Mengatasi Kegelisahan

Hari ke-23 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 4:6

4:6 Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.

Bagiku, kedamaian adalah hal yang amat sulit dicerna pikiran. Aku mengerti konsepnya, tetapi aku belum pernah benar-benar merasakannya.

Lulus dari politeknik dengan nilai pas-pasan, aku takut tidak dapat diterima di universitas manapun. Aku menuliskan kata demi kata dalam esai sebagai syarat pendaftaran universitas dengan diiringi perasaan khawatir akan ketidakpastian. Air mata membasahi wajahku saat menyadari betapa kurangnya aku dibandingkan dengan teman-temanku yang berhasil meraih nilai memuaskan, ditambah lagi dengan pencapaian gemilang dalam ekstrakulikuler.

Aku tahu Tuhan itu baik dan setia. Namun tetap saja, rasanya tidak ada harapan bagi situasi yang sedang kualami. Jangankan menyerahkan semuanya kepada Tuhan, menenangkan diriku sendiri untuk berdoa saja aku tidak bisa.

Aku duduk di sofa hitam yang dingin, menunggu dipanggil untuk diwawancarai oleh pihak dari salah satu universitas yang kudaftarkan. Aku sangat takut. Aku merasa sulit bernapas. Sebuah ayat yang pernah kuhafalkan ketika masih anak-anak, Filipi 4:6-7, muncul di pikiranku. Kurenungkan ayat itu dan kuucapkan dalam hati. Lama kelamaan, pernapasanku menjadi lebih stabil dan aku pun berdoa. Saat aku menumpahkan semua perasaanku kepada Tuhan, damai sejahtera-Nya membasuhku. Ketenangan yang seperti itu belum pernah kurasakan lagi semenjak lima bulan yang lalu, ketika aku mulai mendaftarkan diri ke universitas.

Rasul Paulus menyatakan perintah yang absolut kepada jemaat Filipi, “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga”. Tidak ada kata “tetapi”, “jikalau”, atau pengecualian apapun. Meskipun Paulus sempat dipenjara (Filipi 1:13) sampai jemaat Filipi diterpa ajaran-ajaran sesat (3:2), Paulus tetap mendorong mereka untuk tidak mengizinkan hal-hal tersebut mengalihkan atau menjauhkan mereka dari sukacita kekal di dalam Kristus.

Apakah yang memberikan Paulus keberanian untuk mengatakan hal itu dengan segenap keyakinan dan kepercayaan diri yang tinggi? Yesus sendiri yang memerintahkan kita tiga kali dalam Matius 6 untuk tidak menyerah pada kekhawatiran dan kegelisahan (ayat 25, 31, dan 34). Kita tidak perlu khawatir karena sebuah kebenaran: Tuhan memedulikan kita dan Ia akan memenuhi semua kebutuhan kita.

Memerangi kegelisahan jauh lebih mudah untuk dikatakan daripada dilakukan. Namun, Paulus memiliki satu anjuran yang sederhana untuk kita lakukan: berdoa. Apabila kita percaya sepenuhnya akan kedaulatan Tuhan dalam segala situasi, kita dapat menyerahkan keadaan kita kepada-Nya. Percayalah bahwa Ia akan “bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia” (Roma 8:28).

Paulus mendorong kita untuk berdoa dengan “ucapan syukur” bukan hanya ketika kita membutuhkan sesuatu dari Tuhan, tetapi “dalam segala hal”. Memiliki sikap bersyukur sangatlah penting. Dengan bersyukur, kita diingatkan bahwa Tuhan sudah mengaruniakan kepada kita hadiah terindah yang akan memberikan kita kepuasan sejati: Yesus, putra tunggal-Nya. Apapun selain daripada-Nya, tidak lagi kita butuhkan dan tidak layak kita dapatkan. Ungkapan syukur datang dari sebuah kesadaran bahwa semua yang kita miliki dari Tuhan murni karena kasih karunia-Nya. Kita pun akan dimampukan untuk melihat dengan penuh kerendahan hati bahwa Tuhan tidak berkewajiban untuk memberikan kita segala hal yang kita minta, Ia justru telah menyediakan semua yang kita butuhkan dalam kelimpahan. Dengan pemahaman itulah kita dapat benar-benar bersukacita (ayat 4).

Ketika aku menghadap Tuhan dengan sikap bersyukur dan menyatakan keinginanku kepada-Nya, aku merasa lebih mudah untuk melepaskan kegelisahan. Doa harus menggantikan posisi kekhawatiran dalam hidup kita. Doa meluruskan kembali pikiran dan perilaku kita, lalu mengembalikan hadiah berharga yaitu kedamaian sejati yang datangnya hanya dari Tuhan.

Pada akhirnya, aku tidak berhasil lolos seleksi di jurusan yang kuinginkan. Tetapi, aku menerima hal lain yang jauh lebih berharga dari hal yang sebelumnya kuinginkan. Aku memperoleh pembelajaran bahwa ketika aku menyerahkan segala ketakutanku kepada Tuhan, Ia akan menjaga hati dan pikiranku dengan damai yang memberi ketenteraman. Tuhan sungguh-sungguh memegang kendali. Ia menggenggam kita erat-erat dengan tangan-Nya, dan Ia takkan pernah meninggalkan kita. Bagiku, itu sudah lebih dari cukup. Aku harap kamu dapat merasakan hal yang sama.—Constance Goh, Singapura

Handlettering oleh Agnes Paulina

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Apa yang kamu lakukan ketika kamu sedang gelisah? Apakah kamu menyerahkan segala kekhawatiranmu kepada Tuhan, “dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur”?

2. Bagaimanakah sikap penuh syukur dapat mengubah perspektif kita terhadap situasi yang kita hadapi?

3. Catatlah hal-hal yang membuatmu gelisah belakangan ini. Dengan tuntutan dari Paulus dalam ayat hari ini, tuliskanlah dengan sepenuh hati doamu secara pribadi kepada Tuhan.

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Constance Goh, Singapura | Constance merasa amat senang ketika dia bisa bekerja bersama anak-anak dan menikmati segelas bubble tea. Firman Tuhan itu manis, menjadi pengingatnya setiap hari akan kasih setia Tuhan bagi anak-anak-Nya.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Bagikan Konten Ini
5 replies
  1. Junita Lamtiurma Lingga
    Junita Lamtiurma Lingga says:

    aku dikuatkan dgn membaca renungan ini, karna kebetulan sekali aku sedang dalam kegelisahan yg akhir2 ini selalu membebaniku🙏🙏

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *