Bersyukur dan Percaya di Tengah Kesulitan, Sanggupkah?

Oleh Cana, Surabaya

Pimpinan di tempat kerjaku memanggilku di bulan Desember lalu dan menyampaikan bahwa kontrak kerjaku tidak akan dilanjutkan lagi.

“Oh Tuhan…kejutan apa lagi yang akan terjadi di tahun ini?” Pertanyaan ini segera muncul di benakku.

Sepanjang tahun 2019 lalu, rasanya mudah sekali menuliskan “kejutan-kejutan” yang tak terduga karena begitu banyak hal yang terjadi di luar perkiraanku dan tak terbayangkan sebelumnya.

Perasaan yang paling sering muncul adalah rasa takut dan khawatirku yang semakin menyesaki pikiran. Tahun 2019, suasana hatiku seperti roller-coaster yang naik turun tak tentu. Dimulai dari bulan Januari, bapakku terserang stroke dan harus dirawat di rumah sakit. Kemudian, disusul ibuku yang terkena tumor di payudara dan harus segera dioperasi. Belum selesai di sini, di pertengahan tahun, suamiku tidak dilanjutkan masa kontrak kerjanya. Beberapa bulan kemudian, adik perempuanku menderita sakit yang cukup aneh di bagian bibir.

Hal yang membuat hatiku hancur adalah ketika aku harus kehilangan anak pertamaku—seorang anak perempuan yang kuharap dapat kugendong dan kuajak beribadah bersama saat Natal dan tahun baru.

Namun, semuanya sirna. Anakku hanya bertahan hidup selama empat hari, kemudian pulang kembali ke pangkuan-Nya. Aku larut dalam kesedihan dan kekecewaan yang mendalam saat kehilangan buah hatiku. Seharusnya Oktober 2019 adalah bulan yang kami nantikan untuk bisa bersama-sama dengannya, tapi yang terjadi malah sebaliknya.

Aku kira segala kegetiran ini berakhir di sini, ternyata belum. Awal Desember lalu, atasanku di tempat kerja meneleponku. Aku diminta menghadap ke ruangannya. Dia berkata bahwa kontrak kerjaku tidak akan diperpanjang dan masa kerjaku akan berakhir di Januari 2020.

Dari serentetan kejadian demi kejadian, aku mempertanyakan di manakah Dia dan segala penyertaan-Nya? Apakah aku tidak layak menerima segala hal yang baik? Apakah aku masih punya harapan ke depannya? Apakah aku perlu berharap lagi kepada-Nya? Mengapa semuanya terasa seperti sama saja?

Sejujurnya rasa khawatir, takut, sedih, dan kecewa sering datang dan membuatku hampir menyerah atas hidup ini. Namun di sisi lain, banyak orang mungkin bertahan untuk hidup sedangkan aku malah ingin menyerah untuk hidup.

Merenungkan kembali kehidupan

Setelah melahirkan, aku memiliki waktu cuti 3 bulan. Waktu yang cukup panjang untuk merenungkan segalanya, pikirku. Hari-hari aku lewati dengan menangis dan menyesal.

Aku tetap berusaha membaca firman Tuhan, khususnya kitab Ayub dan mendengarkan semangat-semangat yang diberikan oleh keluarga dan suamiku. Namun, semuanya terasa sama dan sepertinya tidak berdampak apa-apa. Aku masih menginginkan segalanya harus sejalan dengan apa yang aku inginkan. Aku ingin kedua orang tuaku tidak sakit. Aku ingin pekerjaan suamiku dilancarkan. Aku ingin anakku hidup dan aku masih bisa bekerja.

Mengapa semuanya terjadi? Apa salahku? Pertanyaan ini kuajukan pada Tuhan.

Tidak ada jawaban yang memuaskan logikaku. Sampai saat ini pun rasanya aku belum menemukan jawaban yang memuaskanku. Rasanya aku hanya diminta percaya saja dan tetap percaya akan apa yang Dia rencanakan…dan aku tidak tahu apa yang Dia rencanakan akan berakhir seperti apa ke depannya. Percaya…yah, cukup percaya tanpa perlu beralasan. Sesuatu yang teramat sulit aku lakukan.

Selama masa cuti melahirkan itu, aku lebih banyak di rumah, mengingat semua hal yang terjadi khususnya selama setahun belakangan. Aku berdoa dan belajar untuk membuka pikiranku satu demi satu hingga pelan-pelan mulai muncul rasa syukur.

Iya, benar kedua orang tuaku sakit. Tapi, bukankah Tuhan juga yang memberikan pemulihan? Sebelumnya, bapakku hanya bisa terbaring di kasur. Kemudian, bapak bisa naik kursi roda, memakai alat bantu jalan dan sekarang sudah bisa jalan sendiri meskipun kadang masih harus digandeng. “Iya, Tuhan menyertai orang tuaku,” kataku dalam hati.

Saat itu, ibuku tahu ada benjolan di bagian payudaranya. Kemudian, ajaibnya, dia bisa mendapatkan rumah sakit dnegan fasilitas yang baik untuk operasi melalui BPJS. Sampai sekarang, tidak ada benjolan yang sakit seperti dulu, meskipun kadang nyerinya masih terasa. Tapi, tidak perlu ada tindakan operasi lagi. “Iya, Tuhan, aku tahu,” kataku lagi dalam hati.

Aku diberitahu oleh ibuku tentang kondisi adik perempuanku yang sedang kuliah di Bandung. Sakitnya tidak segera sembuh, padahal sudah berobat ke sana ke mari. Kemudian, aku inisiatif bertanya ke temanku yang seorang dokter dan disarankan untuk berobat ke rekannya yang sesama dokter di Bandung. Adikku sembuh total! “Iya…iya, Tuhan, aku harusnya berterima kasih kepada-Mu,” pikirku.

Dan, ketika kontrak kerja suamiku dihentikan, tanpa ada jeda menganggur dia dipanggil dan diterima di tempat kerja baru dengan salary yang lebih baik dari sebelumnya. “Ya, aku tahu Engkau memelihara kami berdua,” kataku dalam hati.

“Tapi, untuk yang terakhir ini, saat anakku tidak ada, di manakah penyertaan-Mu Tuhan?” aku lanjut bertanya kepada-Nya.

Anak kami meninggal karena ada masalah pada paru-parunya, sehingga dia sulit bernafas. Ada beberapa teman yang mengatakn bahwa seorang anak dengan kondisi seperti itu kelak akan kesulitan dalam masa pertumbuhannya. Mungkin, inilah jalan terbaik. Sebagai ibu, tentu aku tidak setuju dengan pendapat ini awalnya. Tapi, pada akhirnya, aku pun menerimanya dan berpikir yang sama. “Tuhan, aku sulit menerima hal ini, tapi aku mau tetap percaya ini jalan yang terbaik dari-Mu,” kataku dalam hati.

Dan, untuk pekerjaanku yang akan berhenti di bulan Januari ini, aku masih belum memiliki rencana ingin mendaftar di mana dan belum diterima di tempat mana pun. Namun, aku memberanikan diri untuk mengikuti seleksi CPNS dan baru saja keluar pengumuman kalau aku lolos tahapan administrasi. “Iya, aku tahu, Engkau yang mengizinkanku lolos tahapan ini,” pikirku.

Setelah aku merenungkan satu demi satu peristiwa setahun ke belakang, aku bisa berkata, “Tuhan terima kasih. Ajarku bersyukur dan semakin mantap untuk mempercayai rencana-Mu untukku. Ke depannya, aku tidak tahu kejutan apa lagi yang terjadi, apakah itu baik atau buru. Baik atau buruknya itu menurut otakku manusia, tapi apa pun itu aku akan berusaha memilih untuk selalu percaya dan berharapa kepada-Mu.”

“Karena rancangan-Mu bukanlah rancanganku dan jalan-Mu bukanlah jalaku. Sebab Engkau tahu rancangan terbaik untukku, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadaku hari depan yang penuh harapan” (diadaptasi dari Yesaya 55:8 dan Yeremia 29:11).

Baca Juga:

Imperfect: Menjadi Sempurna dalam Ketidaksempurnaan

“Film besutan Ernest Prakasa dan istrinya, Meira Anastasia yang tayang perdana di akhir 2019 lalu mungkin menjadi film yang dinantikan banyak orang. Film ini mengangkat isu yang hangat di masyarakat saat ini: insecurity.

Bagaimana kamu berjuang mengatasi perasaan insecurity?”

Bagikan Konten Ini
14 replies
  1. AJI Susanto
    AJI Susanto says:

    Terima kasih renungannya..
    Proses kehidupan yang Tuhan ijinkan terjadi dalam setiap kita anak-anakNya..
    Tetaplah percaya & pegang janji firmanNya..
    Semau akan indah pada waktuNya..

    Roma 8:28 TB
    Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.

    TB: Alkitab Terjemahan Baru

    Tuhan Yesus Kristus Memberkati 🙂

  2. Frensia
    Frensia says:

    Halelluya
    Sangat terberkati
    Saya juga bener2 bersyukur Tuhan izinin saya ngerasain bnyak kejadian di 2019
    Tapi satu yg saya mau pegang selamanya Tuhan ttep sertai apapun badainya
    Buat kalian yg saat ini lagi ada di kondisi yang sulit terus andalkan Tuhan jangan pakai kekuatan sendiri
    Terimakasih untuk artikelnya
    Tuhan memberkati

  3. Wilson
    Wilson says:

    Luar biasa…
    Memandang hal yg buruk dari perspektif iman Kristen. Kita bisa mempersiapkan masa depan sedemikan rapi dan matang, tp kita jg harus mempersiapkan hati, pikiran dan mental utk hal2 yg tidak kita duga. Mengarahkan pandangan tetap pada Tuhan. Terima kasih artikelnya.

  4. Jonathan Sinaga
    Jonathan Sinaga says:

    kadang memang realita membuat iman kita jadi terpendam dan kita sering kali dibuat jadi putus asa,namun ada satu hal yang perlu diingat bahwa kita tidak boleh meragukan ke Tuhan-an Yesus Kristus bahwa Ialah yang menciptakan kita dan seluruh bumi ini sudah ada di dalam rencanaNya yang baik,jadi tugas kita cukup berserah dan percaya kepada kasih Allah bahwa Dia selalu menyertai kita dalam kondisi dan situasi apapun.so tetap berjuang dalam Iman kita kepada Yesus Kristus.God bless

  5. Jentina Nainggolan
    Jentina Nainggolan says:

    Haleluyah, sangat terberkati sekali dengan renungan artikel nya..
    Aku juga percaya segala sesuatu yang aku alami ditahun 2019 adalah rencana Mu ya Tuhan..
    ajar aku Tuhan untuk lebih bersyukur karna Engkau telah memulihkan keadaan ku dan keluarga ku biarlah Tuhan segala sesuatu rencana kami, kami serahkan kedalam tangan Mu .. Amen.🙏

  6. indri ilevenia
    indri ilevenia says:

    Tetap percaya pada-Nya meskipun keadaan diluar yang kita harapkan karena Dia telah mempersiapkan rancangan terbaik bagi anak-anakNya.

  7. Rusniati Pakereng
    Rusniati Pakereng says:

    I am so blessed after i read it .
    Perasaan takut dan kuatir yang berlebihan memang sangat menggangguku, begitu banyak pikiran negatif yang gak bisa aku kontrol untuk masuk dalam pikiranku dan aku merasa itu sudah tidak bisa kukendalikan
    Tapi pagi ini aku mau mengucapkan syukur sama Tuhan Yesus lewat sharing ini, bahwa Tuhan Yesus yang menyertai saudara adalah Pribadi yang sanggup juga menyertaiku. Terima kasih😇

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *