Bersukacita Karena Persekutuan Injil

Oleh Aldi Darmawan Sie, Jakarta

Aku adalah seorang yang pernah menikmati indahnya persekutuan Kristen di kampus. Di persekutuan itulah aku mulai menapaki perjalanan spiritualku bersama Tuhan. Pada tahun 2011, aku memulai studiku di salah satu kampus di Jakarta, dan di sana jugalah aku menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatku melalui ibadah KKR penyambutan mahasiswa baru.

Perjalanan itu terus berlanjut. Setelah pertobatanku itu, ada seorang mentor rohani yang setia membimbingku supaya aku mengalami pertumbuhan rohani. Dari dialah aku mengenal apa artinya dan pentingnya bersaat teduh setiap hari. Dan, dari dia jugalah aku mengenal persekutuan kelompok kecil dan menikmati pengalaman memiliki teman yang sama-sama bertumbuh secara rohani. Singkat cerita, kehadiran mentorku ini menjadi salah satu bagian penting yang mewarnai keindahan persekutuan kampus yang pernah kualami.

Beberapa tahun setelahnya, aku mulai dipercayakan untuk melayani adik-adik tingkatku dalam suatu kelompok kecil. Awalnya, aku cukup bingung; apa yang harus kukerjakan untuk membimbing adik-adik tingkatku ini? Aku pernah hanya berkutat dengan bahan-bahan kelompok kecil yang mesti kusampaikan tanpa memberi perhatian yang cukup kepada mereka tiap harinya. Namun, di tengah perjalanan itu, mentorku kembali mengingatkan baik dengan perkataannya maupun juga dengan tindakannya yang dulu pernah dia perbuat kepadaku. “Kelompok kecil itu bukan hanya tentang membagikan pengetahuan bahan-bahan PA atau supaya adik-adik kita mengerti secara kognitif tentang Tuhan, tetapi tentang membagikan hidup kita yang terlebih dulu telah ditransformasi dan mengalami Kristus kepada mereka.”

Berawal dari perenungan itu, akhirnya aku menyadari bahwa sukacita terbesar dalam melayani seseorang adalah bukan hanya ketika mereka mengetahui tentang Tuhan, tetapi ketika melihat mereka mengalami pertumbuhan di dalam pengenalan dan kasih mereka kepada Tuhan. Ya, menyaksikan orang yang kita layani bertumbuh secara rohani, itulah hal yang membuatku paling bersukacita selama melayani. Aku teringat lantunan doa dan ucapan syukur Paulus kepada Tuhan atas jemaat di Filipi. Paulus berkata, “Dan setiap kali aku berdoa untuk kamu semua, aku selalu berdoa dengan sukacita. Aku mengucap syukur kepada Allahku karena persekutuanmu dalam Berita Injil mulai dari hari pertama sampai sekarang ini” (Filipi 1:3-4). Di dalam kalimat ini, jelas dikatakan bahwa Paulus selalu berdoa dengan sukacita dan ucapan syukur. Paulus tentu saja mengenal betul bagaimana pertumbuhan rohani jemaat asuhannya ini sewaktu ia masih tinggal bersama di Filipi. Itu sebabnya, Paulus dapat bersukacita dan mengucap syukur kepada Allah ketika melihat jemaat asuhannya bukan saja menerima Injil, tetapi juga bertumbuh dalam persekutuan Injil yang ia beritakan.

Sukacita Paulus atas Jemaat Filipi tidak dapat dipadamkan oleh apapun, termasuk oleh kondisinya pada saat itu. Pada saat menulis surat Filipi, Paulus sedang terbelenggu di penjara. Namun, belenggu rantai-rantai penjara itu tidak dapat memudarkan sukacita Paulus, melainkan semakin mengokohkan keyakinannya atas pekerjaan Allah yang telah Dia mulai sebelumnya (ayat. 4). Paulus memiliki keteguhan hati bahwa meskipun saat itu dia tidak lagi bersama dengan Jemaat Filipi, tetapi dia yakin bahwa Allah yang memulai pekerjaan Injil itu, akan meneruskannya hingga pada kesudahannya. Itulah yang menjadi sumber sukacitanya.

Dari ucapan syukur dan doa Paulus ini, aku juga merefleksikan hal yang penting dalam caraku memandang suatu pelayanan. Ada atau tidak adanya kita, itu tidak akan membuat pekerjaan Tuhan hancur, karena Allah sendirilah yang menginisiasi pekerjaan baik-Nya dan Dia juga yang akan meneruskannya. Pertama, realita ini seharusnya tidak membuat diriku jemawa ketika adik-adik rohaniku mulai bertumbuh secara rohani. Sejatinya, itu semua bukanlah semata-mata karena kecakapanku dalam melayani. Namun, itu semua karena ada Allah yang telah memulai pekerjaan baik itu di dalam diri setiap orang yang kulayani. Kedua, kesadaran ini juga seharusnya tidak membuatku minder atau merasa bersalah yang berlebihan ketika orang-orang yang kulayani nampaknya tidak menghasilkan buah yang baik. Aku tetap bisa bersyukur dan bersukacita karena kita memiliki pengharapan bahwa pekerjaan baik Allah tetap ada di dalam diri mereka dan Dia akan tetap meneruskannya.

Kita dapat bersukacita karena kita tahu bahwa pertumbuhan rohani sesungguhnya bukan didasarkan kepada keberhasilan maupun kegagalan kita dalam melayani, bukan juga karena semata kecanggihan metode-metode yang kita gunakan. Namun, karena ada Allah yang memulai lebih dulu pekerjaan baik-Nya di dalam masing-masing umat pilihan-Nya sampai pada akhir zaman. Maka, ketika kita berhasil, kita sadar bahwa sesungguhnya tangan Tuhanlah yang pertama memulai pekerjaan baik itu. Apabila kita mengalami kegagalan, kita juga tidak larut dalam kesedihan, karena kita memiliki pengharapan bahwa Allah yang memegang kendali atas mereka.

Di tengah perjalanan pelayananku, terkadang aku dihantui banyak kegagalan di masa lalu. Aku merasa bahwa dulu tidak cukup bersungguh-sungguh di dalam melayani, sehingga orang-orang yang kulayani terhambat pertumbuhan rohaninya. Namun, Tuhan terus mengingatkanku untuk kembali berkomitmen dan giat melayani-Nya, karena aku tahu bahwa Allah telah memulai pekerjaan baik-Nya bagi orang-orang yang kulayani. Bukankah suatu kehormatan bagiku ketika aku dipakai Allah menjadi alat-Nya untuk meneruskan pekerjaan baik itu?

Namun, ada pula masanya ketika aku begitu giat dan semangat melayani. Doa Paulus ini tetap bisa kumaknai dan menjadi pengharapan, karena benih Injil yang pernah kutaburkan tidak akan pernah sia-sia. Pekerjaan baik yang telah Allah mulai tidak akan pernah terhalangi atau berhenti karena apapun. Sebaliknya, Dia akan meneruskan-Nya hingga sampai Kristus datang untuk kedua kalinya. Bukankah realita ini dapat menjadi pengharapan bagi kita di tengah pelayanan kita?

Kiranya teladan Paulus di dalam sukacitanya melayani dapat menjadi pembelajaran yang berharga buat kita yang juga saat ini sedang berjuang untuk membimbing jemaat, adik-adik rohani, dan keluarga kita. Sukacita Paulus tidak berasal dari luar dirinya, tetapi berasal dari Allah yang memulai pekerjaan baik di tengah kita. Sukacitanya juga berasal dari Injil Kristus itu sendiri yang dia yakini berkuasa mentransformasi kehidupan seseorang. Terakhir, sukacitanya bertumbuh karena kehadiran Roh Kudus yang terus menuntun setiap orang yang dilayaninya untuk semakin serupa dengan Kristus dari hari ke hari.


Kamu diberkati oleh artikel ini?

Yuk, jadi berkat dengan mendukung pelayanan WarungSateKaMu!


Baca Juga:

Mengalami Pelecehan Seksual, Aku Memilih untuk Mengampuni dan Dipulihkan

Ketika apa yang kujaga dinoadai oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab, seketika aku merasa hancur. Aku merasa kotor dan tak layak di hadapan Tuhan. Aku pun trauma berelasi dengan lawan jenis, terlebih apabila terjadi sentuhan fisik.

Bagikan Konten Ini
4 replies
  1. Anne
    Anne says:

    Wahh, hal ini yang sering terjadi bagi Mentor atau Pemimpin Kelompok. Terberkati dengan renungan ini 🙏

  2. amelia yembise
    amelia yembise says:

    Amin….. Artikel yang sangat memberkati🙏🙏
    Tuhan Yesus memberkati selalu dalam pelayanannya 🙏🙏

  3. Steven Tony
    Steven Tony says:

    Amin.. Kita hanya alat-Nya, selalu ingat bahwa Tuhanlah yang memberi pertumbuhan itu sendiri.

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *