Teladan Kasih-Nya Memampukanku untuk Mengampuni

Oleh Ananda Utami*, Jakarta

Malam semakin larut, namun aku tetap terjaga. Air mataku terus mengalir. Sudah hampir setahun aku dan pacarku berkomitmen untuk saling mengenal, tapi perjalanan relasi kami terasa terjal. Sehari sebelumnya, pacarku bercerita mengenai sesuatu yang membuatku kecewa.

Aku tidak dilahirkan dalam keluarga yang percaya pada Kristus, namun beberapa tahun lalu aku mengenal-Nya dan memantapkan diriku untuk sungguh-sungguh jadi orang Kristen. Sejak saat itu, aku mengalami penolakan dari orang-orang terdekatku yang sampai hari ini masih kugumulkan. Berbagai label negatif disematkan padaku. Mereka juga menjauhiku, menganggap aku tak lagi segolongan dengan mereka.

Latar belakang inilah yang menjadi salah satu faktor yang meragukan bagi ibu pacarku. Beliau tidak ingin ambil risiko dengan keluarga besarku yang bukan Kristen apabila kelak anaknya menikah denganku. Dan, beliau juga berasumsi bahwa keputusanku untuk berpindah iman itu adalah strategi untuk bisa berpacaran dengan anaknya. Padahal sebelum aku menjalin relasi ini, aku telah lebih dulu menjadi Kristen.

Dalam kekecewaanku, beberapa kali aku sempat marah dan bertanya pada Tuhan. “Mengapa, Tuhan? Mengapa orang yang bahkan terlihat baik dan ramah di depanku ternyata tidak sebaik yang kukira? Mengapa pula orang tersebut tidak ingin mengenalku lebih jauh terlebih dulu sebelum menyimpulkan? Mengapa beliau menuduh ini dan itu tentang imanku? Bukankah seharusnya orang Kristen saling mendukung dalam Tuhan? Bukankah seharusnya beliau bersukacita ketika ada satu orang anak yang berbalik pada Tuhan? Mengapa citra diriku terlihat sangat buruk di mata beliau padahal aku telah berusaha sebaik mungkin?”

Pertanyaan-pertanyaan itu semakin membuatku sedih, dan aku malah jadi iri dengan orang-orang yang sudah Kristen sejak lahir, yang tak perlu mengalami penolakan sepertiku. Aku lelah terus menerus disalah mengerti oleh keluargaku, temanku, dan sahabatku.

Air mataku masih berderai, namun aku berusaha berdoa. “Tuhan, meski rasanya sakit, tolong sembuhkan hatiku.”

Aku tahu benar bahwa mengikut Kristus tidaklah mudah dan pada hakikatnya manusia memang selalu mengecewakan karena manusia telah jatuh ke dalam dosa. Ketika manusia dapat saling mengasihi, itu terjadi karena anugerah Allah dan kasih-Nya yang memampukan. Aku pun tahu bahwa sebagai pengikut Kristus, sudah semestinya kita saling mengasihi dan memaafkan. Namun, nyatanya hal inilah yang sangat sulit kulakukan saat itu. Semuanya terasa seperti teori belaka. Mungkin pada saat itu, aku belum mau membuka hatiku untuk memaafkan.

Di tengah kebinganku, aku teringat firman Tuhan yang pernah kudengar dari Yakobus 1:19-27. Yakobus mengajar kita untuk cepat mendengar namun lambat berkata-kata dan tidak cepat marah. Dalam hal ini, bukan berarti kita tidak boleh marah, tapi ketika kita sadar bahwa kita dalam keadaan hati yang tidak baik, kita harus menguji apakah hal yang kita rasakan merupakan sesuatu yang benar. Bisa jadi, apa yang kita rasakan adalah sesuatu yang wajar dan diperbolehkan, bisa juga tidak. Bahkan, bisa jadi pula kondisi tersebut muncul karena berhala tersembunyi yang masih tersimpan dalam diri kita.
Lantas, bagaimana mengujinya?

Yakobus mengajak kita untuk bercermin kepada hukum yang sudah Tuhan berikan kepada kita. Mungkin saja selama ini kita sudah sering bercermin dan sudah tahu bagian mana dalam diri kita yang perlu diperbaiki. Namun, kita sering lupa untuk memperbaiki bagian-bagian tersebut. Kita cenderung mengingat hal-hal yang dianggap penting seperti: nomor telepon darurat, tanggal ulang tahun, dan sebagainya. Ketika kita melupakan sesuatu, bisa jadi hal tersebut kita anggap kurang penting. Begitu juga dengan hukum Allah. Mungkin kita tidak menganggap penting hukum Allah hingga kita lupa menaatinya. Di ayat 25 dituliskan bahwa hukum Allah adalah hukum yang sempurna dan memerdekakan. Setiap orang yang menaatinya akan berbahagia. Mungkin selama ini kita kurang percaya bahwa hukum Allah adalah hukum yang sempurna dan memerdekakan, sehingga kita cenderung menuruti hukum yang dibuat oleh budaya manusia atau pemikiran kita sendiri.

Ketika aku bercermin kepada hukum Allah, aku mendapati ada berhala dalam diriku, yaitu menginginkan kasih dan pengakuan dari orang lain. Kadang aku masih menggantungkan identitasku kepada manusia, bukan kepada Tuhan. Aku merasa orang lain akan lebih mengasihiku ketika aku bersikap baik pada mereka, sehingga ketika sikap baikku dibalas dengan hal buruk, aku kecewa. Padahal aku tahu betul bahwa hukum yang terutama adalah mengasihi Allah dan sesama. Sudah seharusnya aku tetap mengashi orang yang berlaku buruk padaku. Namun, mengasihi mereka rasanya teramat sulit karena saat itu aku belum benar-benar percaya bahwa hukum Allah adalah hukum yang memerdekakan.

Malam itu, aku benar-benar berdoa dan memohon pada Tuhan supaya aku dapat mengampuni orang yang telah menyakiti hatiku. “Tuhan, aku tidak bisa, tolong aku.” Seketika itu air mataku terhenti, saat aku teringat akan salib-Nya. Di tengah penderitaan-Nya pun, Yesus tetap mengasihi orang-orang yang menganiayanya. Bukannya menyalahkan Bapa atas keadaan-Nya saat itu, Yesus malah mendoakan orang-orang yang menganiaya-Nya.

Jika Tuhan telah menujukkan padaku untuk mengasihi dan mendoakan, mengapa aku tidak bisa melakukannya? Pantaskah aku untuk tidak mengampuni orang yang melakukan kesalahan kecil padaku jika Tuhan saja rela berkorban bagi dosa-dosaku yang sangat hina?

Aku memohon ampun pada Tuhan dan Dia memulihkan hatiku. Aku belajar menerima keadaan, mengampuni, serta mendoakan. Dan, memang benar bahwa hukum Allah adalah hukum yang memerdekakan. Aku merasakan kelegaan, dan aku pun dapat kembali melanjutkan aktivitasku di keesokan harinya dengan sukacita, persis seperti apa yang dituliskan Yakobus.

Mengasihi adalah pekerjaan yang sulit dilakukan, terlebih jika orang yang semestinya kita kasihi tidak memperlakukan kita dengan baik. Namun, mari terus berusaha menaati Tuhan dan hukum-Nya yang sempurna dan memerdekakan. Teruslah mengasihi bagaimana pun keadaannya, karena Tuhan sudah terlebih dahulu mengasihi kita.

*bukan nama sebenarnya

Baca Juga:

Yesus Sayang Semua, Aku Masih Berusaha, Kamu?

Yesus menyatakan pentingnya hidup kudus, mengampuni dan juga mengasihi musuh kita.

Mudahkah melakukan itu semua?

Sepanjang sejarah kekristenan,dari masa lalu sampai masa kini, meneladani teladan kasih Yesus bukanlah hal mudah.

Bagikan Konten Ini
9 replies
  1. dina
    dina says:

    Tuhan Yesus ajar aku utk lebih mengenal Engkau,karena Engkau Tuhan yg dapat mengubah hatiku utk lebih mengasihi sesamaku terlebih org2 yg memusuhiku,sipaya aku dpt memaafkan mereka.Amin.

  2. elen
    elen says:

    Shallom.
    Terima kasih ya sudah menginspirasi.
    Teruslah menebarkan kasih dan menjadi berkat serta menginspirasi.
    Tuhan Yesus memberkati.

  3. WarungSateKamu
    WarungSateKamu says:

    Halo Esther,

    Untuk subscribe WarungSaTeKaMu saat ini belum dapat dilakukan. Silakan akses konten-konten WarungSaTeKaMu langsung via website atau Android appmu ya.

    Salam,
    Tim WarungSaTeKaMu

  4. Ruth Gratia
    Ruth Gratia says:

    Jujur artikel ini sangat memberi dampak yang baik untuk aku. Keadaan yang aku alami hampir sama seperti yang penulis alami. Membaca ini aku merasa pemikiran ku terbuka, dan percaya Tuhan pasti menolong aku dan Tuhan mampukan aku untuk mengampuni orang-orang yang membuatku kecewa.

  5. Rapika Lumbantoruan
    Rapika Lumbantoruan says:

    susah untuk memaafkan teman kita yang memang sifat dan perbuatannya yang selalu saja menyakiti hati kita… namun Tuhan mengajarkan untuk tetap saling memaafkan.. meskipun susah tapi harus mencoba dan tetap sabar.. dan mendoakan semoga dia dapat berubah
    . 🙏🙏 Amin…

  6. Winda
    Winda says:

    Wah saya terberkati sekali terkhusus di bagian “melupakan firman mungkin karena belum yakin bahwa firmanNya memerdekakan kita”, dan “Yesus yang tidak menyalahkan Bapa atas kondisi sulitNya”
    Gbu penulis 🙂

  7. Ronald
    Ronald says:

    manusia mmg seringkali mengecewakan, tp biarlah kita mau sll memandang kpd Allah, maka kita akan mengalami sukacita dan damai sejahteraNya.amin Godbless🙏

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *