3 Hal yang Kupelajari Ketika Aku Mengalami Frustasi Spiritual

Oleh Olyvia Hulda, Sidoarjo

Ketika kali pertama kamu mengenal Tuhan Yesus, masih ingatkah kamu bagaimana perasaanmu? Mungkin kamu merasa senang, rasa selalu ingin dekat dengan Tuhan, serta kerinduan untuk menghidupi pertobatanmu sangat kuat. Rasa-rasanya kita ingin selalu berbuat baik dan hidup berkenan pada-Nya.

Demikian juga dengan aku. Ketika aku menerima Tuhan, pengampunan dari-Nya membuatku bersemangat untuk menghidupi kehidupanku yang baru. Aku menerapkan beberapa disiplin rohani secara teratur, hingga akhirnya aku merasa rohaniku sudah cukup kuat dan aku berhasil meninggalkan dosaku yang lama.

Namun, seiring berjalannya waktu, berbagai persoalan dan rintangan pun datang memengaruhi. Terlebih di situasi pandemi Covid-19 ini sangat memengaruhi spiritualitasku. Kurangnya pertemuan ibadah dan interaksi yang intens dengan sesama orang percaya, serta dampak dari pandemi dalam pekerjaan membuatku frustasi, baik secara mental maupun spiritual. Godaan pun sungguh kuat untuk kembali kepada kehidupan yang lama sebelum bertobat.

Awalnya aku pikir aku cukup kuat untuk melawan godaan. Menerapkan disiplin rohani (berdoa teratur, saat teduh, berkumpul dan berdoa) dan juga menjauhi sumber dosa, menurutku itu sudah cukup untuk meneguhkan pertobatan. Namun semenjak pandemi, godaan itu semakin kuat dan pada akhirnya, aku kembali jatuh. Berbagai komik dan novel yang dapat diakses dengan mudahnya membuatku asyik dengan dunia sendiri, sehingga membuatku terbayang-bayang akan jalan ceritanya, sampai aku melupakan jam-jam doaku. Apalagi platform komik yang kubaca menawarkan bacaan gratis setiap harinya. Aku pun akhirnya enggan untuk datang kepada-Nya, dan lebih menikmati bacaanku yang lebih menarik ketimbang Alkitab dan artikel saat teduh.

Firman Tuhan dari 1 Yohanes 1:9 sungguh menguatkanku, bahwa Tuhan selalu mengampuni segala dosa-dosaku, saat aku mengakuinya di hadapan-Nya. Namun, perasaan frustasi akan kegagalanku dalam pertobatan malah membuatku semakin menjauhi-Nya. Perasaan takut, sungkan dan khilaf membaur menjadi satu. Perasaan berulang inilah yang membuatku semakin depresi dalam spiritualku.

Suatu hari, aku membaca sebuah nats di 1 Korintus 10:12, bahwa siapa yang menyangka bahwa Ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh. Roh Kudus dengan sangat jelas mengingatkanku melalui ayat ini, bahwa aku pun harus selalu waspada terhadap diriku sendiri, sekalipun nampaknya aku berhasil menjalankan pertobatanku. Ya, waspada terhadap segala godaan di luar ekspetasi, yang membuatku jatuh kembali.

Aku bersyukur, di tengah situasi yang depresi, pengampunan dan kehadiran Tuhan selalu nyata dalam doaku. Dalam doa, Tuhan juga mengingatkanku, agar tetap berkomunikasi secara intens dengan orang percaya, dan juga memohon mereka untuk mendoakanku di tengah situasi pandemi ini. Intinya, untuk menghadapi pergumulan dosa ini, aku memerlukan orang lain untuk mendoakan dan mendengarkan keluh kesahku dengan tulus.

Sebagai orang yang terbiasa melayani orang lain, aku sedikit gengsi apabila aku yang malah dilayani. Namun, sekali lagi Roh Kudus mengajarkan kepadaku melalui kitab Galatia 6:2 untuk “Bertolong-tolonglah menanggung bebanmu, demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.”

Rasul Paulus mengajarkan bahwa kita perlu berbagi beban kepada orang percaya, agar kita dapat memenuhi hukum Kristus. Aku belajar untuk membuka diri untuk bercerita dan mengakui pergumulanku akan dosa ini.

Sejujurnya, aku sangat tidak terbiasa terbuka dengan orang lain perihal pergumulan dosaku. Namun aku belajar untuk terbuka walaupun rasa malu menghantuiku, dan meminta petunjuk Tuhan agar aku dapat terbuka dengan orang yang tepat. Bersyukur, Tuhan mengingatkanku kepada beberapa saudara seiman yang bersedia mendengar dan mendoakan pergumulanku. Puji Tuhan, berkat doa mereka, aku pun kembali bangkit seperti awal mulanya, dan spiritualitasku mulai kembali pulih seperti sedia kala.

Pengalaman frustasi secara spiritual ini membuatku belajar akan beberapa hal. Pertama, keberhasilan kita akan pertobatan kita bukan didasarkan semata pada kehebatan diri kita, tetapi Roh Kudus yang berkarya ketika kita sungguh-sungguh menyerahkan diri untuk tidak lagi tunduk di bawah kuasa dosa. Sebagus apapun disiplin rohani yang kita terapkan, namun bila kita tidak pernah meminta Roh Kudus untuk menolong kita untuk menerapkannya, maka kemungkinan besar kita dapat jatuh ke dalam dosa yang lebih besar lagi, atau ada godaan tak terduga di luar sana yang membuat kita kembali jatuh. Dan juga, pertobatan yang sejati juga bukan karena perasaan cinta yang menggebu-gebu, tetapi karena anugerah Allah atas kita.

Kedua, aku belajar bahwa mengaku dosa dan kelemahan ini baik untuk kesehatan spiritual. Mengaku diri lemah dan tak berdaya adalah caraku untuk berlatih merendahkan hati, serta terlindung dari dosa kesombongan. Tak hanya itu, aku pun belajar akan kuasa Tuhan dalam dosa dan kelemahanku. Saat aku belajar mengakui dosaku, di situlah aku merasakan kasih dan anugerah-Nya, dan dimampukan untuk bangkit kembali dari rasa frustasiku.

Ketiga, kita tidak pernah sendirian! Selain ada Tuhan, ada pula teman-teman seiman yang dapat menolong kita. Melalui pengalaman frustasiku, aku belajar untuk mempercayakan diri kepada mereka, dan memohon doa mereka. Bila kita merasa takut untuk bercerita, kita bisa memohon pertolongan Tuhan agar diberi keberanian dan kerendahan hati untuk mau terbuka kepada rekan kita, serta berdoa juga meminta hikmat agar kita dapat bercerita kepada orang yang tepat: menerima cerita kita, memberi masukan tanpa menghakimi, peduli, dan punya hati yang suka mendoakan orang lain.

Di masa sulit ini, marilah kita bersama-sama saling tolong-menolong, saling mendukung satu dengan yang lain, dan juga memberi nasihat/masukan berlandaskan kasih antara satu dengan yang lain. Kiranya kita semua dapat merasakan anugerahNya di tengah kesulitan ini.


Kamu diberkati oleh artikel ini?

Yuk, jadi berkat dengan mendukung pelayanan WarungSateKaMu!


Baca Juga:

Membuka Luka Lama untuk Menerima Pemulihan

Perasaan sepi dan sendiri membuatku merasa tertolak. Aku pikir akulah sumber semua masalah, aku tidak layak dan tidak pantas. Semua cara kulakukan agar aku diterima oleh pertemanan di sekitarku, tetapi upaya itu hanya membuatku lelah dan terjebak dalam depresi.

Bagikan Konten Ini
2 replies
  1. Metty Lavenia Tapikab
    Metty Lavenia Tapikab says:

    saya merasa teberkati sekali, karena saya jg mengalami hal yg sma. Thanks.
    Tuhan Yesus memberkati

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *