Umat Manusia yang Baru

Minggu, 3 November 2019

Umat Manusia yang Baru

Baca: Kisah Para Rasul 2:1-12

2:1 Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat.

2:2 Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk;

2:3 dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing.

2:4 Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.

2:5 Waktu itu di Yerusalem diam orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah kolong langit.

2:6 Ketika turun bunyi itu, berkerumunlah orang banyak. Mereka bingung karena mereka masing-masing mendengar rasul-rasul itu berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri.

2:7 Mereka semua tercengang-cengang dan heran, lalu berkata: “Bukankah mereka semua yang berkata-kata itu orang Galilea?

2:8 Bagaimana mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita:

2:9 kita orang Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan Asia,

2:10 Frigia dan Pamfilia, Mesir dan daerah-daerah Libia yang berdekatan dengan Kirene, pendatang-pendatang dari Roma,

2:11 baik orang Yahudi maupun penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab, kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah.”

2:12 Mereka semuanya tercengang-cengang dan sangat termangu-mangu sambil berkata seorang kepada yang lain: “Apakah artinya ini?”

Ketika turun bunyi itu, berkerumunlah orang banyak. Mereka bingung karena mereka masing-masing mendengar rasul-rasul itu berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri. —Kisah Para Rasul 2:6

Umat Manusia yang Baru

Ketika saya mengunjungi galeri Tate Modern di London, ada sebuah karya seni yang menarik perhatian saya. Karya buatan seniman Brasil, Cildo Meireles, tersebut berbentuk menara raksasa yang terbuat dari ratusan radio tua. Setiap radio dinyalakan dan disetel ke stasiun yang berbeda, sehingga tercipta suasana hiruk pikuk yang membingungkan dan tidak dapat dimengerti. Meireles menamai karya seninya itu Babel.

Nama yang cocok sekali. Di menara Babel yang asli, Allah menggagalkan usaha manusia untuk mencapai langit dengan cara mengacaubalaukan bahasa mereka (Kej. 11:1-9). Karena tidak dapat lagi saling berkomunikasi, manusia pun terpecah menjadi berbagai suku dan dialek (ay.10-26). Karena dipisahkan oleh bahasa, sejak saat itulah kita berusaha keras untuk memahami satu sama lain.

Namun kisah tadi mempunyai kelanjutan. Ketika Roh Kudus turun ke atas jemaat mula-mula di hari Pentakosta, Dia memampukan mereka memuji Allah dalam berbagai bahasa yang dimengerti oleh para pendatang di Yerusalem hari itu (Kis. 2:1-12). Melalui mukjizat itu, setiap orang mendengarkan pesan yang sama, apa pun kebangsaan dan bahasa mereka. Kekacauan di Babel telah dibalik.

Itulah kabar baik bagi dunia dengan banyak etnis dan budaya. Melalui Yesus, Allah membentuk umat manusia yang baru dari setiap bangsa, suku, dan bahasa (Why. 7:9) Saat berdiri di galeri Tate Modern, saya membayangkan semua radio tersebut tiba-tiba beralih ke sinyal baru dan memperdengarkan satu lagu yang sama kepada seluruh isi ruangan tersebut: “Ajaib benar anugerah pembaru hidupku!” —Sheridan Voysey

WAWASAN
Perayaan Pentakosta pada kalender Masehi terjadi tujuh minggu (atau lima puluh hari) setelah Paskah, untuk memperingati turunnya Roh Kudus (sesuai janji Yesus—Lukas 24:49; Kisah Para Rasul 1:5,8), lahirnya jemaat, dan berkumpulnya anggota keluarga Allah yang mula-mula. Namun, sebelum menjadi hari raya penting bagi orang Kristen, Pentakosta sudah dirayakan oleh umat Allah dalam Perjanjian Lama. Perayaannya terjadi tujuh minggu setelah Paskah pada hari kelima puluh (lihat Imamat 23:15-22), juga dikenal sebagai Hari Raya Tujuh Minggu atau Hari Raya Panen. Festival panen besar ini begitu istimewa sampai-sampai pekerjaan dihentikan dan orang-orang dewasa harus berangkat ke tempat ibadah untuk mempersembahkan roti yang dibuat dari gandum baru (ay.17-22). Setelah kematian dan kebangkitan Kristus, pada hari yang bermakna penting inilah Allah mengutus Roh Kudus. —Arthur Jackson

Bagaimana kesamaan imanmu dengan orang percaya dari bangsa-bangsa lain dapat membawa kesatuan di tengah perbedaan? Bagaimana caramu untuk membantu menciptakan keharmonisan?

Allah meruntuhkan segala sekat demi membentuk umat manusia yang baru.

Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 30-31; Filemon

Bagikan Konten Ini
11 replies
  1. veri
    veri says:

    jadi (bahasa) Roh kudus justru di mengerti ya , jd selama ini yg kita dengar di gereja gereja bahasa babel yg tidak di mengerti?

  2. jr
    jr says:

    ya pertanyaan yang luar biasa,,
    kita harus belajar dan bertumbuh dalam iman,kita harus saling mengasihi di antara umat sesama kita,🙏🙏
    Tuhan

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *