Lebih Baik Bersama Allah

Sabtu, 24 April 2021

Lebih Baik Bersama Allah

Baca: Daniel 1:11-16; 2:19-20

1:11 Kemudian berkatalah Daniel kepada penjenang yang telah diangkat oleh pemimpin pegawai istana untuk mengawasi Daniel, Hananya, Misael dan Azarya:

1:12 “Adakanlah percobaan dengan hamba-hambamu ini selama sepuluh hari dan biarlah kami diberikan sayur untuk dimakan dan air untuk diminum;

1:13 sesudah itu bandingkanlah perawakan kami dengan perawakan orang-orang muda yang makan dari santapan raja, kemudian perlakukanlah hamba-hambamu ini sesuai dengan pendapatmu.”

1:14 Didengarkannyalah permintaan mereka itu, lalu diadakanlah percobaan dengan mereka selama sepuluh hari.

1:15 Setelah lewat sepuluh hari, ternyata perawakan mereka lebih baik dan mereka kelihatan lebih gemuk dari pada semua orang muda yang telah makan dari santapan raja.

1:16 Kemudian penjenang itu selalu mengambil makanan mereka dan anggur yang harus mereka minum, lalu memberikan sayur kepada mereka.

2:19 Maka rahasia itu disingkapkan kepada Daniel dalam suatu penglihatan malam. Lalu Daniel memuji Allah semesta langit.

2:20 Berkatalah Daniel: “Terpujilah nama Allah dari selama-lamanya sampai selama-lamanya, sebab dari pada Dialah hikmat dan kekuatan!

Dari pada Dialah hikmat dan kekuatan. —Daniel 2:20 BIS

Lebih Baik Bersama Allah

Dalam tim bola voli kampusnya, cucu perempuan saya belajar sebuah prinsip untuk meraih kemenangan. Ketika bola datang ke arahnya, bagaimanapun keadaannya, ia harus “lebih baik daripada bolanya.” Ia dapat mengatur jalannya permainan yang akan menguntungkan rekan-rekan satu timnya—tanpa harus marah-marah, menyalahkan orang lain, atau mencari-cari alasan. Usahakan selalu membuat situasi menjadi lebih baik.

Itulah yang menjadi respons Daniel ketika ia dan tiga sahabat sebangsanya dibawa ke pengasingan oleh Nebukadnezar, raja Babel. Meskipun mereka diberi nama penyembah berhala dan diwajibkan untuk menjalani “pelatihan” selama tiga tahun di istana musuh, Daniel tidak marah. Sebaliknya, ia meminta izin untuk tidak mencemari dirinya di hadapan Allah dengan menyantap makanan dan minuman raja. Seperti yang ditunjukkan oleh kisah Alkitab yang menarik ini, setelah tidak menyantap apa pun selain sayuran dan air selama sepuluh hari (Dan. 1:12), Daniel dan sahabat-sahabatnya terlihat “lebih baik dan . . . lebih gemuk dari pada semua orang muda yang telah makan dari santapan raja” (ay.15).

Lain waktu, Nebukadnezar mengancam akan melenyapkan Daniel dan semua orang bijaksana di Babel jika mereka tidak bisa memberitahukan dan menafsirkan mimpi raja. Lagi-lagi, Daniel tidak panik, melainkan “memohon kasih sayang kepada Allah semesta langit” dan misteri itu pun diungkapkan kepadanya dalam sebuah penglihatan (2:18-19). Daniel pun menyatakan tentang Allah, “Dari pada Dialah hikmat dan kekuatan!” (ay.20). Selama dalam pengasingan dan menghadapi sejumlah konflik, Daniel tetap mencari kehendak Allah yang terbaik. Dalam kesulitan kita sendiri, kiranya kita mengikuti teladan Daniel yang membuat situasi menjadi lebih baik dengan menyerahkannya kepada Allah.—PATRICIA RAYBON

WAWASAN
Siapakah Daniel dan teman-temannya, Hananya, Misael, dan Azarya? (Daniel 1:6). Mereka adalah “orang Israel, yang berasal dari keturunan raja dan dari kaum bangsawan” di Yehuda yang ditawan oleh orang-orang Babel (ay.3; sekitar 605 SM). Orang-orang muda yang tergolong tampan dan pintar itu (kemungkinan masih berusia belasan tahun) dipilih untuk bekerja dalam istana raja Nebukadnezar (ay.4). Begitu mulai melayani raja, mereka diberikan nama baru—Beltsazar, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego (ay.7)—dan mereka dituntut untuk berasimilasi menjadi warga yang setia kepada raja dan kebudayaannya. Namun, kita melihat dari awal bagaimana pemuda-pemuda tersebut, meskipun menjadi tawanan, tetap setia mengasihi dan melayani Allah. Mereka tidak menajiskan diri dengan santapan raja, yang dipersembahkan kepada dewa-dewa Babel (ay.8-16). Di kemudian hari kita melihat pengabdian mereka kepada Allah lewat penolakan ketiga teman Daniel untuk sujud menyembah patung (pasal 3) dan ketaatan Daniel yang terus berdoa kepada Allah (pasal 6). —Alyson Kieda

Peperangan apa yang sedang kamu hadapi sekarang? Ketika kamu berpaling dari segala kesulitan itu dan mencari kehendak Allah, bagaimana Dia menjadikan kehidupanmu lebih baik?

Allah Mahakasih, hari-hari ini tantangan hidupku terasa begitu berat. Saat aku berpaling kepada-Mu, terangilah jalanku agar aku tidak lagi berputus asa dan dapat berjalan lebih baik bersama-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Samuel 19-20; Lukas 18:1-23

Bagikan Konten Ini
54 replies
Newer Comments »
  1. rico art
    rico art says:

    Terimakasih Tuhan atas banyak berkat yang selalu Engkau limpahkan kepada kami hari lepas hari, pimpin dan kuatkanlah kami dimanapun kami berada ya Tuhan serta tolong kami,
    sembuhkan juga orang – orang disekitar kami dari segala macam penyakit akibat dari pandemi ini Ya Tuhan, serta beri kekuatan kepada yang terkena bencana,
    terpujilah namaMu kekal selamanya, biarlah rencanaMu saja yang terjadi atas kami,
    amin

  2. Doni Kristianto
    Doni Kristianto says:

    Tuhan itu baik, bahkan teramat baik buat sy dan kita semua umatNYA. Hanya DIA yg paling mengetahui apa yg kita butuhkan.
    PRAISE GOD 🤲

Newer Comments »

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *