Tumpaslah Kemalasan, Sebelum Itu Menghancurkan Kita

Oleh Fandri Entiman Nae, Manado

Kesempatan adalah sesuatu yang tidak selalu ada. Beberapa dari kita berupaya mencarinya, mungkin mati-matian, lalu pada saat kita mendapatkannya, kita “melahapnya”. Namun anehnya, pola seperti itu tidak selalu terjadi. Ada momen ketika sejumlah kesempatanlah yang terlihat menawarkan diri kepada kita. Beberapa kesempatan bahkan hadir secara tiba-tiba, tanpa perlu diawali dengan butir-butir keringat. Tapi, bukannya menyambutnya dengan antusias, kita malah mengambil kesempatan-kesempatan itu dan menyimpannya di saku kita, berharap mereka aman di sana, lalu perlahan mulai menyadari saku kita telah kosong. Intinya adalah kita senang menunda-nunda sesuatu.

Ada kasus yang dimulai dengan berkata santai “nanti saja”, lalu pada akhirnya disusul dengan kepanikan mengejar deadline. Ada pula kasus lain yang diawali dengan kalimat “sebentar lagi” dan berakhir dengan nada penyesalan berbunyi “coba kalau aku sedikit lebih cepat”. Mari renungkan sejenak, berapa kali dalam hidup ini kita kehilangan hal berharga yang tidak kita jaga dengan baik karena sikap suka menunda-nunda? Seberapa sering kita menganggap enteng peluang-peluang positif yang tepat berada di depan mata kita dan menunda untuk memanfaatkannya, lalu akhirnya menangis hingga mengutuki diri sendiri?

Tentu untuk menyelesaikan masalah yang serius ini, kita patut mencari akar permasalahannya. Akan tetapi, sebisa mungkin kita tetap harus berusaha bersikap adil agar tidak terjebak pada oversimplifikasi (sikap yang terlalu menyederhanakan masalah). Yang aku maksud adalah kita harus mengakui bahwa tindakan menunda tidak selalu buruk. Ada masa di mana kita tidak boleh terburu-buru. Malahan pada banyak situasi pula kita harus berpikir bijaksana dengan menunda sesuatu dan lain hal. Jadi amat penting untuk kita menganalisa dengan cermat alasan di balik sikap menunda-nunda seseorang, apalagi pada saat kita berbicara tentang seorang yang mengidap Procrastination (Penyakit Psikologis Suka Menunda). Karena faktanya alasan orang menunda-nunda pekerjaan bisa bersumber dari beraneka ragam alasan, misalnya ketakutan berlebih pada kegagalan akibat trauma masa lalu, atau mungkin kurangnya motivasi orang-orang sekitar. Apabila pembahasannya seluas ini, maka itu memerlukan ruang yang besar, bahkan pengalaman dan keahlian dari seorang psikolog tentu akan sangat membantu dalam melihat kasus per kasus secara spesifik.

Maka dari itu, dalam tulisanku ini kita hanya akan membahas sebuah sikap suka menunda-nunda yang bersumber dari kemalasan. Dengan kata lain, seperti yang kusinggung sebelumya, kita akan membahas apa yang menjadi akar permasalahannya. Sehingga di sini, sikap malas yang menjadi penyebab dari sikap suka menunda-nunda akan menjadi apa yang kita bedah secara serius.

Sebagai langkah awal kita harus bertanya tentang bagaimana sikap Firman Tuhan dalam memandang kemalasan. Pertanyaan itu amat mendesak karena sangat disayangkan ada sebagian dari kita yang beranggapan bahwa masalah kemalasan ini adalah masalah sepele. Bahkan, mungkin kita telah menghapus kemalasan dari daftar dosa di hadapan Allah. Aku pernah mendengarkan tanggapan dari seorang teman atas sikap teman lain yang berbunyi, “dia orang yang sangat baik tapi sayang sekali dia orang yang malas”. Apakah benar seorang dapat menjadi sangat baik tetapi juga pemalas?

Dalam perumpamaan yang diberikan oleh Yesus tentang talenta (Matius 25:14-30) digambarkan ada 3 orang yang diberikan kepercayaan oleh tuannya untuk dikelola. Dua hamba yang diberi 5 dan 2 talenta mengerjakan bagian mereka dengan serius dan mendapatkan pujian/apresiasi dari sang tuan (padahal pada masa itu seorang hamba, serajin apapun dia, sama sekali tidak punya hak, termasuk hak untuk dipuji oleh tuannya). Sedangkan hamba terakhir yang mendapat 1 talenta, benar-benar mengecewakan tuannya dengan menguburkan uang yang telah dipercayakan kepadanya. Kemudian seperti yang kita tahu, atas apa yang dilakukan oleh hamba terakhir itu, sang tuan yang marah besar lantas berkata “Hai kamu hamba yang jahat dan malas”.

Coba membaca nats itu dengan lengkap dan kita akan mendapati kerasnya rangkaian kata dari sang tuan beserta konsekuensi yang harus ditanggung hamba yang malas itu. Dalam perumpamaan itu kita sama sekali tidak diizinkan oleh Yesus untuk menganggap kemalasan sebagai hal yang biasa-biasa saja. Kemalasan adalah kejahatan. Menunda-nunda apa yang mampu kita lakukan secepatnya berarti mengizinkan kemalasan untuk masuk dan mendapatkan ruang di hati kita. Dan itu adalah kekejian di mata Allah.

Setiap kesempatan yang baik adalah pemberian Allah. Meremehkan dan menunda memanfaatkannya sama saja dengan menghina Sang Pemberinya. Sekali lagi, kita tidak diajar untuk menjadi orang yang tergesa-gesa dalam mengambil keputusan dan bertindak. Menjadi ceroboh adalah hal lain. Tetapi menjadi pemalas yang suka menunda-nunda adalah hal yang lain pula. Kemalasan membawa dampak yang berbahaya, baik secara internal maupun eksternal. Ia dapat menghancurkan kita bersamaan dengan semua yang ada di sekitar kita. Mungkin tidak bersifat instan, tetapi bersifat pasti.

Di suatu malam yang larut seorang teman lama menghubungiku dan meminta waktu untuk bercerita secara serius. Dalam pembicaraan kami melalui telepon genggam, ia menyodorkanku sejumlah pertanyaan yang sungguh-sungguh menguras emosi. Aku menduga, dan amat yakin, deretan pertanyaan itu lahir dari sebuah penyesalan yang amat dalam. Sambil menangis temanku mengisahkan bagaimana ia harus kehilangan seorang adik yang sangat dikasihinya tanpa pernah bertemu secara langsung ketika adiknya itu dirawat di rumah sakit. Berkali-kali sang adik menelepon dan memintanya sedikit waktu saja untuk bertemu. Temanku itu terus mengiyakan, mencoba “mengumpulkan niat”, dan akhirnya kembali menunda kunjungannya. Ia selalu menenangkan dan meyakinkan dirinya dengan berkata “masih ada hari esok”. Dan dia benar, hari esok masih ada, tapi adiknya telah pergi. Dimulailah tuduhan pada diri sendiri, berharap waktu dapat diputar kembali. Bahkan untuk menghibur hatinya yang diliputi perasaan tertuduh itu aku akhirnya memutuskan untuk bertemu langsung dan berbicara dengan dia meski di tengah-tengah kesibukanku.

Bukankah ini yang terjadi banyak dari kita? Beberapa orang secara keliru menjadi terlalu yakin bahwa mereka akan selalu baik-baik saja. Kita menunda untuk memulai hidup yang sehat, makan sembarangan, mengabaikan olahraga, lalu petaka datang dan akhirnya kita menangis bagai anak kecil yang permennya dirampas orang. Berkali-kali seperti itu. Kita bisa saja mencari ratusan contoh lain untuk masalah serupa, tetapi biarkan aku mengatakan salah satu kalimat angkuh yang paling sering kudengar dari mulut seseorang: “Biarkan aku menikmati hidupku dengan memuaskan semua nafsuku di masa muda, lalu aku akan bertobat di masa tua dan mati dengan tenang”. Entah dari mana dia tahu bahwa dia akan hidup sampai pada masa senja. Tanpa bermaksud memprediksi usia seseorang, tetapi atas dasar apa kita menjadi sangat yakin bahwa kesempatan akan selalu tersedia bagi kita? Betapa kagetnya setiap kali mendengarkan kabar pilu dari teman dan anggota keluarga yang terlihat sangat sehat, tetapi malah meninggal secara tiba-tiba di usia yang masih sangat muda. Tubuh kekar dan karier gemilang memang membanggakan, tapi jangan lupa, hidup penuh dengan kejutan!

Mari kita pikirkan sesuatu yang lebih dalam tentang semua ini. Sungguh tidak terbayangkan apa jadinya jika para rasul Kristus adalah sekumpulan pemalas yang menunda-nunda pengabaran Injil. Semakin dalam lagi, apa yang akan terjadi dengan kita jika Tuhan Yesus yang kita sembah adalah pribadi yang tidak tahu bekerja? Tetapi sungguh aku terpesona dengan-Nya. Semakin aku mengenal-Nya, semakin hatiku bergelora. Dia yang kukenal adalah Tuhan yang tidak takut “meninggalkan” kenyamanan takhta-Nya dan mengambil rupa seorang hamba yang dianiaya dengan kejam. Ia punya kuasa, tapi tidak sekalipun Ia memeras Petrus agar memberi-Nya ikan setiap kali Ia lapar, lalu setelah kenyang naik ke atas keledai, dan jalan-jalan menikmati pemandangan sore di Galilea. Tidak!

Tanpa menunda-nunda, pada waktu yang telah ditetapkan-Nya, Ia menyusuri jalan berbatu di bawah panas terik dan berteriak sana sini agar manusia kembali bersekutu dengan Allah. Ia menempuh perjalanan jauh dari Surga yang mulia ke Betlehem yang kotor dengan hati yang tulus. Dengan punggung yang robek serta pelipis yang tertancap duri jerami Ia menempuh jalan Via Dolorosa yang berkelok-kelok. Dengan keringat, darah, dan (kuyakin) air mata, Ia lalu mati di Golgota untukku dan untukmu.

Dia tidak menunda-nunda apa yang telah dijanjikan-Nya melalu para nabi-Nya. Ia sudah menepatinya, tepat dua ribu yang tahun lampau. Saat ini adalah waktumu dan waktuku. Berjuanglah dan jangan membuang-buang waktu. Setiap kali kemalasan datang menggodamu, berdoalah dan mintalah semangat, hikmat, dan kekuatan dari Allah. Renungkanlah salib itu. Di sana pernah tergantung Kristus, sang pejuang yang bijaksana. Ikutlah teladan-Nya. Lakukan apa yang masih bisa dilakukan. Perbaiki apa yang bisa diperbaiki. Hargai setiap kesempatan dan manfaatkanlah dengan sebaik mungkin. Hormati semua pemberian-Nya. Bergegaslah untuk kemuliaan Tuhan. Jangan menunda-nunda!


Kamu diberkati oleh artikel ini?

Yuk, jadi berkat dengan mendukung pelayanan WarungSateKaMu!


Baca Juga:

Menikmati Allah di Segala Musim

Menikmati Tuhan di segala keadaan adalah hal terbaik. Sebuah sukacita ketika kita bisa merasakan pimpinan-Nya saat bekerja maupun saat kita beristirahat.

Bagikan Konten Ini
10 replies
  1. Dyian
    Dyian says:

    Thanks untuk artikel Fandri Entiman Nae Manado, semoga terus memberkati dan membuat setiap pembaca sadar untuk tidak menunda kesempatan akibat kemalasan.

  2. Rika
    Rika says:

    Terbangun dngan artikel ini.
    Thanks to you brother for writing this.
    And thanks to God and Holy Spirit for the reminder

  3. Brilyan Kabenaran
    Brilyan Kabenaran says:

    Artikel ini sangat baik tetapi juga memberkati dan membuka pola pikir akan kesadaran pada kesempatan yang ada dalam hidup kita. Sering kali kita menunda-nunda hal yang seharusnya dilakukan tetapi karena “kemalasan” maka hal itu ditunda dengan mengatakan “nanti saja” masih punya banyak waktu. Itupun yang terjadi di hidupku. Kemalasan membuat diriku terlalu banyak menunda hal penting dan itu berdampak dalam hidupku. Walaupun demikian hal itu terus berulang-ulang dilakukan. Artikel ini sangat membantu bagi setiap orang yang bermasalah dalam hal demikian (malas). Tuhan kiranya memampukan diriku untuk menanggalkan kebiasaan buruk (malas). Dan melalui artikel ini banyak orang boleh sadar dan diubahkan oleh Tuhan. Terima kasih sudah membagi berkat. Tuhan menyertai kita semua

  4. Amanda Augustine
    Amanda Augustine says:

    Terima kasih Kak Fandri atas artikelnya yg membangkitkan semangat, dan mengingatkan supaya memanfaatkan kesempatan yang diberikan Tuhan dlm hidup ini. Kiranya Kakak dapat selalu menjadi alat-Nya yang membuka pikiran orang-orang sekitar akan kasih dan kebenaran-Nya, for His glory. Kiranya pembaca merasakan pesan-Nya yg baik lewat artikel ini. 🙂

  5. Tjessica Gratia Napitupulu
    Tjessica Gratia Napitupulu says:

    Thanks atas artikel ini sangat membangun image seseorang yg sdg terpuruk krn tdk perdulix waktu semoga msh banyak lg artikel yg memotivasi pemirsa

  6. Nia Tefa
    Nia Tefa says:

    Wah terima kasih kaka untk sharingnya, Saya sangat merasa tertegur dan semoga dengan pertolongan Roh Kudus, saya bisa melawan kemalasan saya. Tuhan memberkati kaka.

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *