Melihat Jelas Batas Antara Hidup dan Mati, Ini Kisahku Menjadi Perawat di Masa Pandemi Covid-19

Oleh Galang Siregar

Sudah enam tahun aku tinggal merantau jauh dari keluarga. Bersama tiga temanku, kami bekerja sebagai perawat di unit perawatan intesif (ICU) di sebuah rumah sakit swasta di Jawa Barat. Ketika virus corona mewabah di Tiongkok, aku tak berpikir kalau virus itu akan masuk ke Indonesia dan menjangkiti banyak orang. Namun, inilah kenyataannya sekarang. Kita sedang bertarung melawan virus-virus tak kasat mata.

Rumah sakit tempatku bekerja sebenarnya bukanlah rumah sakit rujukan untuk COVID-19, namun rumah sakit kami tetap berusaha menangani pasien ODP dan PDP sampai mereka mendapatkan fasilitas rujukan. Tapi, untuk mendapatkan fasilitas rujukan tidak mudah, apalagi jika keadaan pasien semakin memburuk. Pihak rumah sakit kami pun membentuk tim khusus penanganan COVID-19 untuk menangani pasien yang kondisinya memburuk dan tak mendapat rujukan.

Aku terpilih menjadi bagian dari tim tersebut. Tak lama setelah tim terbentuk, datang pasien PDP dengan kondisi sakit berat. Tim kami bertugas di ICU isolasi. Dalam sekali tugas, ada empat perawat yang bertugas dan dibagi menjadi 3 shift bergantian: pagi, siang, dan malam. Dalam setiap shift, satu perawat bertugas merawat dua pasien. Setiap kali melakukan handover dari shift sebelumnya ke shift kami, kami memulainya dengan berdoa.

Kami saling memeriksa apakah sudah aman untuk masuk menangani pasien. Pasien 1, Tn. G, usianya 51 tahun. Dia datang dari UGD dengan kondisi tidak sadar. Nafasnya sudah diintubasi, dibantu oleh mesin ventilator. Tn. G masuk dalam kategori pasien PDP karena berdasar hasil CT-scan terdapat pnemumonia di paru-parunya. Pasien juga sudah menjalani rapid test dan hasilnya reaktif, dan sekarang sedang menunggu giliran diambil sampel swab untuk menegaskan diagonosisnya. Kondisi Tn. G terus memburuk. Tensinya menurun dan harus mengonsumsi obat yang mendukung tensi darahnya. Keluarga sudah diberikan informasi mengenai consent, dan mereka memilih opsi DNR (do not resuscitation) atau tidak perlu diresusitasi untuk mencoba mengembalikan kesadaran. Keluarga menganggap risiko Tn. G untuk kembali sembuh kecil, dan jika opsi resusitasi dilakukan, risiko penularan virus ke petugas medis akan lebih besar.

Meski keadaan Tn. G bisa dikatakan amat buruk, kami tetap berusaha memberikan pelayanan yang terbaik. Kami selalu rutin membilas lambung Tn. G yang kotor dan mengobservasinya, supaya saat lambung itu telah bersih kami bisa memberinya nutrisi. Puji Tuhan! Mukjizat terjadi. Keadaan Tn. G perlahan membaik. Tensinya mulai naik dan Tn. G tidak lagi bergantung pada obat untuk menaikkan tensinya. Kemudian, kami mulai menyetop pemberian obat sedasi (obat penenang) untuk menilai sejauh mana kesadaran Tn. G.

Suatu ketika, aku membangunkan Tn. G dan dia membuka matanya. Kucoba berikan perintah untuk mengedipkan mata dan menggerakkan kaki serta tangan, dan Tn. G mampu melakukannya. Tn. G masih mengenakan ventilator sehingga dia tak dapat bicara. Saat itu aku yakin kesadaran Tn. G sudah membaik, hanya nafasnya saja masih harus dibantu oleh ventilator.

Aku berkata kepada Tn. G. “Bapak jangan khawatir.” Lalu kutanya, “Apakah bapak percaya Tuhan Yesus?” Dia mengedipkan matanya.

Kulanjutkan kalimatku bahwa Tuhan Yesus ada di sini, Tn. G tak perlu khawatir karena keluarganya mendoakan dia, dan aku pun senantiasa ada di dekatnya untuk melayaninya. Setiap kali aku memberikan makan dan obat, aku mengajak Tn. G untuk berdoa bersama. Hasil tes swab sudah diambil, semoga hasilnya baik. Saat ini Tn. G masih dalam perawatan.

Pasien kedua, Ny. P, usianya 77 tahun. Ny. P menjadi PDP karena memiliki riwayat perjalanan ke luar negeri lalu mengalami gejala sesak. Ny. P dibawa dari UGD dalam keadaan sadar namun nafasnya berat. Timku yang terdiri empat perawat bersehati mendoakan Ny. P, merawatnya, sembari memotivasi Ny. P untuk juga berdoa dalam hatinya. Karena nafasnya semakin berat, kami menggunakan ventilator dan dua obat pendukung tensi. Puji Tuhan, keadaan Ny. P semakin membaik. Saat ini kondisi Ny. P tak lagi bergantung pada ventilator dan dia sudah bisa makan menggunakan mulutnya.

Cerita yang kutulis ini adalah sekelumit pengalamanku melayani sebagai petugas medis di garda terdepan. Jika kamu membaca kesaksianku ini, aku mohon kiranya kamu pun berdoa bagi setiap orang yang sakit tanpa melihat latar belakang orang tersebut.

Pandemi virus corona ini hadir secara nyata di tengah kita, namun kita pun yakin bahwa Tuhan Yesus berkarya di tengah-tengah pandemi ini. Dia sanggup menyembuhkan, memulihkan, menghibur, dan memberi kedamaian bagi setiap kita.

Baca Juga:

Menghadapi Disrupsi: Mencoba, atau Menyerah?

Disrupsi, artinya tercabut dari akar. Aktivitas yang dulu dengan mudah kita lakukan secara tatap muka, sekarang terpaksa dikurangi atau ditiadakan. Kita mengubah kebiasaan lama untuk menyesuaikan dengan pola baru. Bagaimana ke depannya?

Bagikan Konten Ini
18 replies
  1. Frau Thäle
    Frau Thäle says:

    Kiranya Tuhan mengasihi dan menjagai kalian jg tim garda depan Covid 19, JBU 🙏

  2. Kevin CPN
    Kevin CPN says:

    God bless kak, terus semangat menjadi benihNya Tuhan di bidang kesehatan ! keep on fireeeee

  3. Junteg
    Junteg says:

    Tuhan akan menjaga kamu & menjadikan kamu saksi bagi nama-Nya di tempat itu, saya akan terus berdoa bagi semua tim medis disitu

  4. ady
    ady says:

    Tuhan sumber pengharapan, selalu memberi kekuatan dan dukungan untuk umat yg melayNi dengN Kasih yg Tuhan ajarkan.
    Nama Tuhan di Puji..

  5. Samuel
    Samuel says:

    Semangat terus kak, yakinlah Tuhan selalu menyertai dalam kesulitan apapun. GBU

  6. sherly
    sherly says:

    Tuhan menjagai para team medis sebagai garda terdepan dan pasien disembuhkan dalam nama Tuhan. Amin

  7. Gaby
    Gaby says:

    Terima kasih utk sharingnya! Ikut bantu dalam doa ya baik pasien maupun petugas di RS

  8. Tika.key
    Tika.key says:

    Tuhan memberkati engkau dan melindungi engkau. Tangan Tuhan akan ttap membantumu, di sampingmu. Ttep berjua g para dokter, perawat tim medis. Doa kami menyertaimu

  9. rida
    rida says:

    woy…..ttp smngt buat ito garda ddpn, Tuhan mnjaga dan ttp menguatkan ito ddlm tugas,…smngt ya to, kmi dr blkng ttp mendokan ito dan semua tim, Tuhan mmbrkti amin…..

  10. Cendana
    Cendana says:

    Tetap semangat dan selalu andalkan Tuhan para pahlawan medis. Tuhan Yesus menutup bungkus kita dengan darahNya yg tercurah d Kalvari.

  11. Fransina Juliana Millu
    Fransina Juliana Millu says:

    Amin🙏😘😇🛐 Puji Tuhan Yesus, saya setiap hari selalu berdoa, agar semua yang bertugas menanggani pasien di beri kepercayaan bahwa Tuhan Yesus selalu hadir menolong mu didalam setiap pelayanmu dan ada saudara-saudara seiman yang mendoakanmu kamu tida sendiri, Tuhan Yesus selalu memberi kesehatan dan semangat didalam melayani. APAPUN JUGA YANG KAMU PERBUAT, PERBUATLAH DENGAN SEGENAP HATI SEPERTI UNTUK TUHAN DAN BUKAN UNTUK MANUSIA. Kolose3:23. GOD BLESS YOU🙏😘🛐

  12. Casuarina
    Casuarina says:

    semangat terus bang sebagai garda terdepan, saya sebagai mahasiswa keperawatan termotivasi dengan cerita ini. kiranya pandemi ini segera berlalu. Tuhan Yesus Memberkati😇

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *