Belajar dari Kebodohan

Selasa, 27 April 2021

Belajar dari Kebodohan

Baca: Pengkhotbah 10:1-14

10:1 Lalat yang mati menyebabkan urapan dari pembuat urapan berbau busuk; demikian juga sedikit kebodohan lebih berpengaruh dari pada hikmat dan kehormatan.

10:2 Hati orang berhikmat menuju ke kanan, tetapi hati orang bodoh ke kiri.

10:3 Juga kalau ia berjalan di lorong orang bodoh itu tumpul pikirannya, dan ia berkata kepada setiap orang: “Orang itu bodoh!”

10:4 Jika amarah penguasa menimpa engkau, janganlah meninggalkan tempatmu, karena kesabaran mencegah kesalahan-kesalahan besar.

10:5 Ada suatu kejahatan yang kulihat di bawah matahari sebagai kekhilafan yang berasal dari seorang penguasa:

10:6 pada banyak tempat yang tinggi, didudukkan orang bodoh, sedangkan tempat yang rendah diduduki orang kaya.

10:7 Aku melihat budak-budak menunggang kuda dan pembesar-pembesar berjalan kaki seperti budak-budak.

10:8 Barangsiapa menggali lobang akan jatuh ke dalamnya, dan barangsiapa mendobrak tembok akan dipagut ular.

10:9 Barangsiapa memecahkan batu akan dilukainya; barangsiapa membelah kayu akan dibahayakannya.

10:10 Jika besi menjadi tumpul dan tidak diasah, maka orang harus memperbesar tenaga, tetapi yang terpenting untuk berhasil adalah hikmat.

10:11 Jika ular memagut sebelum mantera diucapkan, maka tukang mantera tidak akan berhasil.

10:12 Perkataan mulut orang berhikmat menarik, tetapi bibir orang bodoh menelan orang itu sendiri.

10:13 Awal perkataan yang keluar dari mulutnya adalah kebodohan, dan akhir bicaranya adalah kebebalan yang mencelakakan.

10:14 Orang yang bodoh banyak bicaranya, meskipun orang tidak tahu apa yang akan terjadi, dan siapakah yang akan mengatakan kepadanya apa yang akan terjadi sesudah dia?

Hati orang berhikmat menuju ke kanan, tetapi hati orang bodoh ke kiri. Juga kalau ia berjalan di lorong orang bodoh itu tumpul pikirannya. —Pengkhotbah 10:2-3

Belajar dari Kebodohan

Seorang laki-laki masuk ke sebuah minimarket di Wollongong, Australia, menaruh selembar uang 20 dolar di meja kasir, dan minta ditukar dengan uang kecil. Ketika kasir membuka laci, laki-laki itu mengeluarkan pistol dan meminta semua uang di dalam laci diserahkan kepadanya. Kasir pun buru-buru memenuhi permintaannya. Laki-laki itu merenggut sejumlah uang dari kasir itu dan kabur, sambil meninggalkan uang 20 dolar di meja. Berapakah jumlah uang kas yang dibawanya lari dari kasir? Lima belas dolar.

Kita semua pernah melakukan kebodohan—walaupun sebenarnya, tidak seperti perampok tadi, kita berusaha melakukan yang benar. Kuncinya adalah bagaimana kita belajar dari perbuatan bodoh kita. Kalau tidak ada yang membetulkan, keputusan-keputusan kita yang buruk bisa menjadi kebiasaan, yang kemudian akan membawa pengaruh buruk pada karakter kita. Kita menjadi “orang bodoh [yang] tumpul pikirannya” (PKH. 10:3).

Terkadang tidak mudah bagi kita mengakui kebodohan diri sendiri karena itu akan menyulitkan kita. Mungkin kita perlu memikirkan kelemahan tertentu pada karakter kita, dan itu menyakitkan. Atau mungkin kita perlu mengakui bahwa kita sudah mengambil suatu keputusan tanpa pertimbangan matang dan lain kali kita perlu lebih berhati-hati. Apa pun alasannya, mengabaikan kebodohan akan merugikan diri sendiri.

Syukurlah, Allah dapat menggunakan kebodohan kita untuk membentuk dan menghajar kita. Ganjaran itu memang tidak menyenangkan pada saat diberikan, tetapi didikannya akan membuahkan hasil yang baik untuk jangka panjang (Ibr. 12:11). Marilah kita menerima ganjaran dari Allah Bapa atas kebodohan kita dan meminta-Nya membentuk kita agar semakin menyerupai gambaran anak Allah yang dikehendaki-Nya.—Con Campbell

WAWASAN
Dalam kitab Pengkhotbah, hikmat dan kebodohan sering dibandingkan dalam perbedaan yang tajam. Kebodohan (atau orang bodoh) berkaitan erat dengan kefasikan (7:17; 10:12), dan menjadi lawan orang berhikmat (2:19). Dalam tafsirannya tentang Pengkhotbah, Michael Eaton menulis, “[Kebodohan] disebabkan oleh kepribadian yang bercela (10:2) yang terlihat jelas oleh mereka yang melihatnya (ay.3), terutama di dalam ucapannya (ay.14).” Dalam kitab Yeremia kita membaca bahwa orang-orang bodoh “pintar untuk berbuat jahat” (4:22) dan tidak mempunyai kepekaan moral: Mereka “bangsa yang tolol dan yang tidak mempunyai pikiran, yang mempunyai mata, tetapi tidak melihat, yang mempunyai telinga, tetapi tidak mendengar!” (5:21). —Alyson Kieda

Keputusan bodoh apa yang kamu ambil baru-baru ini? Menurut kamu, apa yang Allah ingin kamu pelajari dari tindakan itu?

Terima kasih, ya Bapa, karena Engkau menggunakan kebodohanku untuk membentuk dan mendidik aku. Kiranya aku rela menerima hajaran-Mu dengan mengizinkan-Mu berkarya dalam diriku.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Raja-Raja 1-2; Lukas 19:28-48

Bagikan Konten Ini
63 replies
« Older Comments
  1. Astri Sara
    Astri Sara says:

    terlalu banyak dan sering sekali saya melakukan hal2 yang bodoh. sy bahkan tidak yakin apakah ada kesempatana kedua dari Tuhan untuk sy memperbaiki segala kebodohan saya

  2. Angelia Pattipari
    Angelia Pattipari says:

    Sedih sekali firman hari ini bisa pas banget dengan apa yg terjadi d kerjaan 🥺. Membuat 1 kebodohan karna kurangnya ketelitian dlm kerjaan. Mudah2an melalui kebodohan yang dibuat hari ini bisa menjadi pembelajaran utk kedepannya supaya bisa teliti dalam pekerjaan.

« Older Comments

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *