Luka Karena Patah Hati Adalah Sebuah Perjalanan yang Mendewasakanku
Oleh Senja*, Medan
Setelah lahir baru aku merasa mudah untuk mengampuni orang lain. Selalu kukatakan pada diriku sendiri bahwa pengampunan yang Tuhan berikan memampukanku untuk mengampuni orang lain. Namun, sepertinya itu hanya teori yang memenuhi kepalaku saja, tidak hatiku.
Tahun 2018 bagiku adalah tahun ketika Tuhan menjawab doa dan penantianku akan teman hidup. Aku sangat berharap bisa menikah di tahun itu. Aku mempunyai pacar yang menurutku sangat ideal dan sepadan denganku. Kami aktif melayani di gereja. Kedua keluarga kami pun cukup terbuka atas hubungan kami. Ketika aku berkunjung ke rumahnya, orang tuanya menyambutku dengan hangat. Begitu juga ketika dia berkunjung ke rumahku, orang tuaku menanggapinya dengan senang. Bagi seorang wanita berusia 28 tahun, usia ini sudah tepat untuk menikah.
Namun, dalam perjalanannya, rencanaku tidak berjalan seperti yang kuharapkan. Benar kata firman Tuhan yang berkata bahwa rancangan Tuhan seringkali berbeda dengan rencana kita (Yesaya 58:8). Aku diputuskan oleh pacarku dengan alasan supaya aku dapat mencari yang lebih baik darinya, itu saja alasannya. Bagiku yang mendambakan pernikahan di usiaku yang sudah cukup matang itu, kabar ini mengguncangkan hati dan perasaanku. Keluarga kami sudah saling kenal, kami satu pelayanan, semua orang di gereja atau lingkungan tempat tinggal kami sudah mengetahui hubungan kami. Aku pun begitu bangga padanya.
Tuhan seolah menghancurkan segala mimpi dan harapanku seketika itu juga. Butuh waktu bagiku untuk dapat pulih dan mengampuninya. Aku merasa Tuhan sedang mengujiku, apakah benar pengampunan yang kualami dalam Kristus memampukanku untuk mengampuni dia yang telah menyakitiku?
Jujur bagiku, di awal cukup sulit. Aku memutuskan untuk rehat sejenak dari aktivitas pelayanan di pemuda waktu itu supaya aku tidak bertemu dengannya. Butuh kekuatan bagiku untuk berdiri tegak menghadapi setiap pertanyaan yang datang padaku dari orang-orang di sekitarku.
Aku pernah menangis sepanjang malam mengingat semua kisah itu dan berdoa hanya agar aku bisa tidur malam itu. Aku pernah melalui masa-masa sulit sekali untuk tidur, aku selalu terkenang bagaimana perjalanan yang telah dilalui dan harapan yang sirna.
Namun, syukur kepada Allah yang adalah sumber dari segala sesuatu yang telah mengampuniku ketika aku sangat berdosa. Dia mati bagiku sehingga aku memperoleh pengampunan dari-Nya.
Matius 6:12, “dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami.”
Ayat itu terngiang dalam benakku ketika aku mengikuti retret. Dalam sesi Alone with God (AWG), kami diminta untuk benar-benar berdoa atas siapa yang belum dapat kami ampuni. Seketika itu air mataku menetes dan aku merasa seperti dikuliti, bahwa setelah beberapa waktu pun ternyata aku masih belum pulih. Aku marah pada diriku sendiri, namun pertolongan Tuhan menguatkanku untuk dapat mengampuni.
Dalam salah satu buku yang kubaca, Prayer, Timothy Keller mengutip perkataan Calvin:
“Jika kita mempertahankan rasa benci di dalam hati, jika kita merencanakan balas dendam dan memikirkan waktu yang tepat untuk menyakiti, dan bahkan jika kita tidak berusaha mengingat kebaikan para musuh kita, beserta setiap jasa baik yang dilakukannya, serta menghargai mereka atas itu, maka lewat doa ini kita meminta dengan sangat kepada Allah supaya tidak mengampuni dosa-dosa kita sendiri.”
Sekeras itulah Calvin berbicara, melalui tulisan ini dan menegurku bagaimana aku seharusnya menghargai pengampunan dari Tuhan untuk aku dapat mengampuni sesamaku. Bukankah aku pun tak layak diampuni, namun Tuhan mengampuniku. Apakah aku lebih besar dari Penciptaku? Tentu tidak. Maka jejak Allah yang lebih dahulu mengampuniku mengajarkanku mengampuni sesamaku.
Saat ini relasi kami cukup baik sebagai sahabat di dalam Tuhan dan teman sepelayanan. Aku tidak menghindari pertemuan dengannya dan hubungan kami berjalan sealami mungkin. Saat ini bagiku luka karena patah hati adalah sebuah perjalanan yang mendewasakanku dan mengajarkanku bagaimana semestinya harus mengampuni.
Mari saling mengampunilah di dalam Tuhan, sebab Tuhan lebih dahulu mengampuni kita.
Kolose 3:13, “Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.”
*Bukan nama sebenarnya.
Dalam Penyesalan Sekalipun, Anugerah-Nya Memulihkan Kita
Mungkin pengalaman menyesal yang kualami tidak seberat apa yang raja Daud alami. Namun aku belajar bahwa penyesalan pun ternyata bisa dibawa kepada Tuhan dan hanya dalam anugerah Allah saja kita bisa diselamatkan dan terbebas dari belenggu rasa bersalah.
terima kasih untuk sharingnya saya juga sedang mengalami hal itudan merasa terberkati dengan artikel yang saya baca
Thanks God 🙏
😊
Ajar kami ya Tuhan. Terpujilah nama Tuhan. amin
saya juga kadang belum bisa memaafkan suami saya yg sering selingkuh .. walaupun dia sering minta maaf , tapi rasa sakit ini jujur msih ada , apa lagi klo dia mulai sikap cuek nya . ampuni saya yaa TUHAN , agar saya bisa mengampuni suami saya dan si cewe nya . Semoga suami saya sudah sadar dan tidak berbuat seperti itu lagi . amiien TYM 😇🙏🏽
God bless you kak 🙏
Terimakasih sudah berbagi kak
amin. sangat memberkati 🙏❤
Haleluya, Amin
amenn..
terima kasih sharingnya..saya pun mengalami hal yang sama
Sakit memang rasanya ketika kita merasa bahwa kita sudah mengorbankan banyak hal dan semua yang kita lakukan adalah tulus namun dibalas dengan cara yang sangat mengecewakan. Semangat buat kamu! Berdamai dengan diri sendiri itu perlu, karena hanya Tuhan yang mampu menyembuhkan luka.
ternyata jauh lebih kompleks dari pada yang kualami, tapi entah mengapa aku lebih mudah menyerah karena menganggap bahwa hal yang kuhadapi saat ini lebih berat dari yang lain, namun kenyataannya permasalahan orang lain justru lebih berat daripada yang kualami saat ini,
ternyata harus lebih bersyukur lagi pada Tuhan atas apapun yang terjadi di hidup.
amin
sangat susah melupakan sakit hati dan akhirnya menjadi dendam..
semoga bisa secepatnya mengampuni diri sendiri
Amin..
Bukan suatu kebetulan gue bisa baca tulisan inii, aku pernah ada diposisi kayak gini tpi beda critaaa huhuhu trima kasih udah sharingg tulisannya ngena di hatiiii
Mengampuni diatas dasar Pengampunan yang kita terima dari Yesus, tanpa itu Mustahil kita bisa mengampuni..
so blessed…
Terima kasih sudah berbagi kisahx. Saya juga sementara berdamai dgn diri sndiri. Memang sulit, aplgi saya dan dia satu tempat ibadah. Tapi Roh Kudus selalu mengingatkan dan menguatkan, walaupun dia masih kecewa, marah, dan tidak mau berteman sama sekali dgn saya, tpi tdk apa2 karena yg trpenting saya sudah mengampuni penghianatan yg dia lakukan, mengampuni semua tuntutan, posesif, ngatur2, tempramen, kadang diremehkan sama dia, cacian dan makian, kata2 kotor yg trlontar dari dia selama ini sehingga hampir tiap hari saya nangis waktu sama dia. Saya baru sadar itu yg namax toxic relationship. Dia sudah menyesal dan ingin memulai hubungan dari awal, tpi trnyata dia tdk berubah masih ngatur, posesif, tempramen, dll. Walaupun dia kecewa, marah, sampai sumpah serapa ke saya. Tapi puji Tuhan, Roh Kudus selalu menguatkan saya. Saya juga selalu mendoakan agar saya bisa berdamai dan pulih, terus memperbaiki diri saya atas kesalahan yg mungkin jg saya lakukan ke dia, serta mendoakan agar dia bisa sadar dan berdamai juga dengan masa lalunya. Saya sadar dan mengambil hubungan toxic itu sebagai pengalaman yang mendewasakan.
Sampai sekarang saya selalu bersyukur dgn kebaikan Tuhan termasuk org2 yg Tuhan percayakan ada di sekelilingku dan mendukung saya.
terima kasih untuk kesaksiannya..
terima kasih untuk kesaksiannya..
terkadang, kata maaf seolah tak ada lagi harganya. jadi berusahalah untuk selalu meminta maaf jika salah karna Tuhan sudah mengajarkan kita untuk saling memaafkan dan meminta maaf