angin timur yang panas terik bertiup, sehingga menyakiti kepala Yunus, lalu ia rebah dan berharap supaya mati.
(Yunus 4 : 6-8 diparafrasekan)

Tuhan menjawab dengan

Lalu Allah berfirman: “Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikitpun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula. Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?
(Yunus 4 : 10 – 11)

Pada bagian firman itu, Allah bicara tentang orang Niniwe yang kafir dan kejam itu sebagai “manusia yang tak tahu membedakan tangan kanan dan kiri”.

Timothy Keller dalam bukunya The Prodigal Prophet menuliskan bahwa ini merupakan cara melihat Niniwe yang sangat murah hati! Pernyataan Allah itu merupakan bahasa kiasan yang berarti mereka [orang-orang Niniwe] buta secara rohani, telah tersesat, dan tidak tahu sumber masalah mereka atau apa yang harus diperbuat.

Dalam kondisi ini, bukannya menghukum mereka, Allah menunjukkan simpati dan sikap memahami yang luar biasa.

Media menjadi tempat banyak orang berekspresi secara bebas. Di antara “setiap orang” ini, terdapat juga orang-orang yang tersesat, tidak memiliki tuntunan untuk membedakan benar dan salah. Dalam benak “setiap orang” ini mungkin memang tidak terpikirkan dampak dari hate comment yang mereka sampaikan.

Pada kisah Yunus, Allah menunjukkan sikap simpati dan sikap memahami terhadap orang Niniwe. Bukannya marah karena hujatan mereka kepada-Nya, Ia malah menegur dengan belas kasih yang besar. Allah juga menunjukkan sikap yang sama pada Yunus; bukannya pergi atau memblokir relasinya dengan Yunus atau orang Niniwe, Ia malah hadir merengkuh mereka.

Aku tahu, hate comment seringkali memicu amarah dan bahkan menyakiti. Meski sulit, tapi mari kita belajar merengkuh mereka. Belajar seperti Allah dalam kisah ini, menyadari bahwa mereka tersesat dan tidak memiliki tuntunan.

Mari ambil waktu untuk berdoa. Berdoa meminta Allah menolong kita untuk mengampuni perbuatan mereka, serta juga secara pribadi mendoakan mereka agar mereka menyadari perbuatan tidak terpuji yang mereka lakukan dan bersedia untuk berubah.

Sulit memang. Tapi, yuk berjuang meneladani kasih Allah kepada orang yang sulit kita kasihi.

Baca Juga:

Ketika Perbuatan Baik Malah Disalahartikan

Tindakanku untuk berbuat baik hampir saja mengandaskan persahabatan kami. Kupikir aku sedang menolong temanku, tapi dia malah melihat hal sebaliknya.

Bagikan Konten Ini
3 replies
  1. Tety Vera hayati br.ginting
    Tety Vera hayati br.ginting says:

    amin🙏.
    tetap bersyukur masih di ingat kan Tuhan dari artikel ini menjadi kan aku berkat yang baik lagi buat Tuhan ,artikel ini menegur dan mengajar kan aku untuk tidak berkomentar amarah,atau asal-asal tapi Tuhan mau diriku jadi berkat dari komentar komentar ku biar nyata berkat dari Tuhan 🙏

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *