Si Anak Sulung

Jumat, 22 November 2019

Si Anak Sulung

Baca: Lukas 15:11-13,17-24

15:11 Yesus berkata lagi: “Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki.

15:12 Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka.

15:13 Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya.

15:17 Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan.

15:18 Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa,

15:19 aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa.

15:20 Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.

15:21 Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa.

15:22 Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya.

15:23 Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita.

15:24 Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria.

Bersungut-sungutlah [mereka], katanya: “Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.” —Lukas 15:2

Si Anak Sulung

Penulis Henri Nouwen mengingat kembali kunjungannya ke sebuah museum di St. Petersburg, Rusia. Ia pernah menghabiskan waktu berjam-jam di sana merenungi lukisan karya Rembrandt tentang kisah anak yang hilang. Seiring berjalannya waktu, pergeseran dari cahaya matahari yang masuk melalui jendela ke arah lukisan membuat Nouwen seolah-olah melihat lukisan yang berbeda-beda akibat pencahayaan yang berubah-ubah. Setiap pergeseran seolah menyingkapkan hal baru tentang kasih seorang ayah kepada anak lelakinya yang terpuruk.

Nouwen menggambarkan bagaimana pada pukul empat sore, tiga tokoh dalam lukisan itu terlihat seperti “maju selangkah.” Salah satunya adalah sosok anak sulung yang tidak menyukai rencana sang ayah menyambut kepulangan adiknya dengan menyelenggarakan pesta meriah. Lagi pula, bukankah adiknya itu telah menghabiskan warisan keluarga, membuat mereka semua sakit hati dan malu? (Luk. 15:28-30).

Dua sosok lain mengingatkan Nouwen kepada para pemuka agama yang hadir pada saat Yesus menceritakan perumpamaan-Nya. Merekalah yang bersungut-sungut tentang orang-orang berdosa yang tertarik kepada Yesus (ay.1-2).

Nouwen seakan melihat gambaran dirinya sendiri dalam semua sosok itu—si anak bungsu yang menyia-nyiakan hidupnya, si kakak sulung dan para pemuka agama yang bersungut-sungut, dan Sang Bapa dengan hati yang penuh belas kasihan kepada siapa saja dan semua orang.

Bagaimana dengan kita? Dapatkah kita melihat diri kita sendiri dalam lukisan karya Rembrandt itu? Sesungguhnya, setiap kisah yang diceritakan Yesus adalah tentang kita juga. —Mart DeHaan

WAWASAN
Lukas 15 merupakan satu kesatuan perumpamaan dengan tiga bagian terpisah tetapi saling berhubungan. Yesus menggambarkan tiga hal yang hilang—domba, dirham, dan anak. Setiap bagian berakhir dengan sukacita menemukan yang hilang, untuk memperlihatkan bahwa akan ada kegirangan di surga karena “satu orang berdosa yang bertobat” (ay.7,10,32). Para pendengarnya saat itu adalah orang Farisi dan para pemuka yang mengecam Yesus karena Dia menerima orang-orang berdosa (ay.1-2). Lewat perumpamaan si anak sulung (ay.25-31), Yesus mengemukakan perlunya orang Farisi bertobat. Dia tidak menjelaskan apakah si sulung akhirnya menghadiri perayaan adiknya, seolah-olah Dia menempatkan orang Farisi sebagai sang kakak dan menunjukkan bahwa mereka punya pilihan: bertobat atau tidak. —Julie Schwab

Bagaimana kamu dapat merenungkan kembali kisah yang diceritakan Yesus dan lukisan Rembrandt? Ketika cahaya matahari yang menerangi lukisan itu bergeser, di manakah kamu dalam lukisan tersebut?

Bapa, mampukan aku melihat diriku dari besarnya kasih-Mu padaku.

Bacaan Alkitab Setahun: Yehezkiel 18-19; Yakobus 4

Bagikan Konten Ini
11 replies

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *