Keraguan dan Iman

Sabtu, 9 Mei 2020

Keraguan dan Iman

Baca: Ayub 1:20-22; 2:7-10

1:20 Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah,

1:21 katanya: “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!”

1:22 Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.

2:7 Kemudian Iblis pergi dari hadapan TUHAN, lalu ditimpanya Ayub dengan barah yang busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya.

2:8 Lalu Ayub mengambil sekeping beling untuk menggaruk-garuk badannya, sambil duduk di tengah-tengah abu.

2:9 Maka berkatalah isterinya kepadanya: “Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!”

2:10 Tetapi jawab Ayub kepadanya: “Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?” Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.

 

Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan! —Ayub 1:21

Keraguan dan Iman

Ming Teck bangun dengan sakit kepala yang parah dan mengira migrainnya kambuh. Namun, ketika turun dari ranjang, ia langsung jatuh ke lantai. Ia pun dilarikan ke rumah sakit dan dokter mengatakan bahwa ia terkena serangan otak. Setelah empat bulan menjalani masa rehabilitasi, kemampuan berpikir dan berbicaranya mulai pulih, tetapi jalannya masih tertatih-tatih. Ming sering bergumul dengan perasaan putus asa, tetapi ia merasa sangat terhibur membaca kitab Ayub.

Ayub kehilangan seluruh harta benda dan anak-anaknya hanya dalam waktu satu hari. Ketika mendapat berita yang menyedihkan itu, hal pertama yang ia lakukan adalah memandang kepada Allah dalam pengharapan dan memuji Dia sebagai sumber atas segala sesuatu. Ia mengakui kedaulatan tangan Allah bahkan dalam kemalangan (Ayb. 1:21). Kita mengagumi imannya yang kuat, tetapi sesungguhnya Ayub juga bergumul dengan perasaan putus asa. Setelah kemudian kehilangan kesehatannya (2:7), Ayub mengutuki hari kelahirannya (3:1). Ia bersikap jujur di hadapan sahabat-sahabatnya dan juga kepada Allah mengenai penderitaannya. Namun, pada akhirnya, ia dapat menerima bahwa hal baik maupun buruk memang datang dari tangan Allah (13:15; 19:25-27)

Dalam penderitaan, kita juga bisa merasa terombang-ambing antara perasaan putus asa dan pengharapan, keraguan dan iman. Dalam menghadapi masa-masa sukar, kita tidak dituntut Allah untuk bersikap tangguh dan gagah, tetapi kita diundang untuk datang kepada-Nya dengan membawa segala pertanyaan kita. Walaupun terkadang iman kita bisa menjadi lemah, kita dapat mempercayai bahwa Allah akan selalu setia. —Poh Fang Chia

WAWASAN
Kisah Ayub, bahkan dengan kehilangan dan penderitaan yang begitu ekstrem, adalah penyajian yang jujur dari kehidupan dalam sebuah dunia yang rusak. Kita menghadapi perlawanan dari sisi rohani (Iblis) maupun manusia (istri dan teman-teman Ayub). Kita mengalami masa-masa kemakmuran (Ayb. 1:1-3) dan waktu-waktu kehilangan yang berkepanjangan (ps.1–2). Hati kita pedih karena kehilangan orang-orang yang kita kasihi (1:18-19) dan kesehatan kita dicobai (2:7). Pencobaan yang dialami Ayub sangat lengkap hingga menyentuh hampir setiap aspek dari penderitaan manusia, dan respons Ayub juga merupakan respons yang sangat manusiawi. Terkadang, Ayub mengekspresikan iman dan kepercayaan yang luar biasa kepada Allah (1:20-22), dan di waktu lain ia mempertanyakan sikap Penciptanya yang seakan tidak peduli pada kesusahannya (30:20-24). Pengalaman rohani dan emosional yang jatuh-bangun ini mengingatkan kita akan realitas hidup kita di dunia—realitas tempat Allah memanggil kita untuk mempercayai Dia (ps.38–41), sekalipun kita tidak mengerti apa yang sedang terjadi pada diri kita. —Bill Crowder

Keraguan dan pertanyaan apa saja yang perlu kamu bawa ke hadapan Allah hari ini? Bagaimana kamu dapat menggunakan Ayub 1:21 sebagai tuntunanmu dalam berdoa kepada Allah?

Bapa yang baik, ketika keraguan dan rasa takut menguasaiku, tolonglah aku untuk mengingat bahwa aku berharga di mata-Mu. Engkau selalu memegang kendali dan Engkau mempedulikanku.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Raja-Raja 7-9; Yohanes 1:1-28

Bagikan Konten Ini
23 replies
  1. Kristin S Silaban
    Kristin S Silaban says:

    Nggak bisa di pungkiri terkadang tidak harus terlihat kuat ketika diperhadapakn dengan suatu pergumulan. Sama seperti Ayub yang kehilangan banyak hal dalam hidupnya namun ditengah setiap keterpurukan Ia mempercayakan hidupnya secara penuh kepada Allah.
    Bagaimana dengan kita? Menjadi lemah adalah sifat kemanusiaan kita, namun memilih berserah pada Dia ditengah kondisi kita adalah suatu hikmat yang kita dapat jika dan hanya jika kita memiliki relasi yang erat dengan Dia. Semangaaaat

  2. Renato
    Renato says:

    terimah kasih Tuhan kepedulian mu trhdp kami luar biasa untuk hidup kami yg seterus nya. Amien

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *