Menjadi Seorang Kristen dan Gay: Bagaimana Aku Bergumul untuk Hidup Kudus Bagi Tuhan

Oleh Ryan Michael*, Jakarta

Aku pernah menyukai sesama lelaki. Perasaan itu tumbuh sejak aku masih kecil. Memoriku mengingat betul ketika aku duduk di kelas dua SD dan aku menemukan majalah yang sampulnya bergambar seorang pria topless. Aku tak bisa berhenti melihat sampul majalah itu, jadi aku menyembunyikannya di dalam lemari mainanku. Seiring berjalannya waktu, aku sadar kalau aku berbeda dari teman-teman lelakiku yang lain. Beranjak remaja, di saat teman-teman lelakiku yang lain mulai membicarakan atau berpacaran dengan wanita, aku malah tertarik dengan teman-teman lelakiku.

Aku tak tahu dengan jelas apa yang menyebabkan perasaan ini tumbuh di hidupku. Apakah karena aku tak memiliki sosok ayah sejak aku berusia 6 tahun, sehingga aku jadi tertarik kepada sesama jenisku? Tapi, jika itu jawabannya, mengapa pula ada orang-orang yang walau memiliki sosok ayah, tapi tetap tertarik pada sesama jenis? Apakah karena perkara genetik, dan ini merupakan sebuah penyakit? Kucari-cari jawaban dari semua pertanyaan ini, dari sisi psikologis, sampai ke sains. Aku pernah melihat video dokumenter yang menceritakan bagaimana seorang pemuda Tiongkok berkunjung ke dokter demi mengobati dirinya supaya menjadi ‘normal’. Aku paham betul bagaimana keinginan untuk menjadi sembuh, jika memang ketertarikan pada sesama jenis ini adalah sebuah penyakit.

Awalnya, aku tidak begitu menggumuli perasaanku. Aku tidak begitu memikirkan apa sih sudut pandang Allah mengenai ketertarikanku. Bahkan, aku enggan mendoakan hal ini pada Tuhan karena aku takut terusik dengan apa yang seharusnya Alkitab ajarkan. Aku juga takut kalau nyatanya aku harus mengorbankan ‘rasa suka’ ini demi kepentingan Tuhan.

Aku merasa akan baik-baik saja, asalkan kusimpan perkara ini dalam diriku sendiri dan tak memberi tahu siapa pun. Tapi, pemikiran ini salah. Perkara yang kusimpan sendiri ini malah membuatku makin hancur; aku semakin terbawa oleh cara pikirku sendiri, yang menjadi sasaran empuk Iblis untuk membawaku semakin membenci diriku sendiri, hingga menyalahkan Tuhan.

Perjalananku untuk menerima kasih Allah

Sebuah pertanyaan klasik bagi orang-orang yang memiliki pergumulan ketertarikan pada sesama jenis: “Aku tak pernah mau dan tidak meminta, mengapa Tuhan menciptakanku seperti ini?”, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang condong menyalahkan Tuhan.

Aku ingat kisah penciptaan. Allah menciptakan manusia seturut dan segambar dengan-Nya. Tapi, waktu itu aku jujur bertanya, apakah itu artinya Tuhan sendiri menyukai sesama jenis? Alkitab berkata Allah itu baik, kudus, dan adil. Namun, sulit bagiku untuk menerima semua sifat Allah itu. Kisah penciptaan lalu berlanjut pada kisah kejatuhan manusia, namun kisah ini tak berhenti di sini. Kita tahu, Kristus datang membawa penebusan dan pemulihan bagi kita.

Dalam kebingunganku itu, aku mendapati tulisan yang menarik dari buku “Same Sex Attraction and the Church”, dituliskan oleh Vaughan Roberts. “Banyak dari orang Kristen mengaku percaya Alkitab sebagai otoritas tertinggi, namun berhala-berhala zaman kita, disadari atau tidak, memiliki pengaruh yang besar pada sikap kita dalam menafsirkan Alkitab.”

Kutipan itu menegurku. Aku mendalami hatiku. Apakah kisah-kisah dalam Alkitab bagiku hanyalah kisah yang ada di zaman dulu dan menjadi kisah usang yang tak lagi relevan dengan masa kini dan masa depan? Aku percaya Alkitab adalah firman Allah yang diberikan pada manusia, dan Allah sendiri adalah firman (Yohanes 1:1).

Kedaginganku berkata bahwa aku perlu memenuhi hasratku, mengikuti keinginan hatiku. Tapi, aku sadar bahwa aku adalah orang percaya yang diselamatkan karena iman, bukan karena perbuatanku. Untuk aku dapat mengalahkan keinginan dagingku, aku perlu sungguh percaya pada Tuhan. Percaya di sini bukan sekadar mengaku percaya, tetapi dalam hati memiliki persetujuan yaitu: secara yakin dan dengan kesadaran emosi menyetujui bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat. Namun, tidak berhenti sampai di tahap percaya saya. Aku perlu unsur “fiducia”, yang berarti menyembah dan menyerahkan diriku sepenuhnya pada Allah. Sekadar tahu bahwa Yesus adalah Tuhan tidaklah cukup, sebab Iblis pun tahu siapa Yesus, bahkan setuju bahwa Dialah Juruselamat (Matius 8:29; Yakobus 2:19). Tahu dan setuju belum berarti menyerahkan diri sepenuhnya pada Yesus.

Ketika aku berserah, Tuhan justru menguatkanku. Dalam firman-Nya, Dia menegaskan bahwa Dia mengasihi dan memilihku sejak aku masih dalam kandungan (Yeremia 1:5). Aku dianggap agung dan diperhatikan (Ayub 7:17). Aku adalah anak-anak Allah dan tubuhku adalah bait-Nya (1 Korintus 6:19-20, 1 Yohanes 3:1).

Christopher Yuan, seorang hamba Tuhan yang pernah memiliki ketertarikan sesama jenis mengatakan:

“My identity should never be defined by my feelings. My feeling should not dictate who i am. My identity is not gay, or homosexual, or even heterosexual. But my identity ad a child of the Living God must be in Jesus Christ alone. God never told me “be heterosexual for I am heterosexual.” He said be holy for I am holy. Don’t focus on your sexuality , don’t focus upon your feelings, but focus upon living a life of holiness and living a life of purity.”

Identitasku tidak pernah ditentukan berdasarkan perasaanku. Perasaanku tidak seharusnya mendikte siapakah diriku. Identitasku bukanlah seorang gay/homoseksual atau heteroseksual sekalipun. Identitasku adalah aku sebagai anak Allah. Tuhan tidak pernah berbicara “karena aku heteroseksual, maka kamu harus heteroseksual”. Melainkan, “Kuduslah kamu , sebab Aku kudus.” (1 Petrus 1 : 16). Jangan fokus kepada perasaanmu, melainkan fokuslah kepada kekudusan hidup dalam Allah.

Lawan dari homoseksual bukanlah heteroseksual, melainkan kekudusan Allah. Aku sadar, jika aku hidup tanpa pergumulan ini dan hidup sebagai seorang heteroseksual, aku tetaplah berdosa jika aku tidak mengejar kekudusan Allah. Tidak ada dosa yang lebih besar maupun dosa yang lebih kecil. Di sinilah tahap pertamaku mulai belajar menyerahkan diri sepenuhnya kepada Yesus, walau aku sendiri melihat pergumulanku terasa tak masuk akal.

Di tahap ini jugalah iman percayaku dibentuk. Aku disadarkan bahwa Tuhan tak pernah bermaksud jahat. Dia tidak menciptakanku sebagai seorang gay, namun karena kejatuhan manusia ke dalam dosalah aku jadi bergumul dengan perkara ini. Tetapi, justru dalam pergumulan dosa yang kumiliki inilah kisah penciptaan sampai penebusan Tuhan menjadi masuk akal bagiku, bahwa dosa telah merusak hidupku dan aku sungguh membutuhkan pertolongan dari-Nya. Tanpa adanya pergumulan ini sangat memungkinkan jika aku menjadi manusia sombong dan terhalang untuk mengenal Allah yang adalah kasih.

Untuk memiliki cara pikir sekarang yang kupunya tentu tidak instan. Berulang kali di tengah ketidakpercayaanku terhadap Tuhan, Dia selalu setia memberikanku arahan. Aku ingat pertengahan tahun lalu (2019), saat aku melakukan hobiku untuk hiking sendirian. Di tengah perjalanan aku dipertemukan dengan seseorang bapak yang tidak aku kenal. Dan aku ingat betul, percakapan kami ditutup dengan beliau berkata “Prinsip hidup saya sih, The Truth will set you free” (Yohanes 8 : 31-32).

Dengan tekanan perkara yang aku miliki, tentu aku sangat ingin bebas. Dan aku diingatkan dari percakapan ‘ajaib’ tersebut. Jika aku hidup berdasarkan firman Allah, maka kebenaran itu akan memerdekakan aku yang berdosa. Semenjak itu aku baru disadarkan bahwa membaca Alkitab adalah salah satu nafas orang Kristen selain berdoa. Aku tidak dapat hidup di luar Allah atau di luar firman-Nya. Di saat itulah Tuhan perlahan mengubahkanku, aku tidak lagi hidup berdasarkan pikiran maupun perasaan yang tidak pasti, melainkan hidup berdasarkan kebenaran firman Allah (Live by faith and not by sight). Arah mataku sekarang dimantapkan lagi untuk tertuju bukan kepada hal-hal dunia, melainkan kepada kekudusan dan kebenaran Allah.

Menceritakan kisah kasih Allah

Dengan anugerah dan pertolongan Allah sajalah aku akhirnya bisa menemukan perspektif baru dalam Tuhan terkait pergumulanku. Kisah yang menurutku dulu aku adalah seorang yang dikutuk, sekarang berubah sepenuhnya menjadi kisah bahwa aku adalah seorang yang amat dikasihi Allah. Begitu juga dengan kamu, jika saat ini kamu mengalami pergumulan serupa denganku.

Aku tahu bagaimana rasanya ingin menyerah dengan Injil, merasa firman Tuhan sulit, tidak relevan, dan tidak masuk akal untuk orang-orang sepertiku. Tetapi, saudaraku, ingatlah bahwa aku dan kamu telah dibeli lunas dengan darah-Nya yang kudus, dan sekarang tidak ada yang dapat memisahkan kita dengan kasih-Nya (Roma 8:35).

Aku tahu perjalanan ini tidak mudah, tetapi bukankah sebuah anugerah ketika kita bisa memikul salib dan menyangkal diri sebagai wujud kasih kita pada kasih Allah yang begitu besar? Kita bisa menjadikan penderitaan yang sama-sama kita alami sebagai bentuk ketaatan dan kasih kita kepada Allah (Filipi 1:29). Ketertarikanku mungkin akan tetap ada, namun setiap kali ketertarikan itu muncul aku bisa memilih pilihan-pilihan yang menyenangkan hati Tuhan, bukannya memilih pilihan yang membawaku pada dosa.

Saudaraku, sekarang izinkanlah dirimu didamaikan dengan Allah. Carilah Allah selama Dia berkenan ditemui (Yesaya 55:6). Dia setia menanti aku dan kamu datang kepada-Nya. Biarlah damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal itu terus memelihara, memperbaharui hati, pikiran, dan hidup kita dalam Kristus Yesus.

*Bukan nama sebenarnya

Baca Juga:

Mengupas Mitos Work-Life Balance: Di Manakah Tempat Pekerjaan dalam Kehidupan?

Work-life balance. Singkatnya, pekerjaan dan hidup harus seimbang supaya kita bisa menikmati hidup. Konsep ini menarik, tapi apa sih yang Alkitab katakan tentang ini?

Bagikan Konten Ini
28 replies
  1. Nining
    Nining says:

    Trima kasih untuk sharingnya.. tetap berjuang untuk menyenangkan hati Tuhan
    Tuhan Yesus mengasihimu

  2. Reza
    Reza says:

    Terima kasih untuk sharingnya. Memiliki pergumulan yang sama. Memang sangat berat, tapi dikuatkan untuk percaya. Kematian Kristus tak akan sia sia dalam menolong setiap hidup kita. KebenaranNya memampukan kita menjalani hidup dlm setiap pergumulan.

  3. srie
    srie says:

    thank you for you sharing bang.
    tetap berjuang dan andalkan Tuhan Yesus terus. Jesus Bless you more and more .

  4. Betty Sinaga
    Betty Sinaga says:

    terimakasih buat sharing nya… mari kita saling mendoakan untuk setiap pergumulan kita

  5. Ladyceberg
    Ladyceberg says:

    Thank you Ryan for sharing such a precious reminder and story that God loves us the most and gave us His one and only Son, that whoever believes in Him shall not perish but have eternal life, and as a person who has been sanctified with His blood shed on the Calvary, the most important thing for us to do is to be holy. I know all believers will always have their crosses to bear, and this is your cross. I will pray for you. Thank you again for sharing this heartwarming story. God bless you.

    PS: I agree that everyone should read this book, not only for our friends who struggle with homosexuals.

  6. Elsje
    Elsje says:

    Terima kasih, Bang untuk kesaksiannya, dan mau berbagi, saya di berkati dengan kesaksian ini. Semoga kesaksian hidup ini, menjadi mercusuar bagi pemuda – pemudi yang lain. Allah Roh Kudus senangtiasa, terus memberikan pemulihan setiap menit menjadi sempurna seperti Tuhan Yesus Kristus..

  7. Theressa
    Theressa says:

    Terimakasih sharingnya, sangat menguatkan. Aku juga sedang dalam pergumulan walau bukan pergumulan yang sama tapi aku percaya bahwa Tuhan selalu bekerja melalui proses, ada banyak hal yang luar biasa Dia kerjakan dalam proses itu, benar memang pemikiran yang seperti dijelaskan diatas dibentuk bukan melalui proses yang instan, aku juga ngerasain, ketika kita mau komitmen berserah sepenuhnya pada Tuhan Yesus, percaya deh Dia bakal ubah hidupmu sampai kamu kayak ga nyangka ternyata hidupmu bisa berubah sedemikian rupa dan sangat luar biasa. Terimakasih Yesus 🤗

  8. rhonaldo Hrnez
    rhonaldo Hrnez says:

    pergumulan yang sama dengan penulis ketertarikan sesama jenis yang sangat akut aku berusaha dalam hari” mencoba mengandalkan diri sendiri dan Hasil aku jatuh di tempat yang sama melihat renungan saya sangat bersyukur karena tuhan sangat baik sampai hari ini masih memelihara saya 😇

  9. Bayu Suwandi
    Bayu Suwandi says:

    ulasan serta kesaksian yang tidak mudah…untuk di bagikan …
    tapi Ryan Michael saya salut terhadapmu…
    GBU

  10. Yunne
    Yunne says:

    Terima kasih bang Ryan untuk kesaksian hidupnya yg sangat memberkati. Tuhan menolong dan memberikan kekuatan dalam menghadapi setiap rasa suka terhadap sesama Jenis yg sering timbul karena iblis Tak pernah tinggal diam.

Trackbacks & Pingbacks

  1. […] Menjadi Seorang Kristen dan Gay: Bagaimana Aku Bergumul untuk Hidup Kudus Bagi Tuhan […]

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *