Apakah Kamu Takut Membagikan Injil?
Hari ke-3 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini
Baca: Filipi 1:12-18
1:12 Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil,
1:13 sehingga telah jelas bagi seluruh istana dan semua orang lain, bahwa aku dipenjarakan karena Kristus.
1:14 Dan kebanyakan saudara dalam Tuhan telah beroleh kepercayaan karena pemenjaraanku untuk bertambah berani berkata-kata tentang firman Allah dengan tidak takut.
1:15 Ada orang yang memberitakan Kristus karena dengki dan perselisihan, tetapi ada pula yang memberitakan-Nya dengan maksud baik.
1:16 Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, sebab mereka tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela Injil,
1:17 tetapi yang lain karena kepentingan sendiri dan dengan maksud yang tidak ikhlas, sangkanya dengan demikian mereka memperberat bebanku dalam penjara.
1:18 Tetapi tidak mengapa, sebab bagaimanapun juga, Kristus diberitakan, baik dengan maksud palsu maupun dengan jujur. Tentang hal itu aku bersukacita. Dan aku akan tetap bersukacita.
Dikutip dari Alkitab Terjemahan Baru Indonesia (c) LAI 1974
Seberapa besarkah rasa peduli kita terhadap kesempatan orang-orang mendengar Injil?
Aku mengingat kesempatan yang kudapat baru-baru ini untuk memberitahu seorang temanku tentang Yesus Kristus. John telah membagikan pergumulannya padaku tentang keluarganya dan perjuangannya melawan depresi.
Pada saat itu, aku tahu persis apa yang perlu kukatakan, namun entah mengapa kata-kata tersebut tersangkut di tenggorokanku, seperti sebuah gumpalan yang besar dan membuat tidak nyaman. Pada akhirnya, dalam pembicaraan tersebut untuk sebagian besarnya aku hanya mendengar dan menawarkan beberapa nasihat, sementara aku sadar bahwa yang seharusnya kulakukan adalah membagikan pengharapan Kristus padanya.
Mengapa aku tidak melakukannya? Dalam perenunganku, aku takut. Sejak kami berkenalan, John selalu berkata terus terang mengenai kepercayaan ateisnya dan kritikannya terhadap agama. Dan meskipun kami pernah membahas topik seputar Tuhan, aku selalu gagal membagikan Injil secara lengkap karena rasa takut akan bagaimana John merespons.
Bagaimana jika ia tersinggung akibat aku membagikan Injil? Tidakkah itu akan membuat pertemanan akrabku menjadi retak dan canggung? Lebih lagi, bagaimana jika ia kesal hingga ia memberitahu teman-teman kami yang lainnya mengenai usahaku yang dianggapnya ingin mendorongnya berubah kepercayaan? Tidakkah itu akan menghancurkan reputasiku, dan dengan efektif membuatku dikucilkan?
Teladan Paulus dalam Filipi 1:12-18 merupakan teguran yang keras buatku. Dalam ayat-ayat ini Paulus mencontohkan bagaimana seharusnya kita memiliki pola pikir. Ketika kita fokus menyebarkan Injil, maka mencari kenyamanan diri sendiri tidaklah menjadi suatu hal yang penting.
Dalam ayat-ayat ini, kita mendapati Paulus sedang berada di situasi yang tidak mudah. Tidak hanya menulis surat untuk jemaat Filipi di dalam penjara, namun sebagaimana ditulis di ayat 17, Paulus memiliki alasan untuk khawatir yang berasal dari ketidakhadirannya akibat pemenjaraannya. Nampaknya beberapa orang yang menggantikan Paulus untuk menyebarkan Injil memiliki motivasi yang buruk; sebagaimana Paulus menuliskan “sangkanya dengan demikian mereka memperberat bebanku dalam penjara.”
Namun, respon Pauluslah yang paling menguatkan kita. Alih-alih bersedih atas situasinya, ia justru bersukacita (ayat 18)! Yang terpenting bagi Paulus adalah pemenjaraannya telah terbukti menghasilkan buah bagi Injil. Pemenjaraannya memberikan kesempatan bagi Paulus untuk membagikan Injil pada penjaga penjara, dan telah membuat orang-orang Kristen lainnya memiliki keberanian untuk memberitakan Injil (ayat 13-14). Di tengah situasinya yang buruk dan motivasi jahat yang dimiliki orang-orang lain (ayat 17-18), yang paling Paulus pedulikan adalah tersebarnya Injil itu.
Jadi seberapa besarkah rasa peduli kita terhadap kesempatan orang-orang mendengar Injil?
Kegagalanku untuk membagikan Injil pada John membuktikan bahwa aku lebih memperhatikan kenyamanan dan reputasiku; aku tidak bersedia menanggung kemungkinan yang membuat tidak nyaman dan canggung. Aku perlu memiliki pola pikir yang Paulus tunjukkan di surat Filipi—pola pikir untuk mengasihi John, untukku memiliki keberanian membagikan kabar terbaik yang pernah kudengar apapun resikonya.
Hal itu tidak berarti aku harus menjadi orang yang kurang ajar dan menghancurkan setiap percakapan, namun contoh Paulus mendorongku untuk berpikir lebih jauh tentang bagaimana aku bisa membagikan Injil dengan teman-temanku. Kiranya kita menjadi seperti Paulus, tidak membiarkan ketakutan kita menghalangi tersebarnya Injil. Melihat lebih banyak orang menemukan pengetahuan tentang Kristus yang menyelamatkan merupakan hal yang jauh lebih penting.—Andrew Koay, Australia
Handlettering oleh Septianto Nugroho
Pertanyaan untuk direnungkan
1. Ketakutan apa yang menghalangimu dari memberitakan Yesus Kristus pada orang-orang di sekitarmu?
2. Kesulitan apa yang sedang kamu jalani saat ini? Bagaimana caranya kamu dapat mendoakan supaya kesulitan tersebut menjadi kesempatan untuk menyebarkan Injil?
3. Apa yang kamu rasakan ketika kamu melihat Injil dibagikan dengan motivasi yang tidak murni? Bagaimana sikap Paulus dapat menantangmu untuk memberikan respon yang berbeda?
Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.
Tentang Penulis:
Andrew Koay, Australia | Andrew meluangkan waktunya untuk menonton film dokumenter. Andrew juga suka mendengarkan suara Tuhan lewat firman-Nya dalam Alkitab.
1. ketakutan bahwa aku masih muda, tidak layak untuk berkata-kata. ketakutan karena gaya hidupku masih jatuh bangun sehingga orang hanya fokua pada kejatuhanku. jadi, aku dipandang belum pantas untuk membagikan Injil itu.
2. kesulitan dalam memulai percakapan untuk mengatakan kabar baik. caranya dengan berdia agar Tuhan memberiku kepekaan dalam mendengar kata-kata Tuhan (mis: mulailah)
3. awalnya aku merasa hal tersebut biasa-biasa saja, namun aku juga takut orang akan memandang bahwa ada Kristenanisasi secara paksa.
Aku harus berani berkata-kata dan memulainya dengan doa.
*Doakan aku ya, Ibuku, keluargaku, dan saudara-saudaraku sering beribadah ke gereja, namun, aku melihat bahwa mereka masih menganggap bahwa kita masuk surga jika kita ke gereja dan jika kita berbuat baik. sejak aku lahir baru, aku selalu ingin memberitakan Injil di keluargaku, tapiii karena hal-hal tertentu, aku selalu saja terhenti. Semogaa untuk di kesempatan kedepannya aku dapat lebih berani lagi* Amin🙏
2 tahun setelah lulus SMA saya telah menetapkan tujuan saya untuk memberitakan injil karena saya sangat senang melihat orang mengenal Kristus. Saya belajar cukup banyak tenang injil dan alkitab dengan latarbelakang saya adalah anak hamba Tuhan. Kemudian Tuhan mengantar saya ke universitas kristen disana saya semakin banyak belajar tentang alkitab. Semakin saya belajar saya semakin sadar banyak hal yang saya tidak tau dan itu menjadi ketakutan saya dalam berdiskusi dengan orang2 yang mampunyai intelektual terkadang saya terperangkap dalam pemikiran atheis mereka. Tetapi suatu ketika saya sangat terberkati dengan perkataan dosen saya dia mengatakan. Dalam pemberitaan injil, tidak ada sedikitpun dari diri kita yang membuat orang berbalik kepada Tuhan dan merespon injil tersebut. Kita hanya alat! bhawasanya Tuhanlah yang sepenuhnya bekerja didalam hati orang tersebut, bukan karena kepintaran kita atau kefasihan kita dalam berbicara. Sungguh sangat memberkati!
Saya punya pengalaman yg sama. Punya teman dr kecil n kebetulan ketemu n dia bercerita mgn permasalahannya, yakni perceraian dgn istrinya.
Aku kasian padahal hidupnya sukses dr sisi materi n jabatan. N dia mencari perempuan demi perempuan dalam kenajisan.
Aku mau msk, membicarakan prinsip perkawinan. Tp lidahku kelu.
Tlg aku ya Tuhan.
1. Takut karena mereka lebih banyak.
2. Kesulitan memberitakan kasih Tuhan yang telah menyelamatkan manusia, cara mendoakan kesulitan itu dengan memohon, berserah pada Tuhan dan belajar dari Alkitab.
3. Yang saya rasakan jika ada yang memberitakan injil dengan motivasi buruk yaitu kecewa dan sedih kepada orang itu. Sikap paulus yang dapat saya dapat yaitu dia selalu bersukacita dalam Tuhan dan berserah pada Tuhan.
1. Penilaian orang terhadap apa yang saya kabarkan tentang kebaikan Tuhan.
2. Menjadi sahabat yang baik yang dapat mendekatkan mereka kepada Tuhan. Dengan cara meminta pertolongan agar diberikan kepekaan akan apa yang menjadi Kehendak-Nya
3. Rasa sedih ketika ada org yg membritakan injil namun tidak murni dan memiliki maksud yang tidak baik. Tapi paulus mengajarkan untuk tetap bersukacita akan bagaimanapun juga Kristus diberitakan.