Keluargaku di Bawah Bayang-bayang Maut
Oleh Monica Koesoemo, Bekasi
Jumat, 4 September 2020. Pagi itu aku bangun dalam keadaan badan kurang enak. Sekujur badan terasa sedikit linu dan lelah. Hingga Rabu, kulewatkan hari-hari dengan kondisi yang tidak kunjung fit. Ditambah kemudian aku mulai tidak bisa mencium atau merasakan apa-apa. Belum lagi kondisiku membaik, putriku mulai merasakan gejala yang sama. Khawatir dengan perkembangan yang semakin memburuk, kami memutuskan menjalani swab test . Sabtu, 12 September, dunia kami terasa runtuh. Tiga dari empat anggota keluargaku sama-sama menerima hasil tes di Sabtu malam itu. Kami positif terinfeksi Covid-19. Tak lama, anak lelakiku juga menjalani swab test. Hasilnya, ia juga positif terinfeksi virus yang telah merenggut banyak jiwa itu.
Dalam suasana hati yang kalut, secercah keberuntungan menghampiri: kami memperoleh kemudahan berupa kamar perawatan yang bisa dipakai berempat. Dengan menjalani perawatan bersama-sama, kami berharap bisa saling menyemangati sehingga bisa pulih lebih cepat. Namun, jujur, kondisiku di saat menulis kisah ini masih tak menentu. Reaksi pertama ketika mengetahui kami sekeluarga terkena Covid-19, aku marah dan syok.
Aku marah, karena merasa selama ini sudah sangat disiplin menjaga diri. Tidak pernah ke luar rumah yang tidak perlu sejak bulan Maret, menghindari ajakan teman untuk kumpul-kumpul, bekerja dari rumah, hanya ke luar untuk membeli kebutuhan pokok, tidak pergi ke mal, dan tidak bersosialisasi. Tapi, ternyata masih kena juga! Apalagi ditambah hasil CT scan paru-paru suami dan anak lelakiku menunjukkan adanya pneumonia. Meskipun secara klinis mereka baik-baik saja, namun ketidaktahuan kami tentang perjalanan penyakit ini membuatku didera kekhawatiran yang parah.
Aku gamang dan kehilangan optimisme. Padahal sehari-hari aku melayani di gereja, aktif memimpin jemaat, sesekali berkhotbah membawakan firman, dan pekerjaanku sehari-hari pun tidak pernah lepas dari firman Tuhan. Tapi mengapa saat aku dan keluarga mendapat cobaan berat ini, aku merasa semua firman yang pernah kubaca lenyap dari ingatan? Mengapa imanku mendadak rapuh? Mengapa aku merasa Tuhan tidak ada untuk menolongku?
Semua pesan firman Tuhan, tulisan-tulisan tentang kekuatan, pengharapan, sukacita, seolah tak ada kekuatannya. Hanya sekadar tulisan tak bermakna. Aku stres berat. Menit demi menit terasa berjalan lambat. Jantungku deg-degan setiap saat. Tangan dan kakiku dingin, berkeringat. Tensiku naik hingga 175 dan tidak turun-turun.
Di tengah kegalauan itu, aku teringat pada sebuah lagu yang menguatkan aku di saat anak perempuanku harus menjalani operasi usus buntu, sekitar enam tahun lalu. Lagu itu bertutur tentang Allah sebagai suara harapan, sauh bagi jiwa, yang sanggup menunjukkan jalan di saat tidak ada jalan. Allah yang adalah Raja Damai, yang menenangkan jiwa di tengah penderitaan. Segera kucari lagu itu di YouTube, dan kudengarkan sambil ikut menyanyikannya, sambil menangis dan mengangkat tangan, menyembah Tuhan. Kulakukan terus sambil berurai air mata. Di saat itu aku benar-benar merasa Tuhan ada di dekatku, memelukku, menenangkanku. Perlahan, kasih-Nya yang lembut itu menyusup masuk dalam hatiku, melingkupiku dengan damai sejahtera.
Setelah bisa tenang kembali, aku merasa Roh Kudus mulai berbicara dengan lembut dalam hatiku. Semua firman yang menguatkan kembali bermunculan dalam hatiku, meneguhkanku. Ya, aku tidak boleh takut! Aku harus percaya Tuhan memelihara hidup kami. Memang kami tidak tahu apa yang akan terjadi di depan, tetapi Tuhan menghendaki kita berserah saja pada-Nya, tidak memusingkan pikiran dengan hal-hal di luar kendali kami. Kami toh sudah berdoa, sudah memohon kesembuhan. Walaupun kami belum menerimanya saat ini, tapi kami harus percaya dengan iman bahwa kami sudah menerimanya (Markus 11:24).
Esok paginya, dalam sesi mezbah keluarga bersama-sama dari kamar isolasi, suamiku bersaksi bahwa tadi malam ia sulit tidur. Bukan apa-apa, tapi karena seakan suara Tuhan terus bergema di dalam hatinya, mengatakan kepadanya agar tidak takut. Tuhan juga terus memperdengarkan lagu-lagu pujian di dalam hatinya, sehingga sepanjang malam hatinya dipenuhi nyanyian sorgawi yang menguatkan:
“Engkau ada bersama-Ku di setiap musim hidupku. Tak pernah Kaubiarkan ku sendiri. Kekuatan di jiwaku adalah bersama-Mu. Tak pernah kuragukan kasih-Mu. Bersama-Mu Bapa, kulewati semua. Perkenanan-Mu yang teguhkan hatiku. Engkau yang bertindak, memberi pertolongan. Anugerah-Mu besar melimpah bagiku.” Suamiku juga menyampaikan pesan Tuhan untuk kami, “Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari” (Matius 6:34.)
Momen ini menjadi luar biasa, karena setelah itu aku mengikuti persekutuan doa kelompok kecil dengan teman-teman kantor melalui video call, salah seorang di antara mereka meneguhkan pesan Tuhan tadi dengan memberikan ayat yang persis sama! Padahal, aku belum sempat bercerita apa-apa dengannya. Hal itu membuatku semakin yakin, bahwa Allah kita adalah Allah yang hidup, yang benar-benar ada bagi kita di setiap musim dalam hidup kita. Dia sanggup menjangkau hatiku yang galau lewat pesan yang sama yang Dia sampaikan kepada dua orang yang berbeda. Itu bukti bahwa Dia benar-benar memperhatikan keadaanku. Dia tahu aku sedang perlu dihibur dan dikuatkan.
Entah kapan kami sekeluarga bisa ke luar dari tempat ini. Mungkin masih lama. Mungkin juga sebentar lagi. Ke depan, mungkin akan ada hari-hari di mana aku akan merasakan ketakutan dan kekhawatiran lagi. Tapi aku tidak boleh menyerah. Aku harus kuat, tabah, sabar, dan berani! Aku harus mengimani bahwa di saat yang paling gelap sekalipun, Tuhan Yesus itu tetap dekat. Ia dekat dengan orang-orang yang patah hati, dan menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya (Mazmur 34:18).
Kiranya Tuhan menguatkan kami, dan menguatkan teman-teman semua di luar sana yang saat ini masih harus berjuang menjalani hidup di tengah pandemi yang melanda. Tuhan menyertai kita semua. Tetap semangat!
Kamu diberkati oleh artikel ini?
Yuk, jadi berkat dengan mendukung pelayanan WarungSateKaMu!
Berdoa dan Bekerja, Manakah yang Lebih Penting?
Kisah Marta dan Maria bukanlah tentang dua sikap yang bertentangan, tentang mana yang lebih penting: bekerja atau berdoa. Apa sejatinya makna kisah mereka buat kita?
Dear monica, kami sekeluarga ikut berdoa bersama anda, saya mohon jangan menyerah, ingat kisah Bapa menenangkan badai, kasih-Nya akan terus menyertai anda sekeluarga
Tetap semangat!! Percayalah bilur” darah Yesus sudah menyembuhkan anda dan keluarga… Aminn…
Terima kasih atas firmannya sangat memberkati sekali. Tetap semangat dan jangan pernah berhenti berharap!!
Imanuel Amin 🙇 🛠🙠😇
Rencana ” tuhan ” Akan Indah Pada Waktunya…..
kesabaran ,keteguhan,ketabahan ,dan tetap Pada keyakinan bahwa Tuhanlah juru selamat ‘Ku
terimakasih utk sharingnya. ttp smngat di dalam Tuhan. GBU
tetap smngt yaa…lekas sembuh..God bless you all
Imanuel
Dear Monica
Blessed by your story
Kuatkan hati dan jiwamu
Karena kesembuhan dari Tuhan segera dan pasti datang
Damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal kiranya memelihara hati dan pikiran ibu dan keluarga senantiasa. Your test is your testimony. God bless
Tuhan Yesus memberkati dan sembuhkan. amin..
dear monica tetap kuat, kisah mu membuat saya sebagai pembaca merinding dan sekaligus menyadarkan ku, masalah ku masi lah kecil di banding yg lain.. tapi saya mengeluh berlebihan..
aku berdoa semoga kamu sekeluarga selalu di berikan penghiburan yang baru dan ketenangan dalam tuhan..
kesembuhan dan pemulihan boleh diterima. amin🙏
Semangat Monic. Kami doakan terus supaya sekeluarga disembuhkan. Bersandar pada Tuhan selalu🙏
artikel ini sangat menguatkan dan memberkati meski dalam situasi saat ini kita tidak boleh menyerah
terimakasih kesaksiannya, sangat memberkati😇
Tetap berharap pada Tuhan Yesus yang baik, ibu Monica. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita sedetik pun. Semoga cepat sembuh. GBU and family. ðŸ™ðŸ™
Terima kasih buat semua dukungan dan doanya, saat ini kami masih dirawat tapi kondisi sudah membaik. Sudah swab lagi dua kali tapi masih positif. Paru-paru kami bertiga (saya dan anak2) sudah menunjukkan perbaikan, tapi untuk paru suami masih membutuhkan perawatan lebih lanjut karena komorbidnya. Terima kasih buat kiriman doa lewat komentar ini, saya sangat dikuatkan dan diberkati oleh doa-doa kalian. Tuhan Yesus memberkati!
cepat sehat buat mbk sekeluarga ya, Tuhan yg akan memulihkan. amin
Tetap semangat kak.. Tuhan pasti sembuhkan kakak dan keluarga. Amin
Semangat kakak…semua indah pada waktuNya. Thank you sudah menjadi kesaksian dan berkat di masa tersulit kalian sekalipun. Tulisan ini salah satu berkatnya:) Keep on celebrating and writing God’s blessing in your journey of life!
cepat sehat dan pulih kembali ya monica dan keluarga… Tuhan pasti senantiasa bersama kalian.. kesaksianmu sangat menguatkanku… GBu
thanks kak monica, kami sekeluarga juga sedang berhadapan dengan covid, aku dan bapak isolasi di rumah sakit, dan 2 adik di rumah. aku khawatir dengan kondisi bapak, karena bapak ku sudah berumur dan punya komorbid. setiap hari rasanya ketakutan. Tapi aku mencoba pasrah dan yakin ke Tuhan semua akan baik2 saja. Tuhan ku jauh lebih besar daripada covid. mohon doanya juga untuk kami teman2, semoga Tuhan Yesus selalu menyertai kita. Amin