Sukacita Menantikan Hukuman Mati

Rabu, 18 Maret 2020

Sukacita Menantikan Hukuman Mati

Baca: 1 Petrus 1:3-9

1:3 Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan,

1:4 untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu.

1:5 Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir.

1:6 Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan.

1:7 Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu–yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api–sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.

1:8 Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihi-Nya. Kamu percaya kepada Dia, sekalipun kamu sekarang tidak melihat-Nya. Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan,

1:9 karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan jiwamu.

Kamu percaya kepada Dia, sekalipun kamu sekarang tidak melihat-Nya. Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan. —1 Petrus 1:8

Sukacita Menantikan Hukuman Mati

Pada tahun 1985, Anthony Ray Hinton didakwa membunuh dua orang manajer restoran. Ia sebenarnya dijebak, karena ketika pembunuhan itu terjadi ia sedang berada di tempat yang sangat jauh dari TKP. Namun, Ray tetap dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati. Dalam persidangan, Ray mengampuni orang-orang yang memfitnahnya, dan mengatakan bahwa ia tetap memiliki sukacita meski diperlakukan tidak adil. “Setelah mati, saya akan pergi ke surga,” katanya. “Kalian sendiri akan pergi ke mana?”

Hidup sebagai terpidana mati sangatlah berat bagi Ray. Lampu-lampu penjara berkedip-kedip setiap kali kursi listrik digunakan untuk mengeksekusi narapidana lain, dan itu mengingatkannya pada hukuman yang menantinya kelak. Satu dari sekian banyak ketidakadilan yang dihadapi Ray dalam upaya naik banding adalah ketika ia berhasil melewati tes deteksi kebohongan tetapi pengadilan mengabaikan hasil tes tersebut.

Akhirnya, pada hari Jumat Agung 2015, hukuman pidana yang dijatuhkan atas Ray dibatalkan oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat. Saat itu, ia sudah hampir tiga puluh tahun menjadi terpidana mati. Hidupnya menjadi kesaksian bahwa Allah benar-benar ada. Karena imannya kepada Yesus, Ray memiliki pengharapan melampaui pencobaan yang ia alami (1Ptr. 1:3-5) dan mengalami sukacita supernatural di hadapan ketidakadilan (ay.8). “Sukacita yang kumiliki” kata Ray setelah dibebaskan, “tidak dapat direnggut dariku di dalam penjara.” Sukacita sedemikian rupa membuktikan kemurnian imannya (ay.7-8).

Sukacita menantikan hukuman mati bukanlah hal yang bisa dipalsukan. Iman seperti itu mengarahkan kita kepada Allah yang selalu hadir meski tak terlihat dan yang siap menguatkan kita yang didera pencobaan berat.—Sheridan Voysey

WAWASAN
Ketika membaca 1 Petrus 1:3-9, kita mungkin salah mengira bahwa Petrus mengatakan kepada para pembaca suratnya untuk bersukacita karena penderitaan mereka. Namun, jika kita menyelidiki bacaan ini lebih dalam, Petrus menginginkan para pembaca untuk bersukacita bahwa penderitaan mereka akan menerima “puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya” (ay.7). Kemudian, Petrus menyatakan bahwa orang-orang yang percaya dalam Yesus seharusnya tidak heran ketika cobaan atau “nyala api siksaan” terjadi untuk menguji mereka (4:12). Sekali lagi, ia menyatakan bahwa menderita untuk Kristus adalah suatu alasan untuk bersukacita karena hal itu berarti “Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu” (ay.14). Lebih dari itu, cobaan-cobaan tersebut tidaklah berarti jika dibandingkan dengan sukacita dan kemuliaan kekal yang akan mereka dapatkan. Melalui cobaan, iman mereka akan dibuktikan kemurniannya (1:7), dan iman yang murni akan berujung pada keselamatan (ay.9)—sebuah alasan yang sangat baik untuk bersukacita! —Julie Schwab

Ingatlah orang-orang yang pernah mengalami sukacita Allah di tengah pencobaan berat. Bagaimana kualitas iman mereka? Bagaimana kamu dapat membawa sukacita Allah kepada seseorang yang saat ini sedang mengalami ketidakadilan?

Ya Allah sumber pengharapan kami, penuhilah kami dengan sukacita dan damai sejahtera-Mu seraya kami terus mempercayai-Mu terlepas apa pun situasi kami saat ini. Kami mengasihi-Mu!

Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 32-34; Markus 15:26-47

Bagikan Konten Ini
22 replies
  1. Kristin S Silaban
    Kristin S Silaban says:

    Bersukacitalah senantiasa sekali lagi Tuhan mengatakan bersukacitalah. Bukan berarti kita bahagia dengan penderitaan dan kesusahan yang ada namun kita bersukacita sebab kita tau kita punya Tuhan yang sudah menyiapkan rancangan yang terbaik dan akan membukakan jalan yang tepat bagi setiap kita. 🙂

  2. Agustina
    Agustina says:

    Terima kasih Tuhan, dari renungan ini membuat saya benar-benar yakin bahwa Allah itu ada, di tengah ketidakadilan hidup ini.. Allah mau supaya kita tetap percaya kepada-Nya dalam situasi apapun..

  3. Maretha Vien
    Maretha Vien says:

    amazing! baca renungan ini sampe nangis loh.. kiranya kita semua bs punya iman yg sprti dia ya. bersukacita karena Tuhan bukan karena keadaan.

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *