Tak Pernah Merasa Cukup

Senin, 28 September 2020

Tak Pernah Merasa Cukup

Baca: Pengkhotbah 1:1-11

1:1 Inilah perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di Yerusalem.

1:2 Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia.

1:3 Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah di bawah matahari?

1:4 Keturunan yang satu pergi dan keturunan yang lain datang, tetapi bumi tetap ada.

1:5 Matahari terbit, matahari terbenam, lalu terburu-buru menuju tempat ia terbit kembali.

1:6 Angin bertiup ke selatan, lalu berputar ke utara, terus-menerus ia berputar, dan dalam putarannya angin itu kembali.

1:7 Semua sungai mengalir ke laut, tetapi laut tidak juga menjadi penuh; ke mana sungai mengalir, ke situ sungai mengalir selalu.

1:8 Segala sesuatu menjemukan, sehingga tak terkatakan oleh manusia; mata tidak kenyang melihat, telinga tidak puas mendengar.

1:9 Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari.

1:10 Adakah sesuatu yang dapat dikatakan: “Lihatlah, ini baru!”? Tetapi itu sudah ada dulu, lama sebelum kita ada.

1:11 Kenang-kenangan dari masa lampau tidak ada, dan dari masa depan yang masih akan datangpun tidak akan ada kenang-kenangan pada mereka yang hidup sesudahnya.

Mata kita tidak kenyang-kenyang memandang.— Pengkhotbah 1:8 BIS

Tak Pernah Merasa Cukup

Frank Borman pernah menjadi komandan misi pertama ke luar angkasa untuk mengelilingi bulan. Ia mengaku tidak terkesan pada apa yang dilihatnya. Perjalanan pulang-pergi itu membutuhkan waktu dua hari penuh. Frank sempat mabuk udara dan muntah. Ia berkata bahwa melayang-layang dalam kondisi gravitasi nol memang mengasyikkan—tetapi untuk tiga puluh detik saja. Sesudah itu biasa saja. Dari dekat, bulan terlihat tidak menarik dan permukaannya bopeng-bopeng karena penuh kawah. Awak pesawatnya mengambil foto-foto hamparan permukaan bulan, lalu menjadi bosan juga.

Frank pergi ke tempat yang tidak pernah didatangi orang sebelumnya. Itu pun tidak cukup baginya. Jika ia cepat merasa bosan atas suatu pengalaman yang langka di luar angkasa, mungkin kita tidak perlu terlalu berharap pada hal-hal yang ada di dunia ini. Penulis kitab Pengkhotbah mengamati bahwa tidak ada pengalaman di dunia ini yang mampu mendatangkan sukacita sejati. “Mata kita tidak kenyang-kenyang memandang; telinga kita tidak puas-puas mendengar” (1:8 bis). Bisa saja kita senang untuk sementara waktu, tetapi kegembiraan itu segera reda dan kita pun mulai mencari kesenangan di tempat lain.

Frank merasakan satu momen menggembirakan, yaitu ketika ia melihat bumi terbit dari kegelapan di balik bulan. Bagaikan sebutir kelereng berwarna biru-putih, bumi kita terlihat cemerlang oleh sinar matahari. Demikian pula sukacita kita yang sejati berasal dari Anak Allah yang menyinari kita. Yesus adalah hidup kita, satu-satunya sumber makna, kasih, dan keindahan sejati. Kepuasan kita yang terdalam datang dari luar dunia ini. Masalahnya, kita bisa saja pergi sampai ke bulan, tetapi tetap tidak akan dapat menemukan kepuasan itu.—Mike Wittmer

WAWASAN
Salah satu tema kunci dari kitab Pengkhotbah terdapat dalam frasa “di bawah matahari.” Frasa tersebut ada di bacaan hari ini di ayat 3 dan 9, juga dalam dua puluh lima penyebutan lainnya dalam kitab ini. Apakah artinya? Frasa ini mengacu kepada hal-hal yang dilakukan di dunia menurut sistem, nilai, dan pola pikir dunia ini. Apa yang terjadi “di bawah matahari” diperlihatkan bertolak belakang dengan apa yang berakar dan selaras dengan kehendak surgawi. Karena Pengkhotbah adalah kitab tentang kenestapaan, pesan intinya adalah bahwa kita tidak akan dapat menemukan arti atau tujuan sejati sampai kita mulai hidup sesuai dengan kehendak Bapa di surga, daripada mengikuti sistem dunia yang telah rusak ini. —Bill Crowder

Kapan kamu pernah merasakan sukacita yang sangat besar? Mengapa sukacita itu tidak bertahan lama? Apa yang kamu dapat pelajari dari sifat kegembiraan yang hanya sesaat itu?

Yesus, pancarkanlah sinar kasih-Mu ke atasku.

Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 5-6; Efesus 1

Bagikan Konten Ini
40 replies
  1. Dalmok
    Dalmok says:

    Pengalaman di dunia ini bisa saja mendatangkan kepuasan, tapi itu hanya berlangsung sesaat saja. Tapi Tuhan Yesus adalah sumber kepuasan sejati. Terimakasih Tuhan atas kebaikanMu.

  2. Linda Sari
    Linda Sari says:

    Saya termasuk orang yang terus mencari kepuasan. Tapi karena Tuhan Yesus, saya intropeksi diri akan hal kepuasan ini. Tolong kami ya Tuhan.

  3. rico art
    rico art says:

    Terimakasih Tuhan atas banyak berkat yang selalu Engkau limpahkan kepada kami,
    pimpin dan kuatkanlah kami dimanapun kami berada ya Tuhan, serta tolong kami,
    terpujilah NamaMu kekal selamanya,
    amin

  4. Johannes Anes
    Johannes Anes says:

    Amin.. Terimakasih Tuhan Yesus atas Firman mu malam ini.. Tuhan berkati
    selalu kami yg penuh sukacita..aku percaya Tuhan Yesus berikan lah pancarakanlah sinar kasih Mu kepada hamba mu selalu.. haleluya..

  5. Renato
    Renato says:

    Demikian pula sukacita kita yang sejati berasal dari Anak Allah yang menyinari kita. Yesus adalah hidup kita, satu-satunya sumber makna, kasih, dan keindahan sejati. Kepuasan kita yang terdalam datang dari luar dunia ini. Amin

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *