Apakah Aku Orang Kristen yang Baik?

Hari ke-15 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 3:4-6

3:4 Sekalipun aku juga ada alasan untuk menaruh percaya pada hal-hal lahiriah. Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, aku lebih lagi:

3:5 disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi,

3:6 tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat.

Apa yang menjadikan kita orang Kristen yang baik? Coba kita pikirkan.

Di mata teman-teman, saudara, dan rekan kerja yang non-Kristen, apakah orang Kristen yang baik itu berarti bersikap manis kepada semua orang, tak pernah mengumpat? Apakah ditentukan oleh jargon Kristen yang kita gunakan, atau oleh keluarga Kristen tempat kita berasal? Tidak pernah absen datang ke gereja, pelayanan yang kita kerjakan, ayat-ayat yang kita tulis di media sosial? Apakah ketentuan-ketentuan itu juga kita berlakukan kepada orang-orang Kristen sekitar kita dan menjadi tolok ukur siapa yang “lebih suci”?

Kalau boleh jujur, aku mungkin menilai diriku 8 dari 10 dalam hal “Menjadi Orang Kristen yang Baik”. Pasalnya, aku berlaku layaknya “orang Kristen” pada umumnya: pergi ke sekolah Minggu sewaktu kecil dan bersekolah di sekolah Kristen; kebaktian di gereja dan ikut pendalaman Alkitab secara teratur; berdoa dan membaca Alkitab hampir setiap hari. Aku sudah dibaptis, rutin memberi perpuluhan, dan ikut Perjamuan Kudus. Aku bahkan menulis untuk website Kristen.

Namun, Paulus memperingatkan kita untuk tidak mengandalkan perbuatan lahiriah kita sendiri (Filipi 3:3). Lagipula, jika ada yang memiliki bukti-bukti kesalehan lahiriah yang bermutu, Pauluslah orangnya. Dalam ayat 4-6, ia memaparkan semua alasan yang dapat dibanggakan tentang dirinya.

Paulus mendapat hak istimewa sejak lahir, ia pun banyak berprestasi. Ia disunat oleh orangtuanya pada hari kedelapan sesuai dengan perjanjian Abraham (Kejadian 16:11-12). Ia orang Israel—orang Yahudi asli—dari suku Benyamin, satu-satunya suku yang tetap setia kepada Yehuda dan Daud. Ia adalah orang Ibrani yang paling murni di antara orang Ibrani lain karena dibesarkan dengan adat Yahudi. Selain itu, ia juga berbicara dan belajar bahasa Ibrani.

Paulus juga seorang Farisi, golongan agamawan ortodoks yang mengikuti seluruh aturan Yahudi dengan ketat. Ia sangat menekuni agama Yahudi tradisional hingga menghukum mati orang-orang Kristen. Ia jugalah yang menyetujui pembunuhan Stefanus (Kisah Para Rasul 7:58). Paulus tak pernah melanggar hukum, malah menekuni semua hukum Taurat sesuai tafsiran orang Farisi. Seandainya Paulus adalah orang Kristen, ia patut mendapat nilai di atas 10.

Meski demikian, Paulus tidak menaruh kepercayaannya pada hal-hal tersebut. Sebaliknya, ia menganggap semua itu sebagai “rugi” dan “sampah” dibandingkan “pengenalan akan Yesus Kristus” (Filipi 3:8).

Itulah yang Paulus ajarkan kepada kita. Artinya, kita tak boleh mengandalkan “CV Orang Kristen” yaitu perbuatan-perbuatan baik. Bukan berarti semua yang kita miliki dan kita kerjakan percuma saja—semuanya berarti. Namun, hal-hal itu tidak menyelamatkan kita atau membuat kita benar di hadapan Allah. Seluruh perbuatan baik kita adalah perwujudan kepercayaan kita kepada-Nya.

Pada akhirnya, yang membenarkan kita bukanlah kehadiran dii gereja atau banyaknya tafsiran Alkitab yang sudah kita baca, melainkan pengorbanan sempurna yang telah Yesus lakukan. Dia menanggung dosa kita agar Allah dapat menghapus semua dosa kita (Roma 3:23-25). Hanya oleh darah-Nyalah kita diampuni dan diterima oleh Allah.

Jadi, alih-alih mengukur kesalehan orang Kristen lain dan diri sendiri layaknya orang Farisi, aku belajar bahwa kepercayaan diriku—serta identitas, hak, dan posisiku di hadapan Allah—sepenuhnya terletak dalam pengenalan akan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.

Perbuatan semata tidak ada nilainya. Yesuslah yang memberiku nilai sempurna dengan anugerah-Nya. Kita dibenarkan oleh Allah bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan iman kepada Kristus. Itulah yang menjadikan kita orang Kristen yang baik.—Wendy Wong, Singapura

Handlettering oleh Vivi Lio

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Dalam hal apa saja kamu menaruh kepercayaanmu pada perbuatan lahiriah dan bukan pada tangan Tuhan?

2. Dalam hal apa saja kamu secara tidak sadar mengganggap dirimu lebih baik daripada orang Kristen lainnya?

3. Ambillah waktu untuk mendoakan semuanya itu dan meminta pertolongan Tuhan agar kamu memiliki cara pandang yang benar.

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Wendy Wong, Singapura | Hari yang sempurna menurut Wendy adalah menyantap peanut buter, hiking, naik sepeda, atau saat teduh bersama Tuhan. Sebagai seoang penulis, Wendy berharap tiap tulisannya jadi alat untuk memuliakan Tuhan.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Bagikan Konten Ini
6 replies
  1. happy
    happy says:

    1.aku meletakkan hal lahiriahku pada pekerjaan yang baik, dan studiku yang baik. seringkali merasa bahwa itu semua karena memang aku bisa dan aku mampu. namun, Tuhan mengingatkanku kembali bahwa apa yang smuanya itu berasal dari Dia dan untuk Dia.
    2. Dalam pelayananku, dalam cara hidupku yg sangat agamawi (tdk berbohong, tdk suka berbicara yg kasar dan negatif, berlaku sopan, dll).

    seringkali hal-hal diatas membuatku merasa bahwa hidupku baik-baik saja, tdk ada yang salah di dalamnya, tp sekali lagi Allah menegurku. bukan itu yg Allah cari, tp kehidupan yg semakin serupa dgn Dia lah yg Ia cari, shg lwt hidup kita byk sekali org bisa mengenal Allah, krn kitalah kesaksian yg hidup.
    bukan sebrapa banyaknya pelayanan di gereja, tp bagaimana hidup kita diluar gereja bisa berdampak.
    semoga memberkati.

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *