Berjalan, Bukan Berlari

Kamis, 20 Mei 2021

Berjalan, Bukan Berlari

Baca: Mikha 6:6-8

6:6 “Dengan apakah aku akan pergi menghadap TUHAN dan tunduk menyembah kepada Allah yang di tempat tinggi? Akan pergikah aku menghadap Dia dengan korban bakaran, dengan anak lembu berumur setahun?

6:7 Berkenankah TUHAN kepada ribuan domba jantan, kepada puluhan ribu curahan minyak? Akan kupersembahkankah anak sulungku karena pelanggaranku dan buah kandunganku karena dosaku sendiri?”

6:8 “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?”

 

Hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu. —Mikha 6:8

Berjalan, Bukan Berlari

Saya memperhatikan ada seorang wanita di wilayah kami yang setiap hari sudah aktif sebelum fajar menyingsing. Ia adalah seorang pejalan cepat (power walker). Setiap kali saya mengantar anak-anak ke sekolah, ia selalu sudah ada di bahu jalan. Dengan mengenakan headphones berukuran besar dan kaos kaki selutut berwarna-warni, ia berjalan dengan lengan dan kaki terayun bergantian, dengan salah satu kaki selalu menapak tanah. Olahraga ini berbeda dengan lari atau jogging. Jalan cepat jenis ini melibatkan teknik-teknik yang sengaja dibatasi untuk mengekang keinginan alamiah tubuh untuk berlari. Meski kesannya tidak demikian, sebenarnya jalan cepat juga membutuhkan energi, fokus, dan kekuatan sebanyak yang diperlukan untuk berlari atau jogging. Hanya dalam jalan cepat, semua itu terkendali.

Kekuatan yang terkendali—itulah intinya. Kerendahan hati yang disebutkan dalam Kitab Suci sering dilihat sebagai kelemahan. Sesungguhnya tidaklah demikian. Kerendahan hati tidak mengurangi kekuatan atau kemampuan kita, tetapi mengizinkannya dikendalikan, sama seperti mengizinkan lengan, kaki, dan telapak kaki dikendalikan oleh pikiran seorang pejalan cepat.

Perkataan Nabi Mikha tentang “hidup dengan rendah hati” merupakan panggilan bagi kita untuk mengendalikan diri terhadap kecenderungan kita mendahului Allah. Sang nabi menasihati kita untuk “berlaku adil [dan] mencintai kesetiaan” (6:8), dan sikap tersebut bisa saja mendesak kita untuk berbuat sesuatu dengan cepat. Ini wajar karena setiap hari ketidakadilan di dunia ini semakin menjadi-jadi. Akan tetapi, kita harus mau dikendalikan dan diarahkan oleh Allah. Tujuan kita adalah melihat kehendak dan maksud Allah tergenapi dengan kedatangan Kerajaan-Nya di muka bumi ini.—John Blase

WAWASAN
Kitab Mikha terbagi menjadi tiga pesan nubuat. Pasal 6 adalah bagian nubuat ketiga (6:1-7:20) yang diberikan kepada bangsa Israel melalui Nabi Mikha. Bagian itu dimulai dengan adegan ruang sidang (6:1), ketika Allah memanggil gunung-gunung dan bukit-bukit sebagai saksi-Nya melawan umat Israel (ay.2). Dalam ayat 3-5, Allah menggambarkan kesetiaan-Nya kepada umat Israel, untuk menunjukkan tidak ada alasan bagi pemberontakan mereka terhadap-Nya. Pertanyaan yang diajukan Mikha dalam ayat 6-8 menunjukkan bagaimana umat Israel telah memberikan korban bakaran yang diharuskan atas mereka, tetapi dengan sikap hati yang salah. Ayat 8 menjelaskan bagaimana Allah ingin mereka memperlakukan sesama: dengan berlaku adil (dalam hal penghakiman dan hukum Taurat), mencintai kesetiaan (terus menunjukkan kebaikan), dan hidup dengan rendah hati (dengan sikap waspada), sambil mengingat bahwa Allah ada di atas dan di hadapan kita. —Julie Schwab

Dalam keadaan apa kamu pernah “mendahului” Allah? Bagaimana biasanya kamu memandang kerendahan hati, sebagai kekuatan atau kelemahan? Mengapa demikian?

Ya Allah, hidup dengan rendah hati di hadapan-Mu tidak selalu mudah. Latihlah diriku, supaya langkah-langkahku seirama dengan Engkau dan kehendak-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 10-12; Yohanes 6:45-71

Bagikan Konten Ini
65 replies
« Older Comments
  1. Suset Akobiarek
    Suset Akobiarek says:

    mampukan aku Tuhan sebab aku tak mampu berjalan sendiri🙏🙏

  2. Suset Akobiarek
    Suset Akobiarek says:

    mampukan aku Tuhan sebab aku tak mampu berjalan sendiri🙏🙏

  3. Acel Sihombing
    Acel Sihombing says:

    antara egois hati yang ingin selalu merendah akan bergulat dengan akal yang selalu membuktikan kekuatan diri yang nyatanya adalah kelemahan kita yang sesungguh nya, satu satu nya alasan kita tetap berdiri dalam tuhan adalah tiada yang kekal selain kasih dan karunia nya✨ thnks god,i blve u

« Older Comments

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *