Setelah Jarrid Wilson Bunuh Diri: Ke Mana Kita Melangkah Selanjutnya?

Oleh Josiah Kennealy
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Losing Jarrid Wilson: Where Do We Go From Here?
Foto diambil dari akun Instagram Jarrid

Jarrid Wilson adalah seorang pendeta di Amerika Serikat. Dia juga melayani sebagai advokat kesehatan mental. Pada 9 September 2019 dia mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.

Beberapa tahun lalu, aku dan Jarrid Wilson diundang ke acara yang sama dan setelah acara itu usai, kami jadi berteman. Kami mengobrol lewat chat dan saling mendukung satu sama lain. Karena kami sama-sama melayani sebagai pendeta, kami punya banyak kesamaan. Setiap interaksi dengannya selalu membangkitkan semangat.

Hari Senin malam beberapa minggu sebelumnya, kami baru saja mengobrol lewat chat. Dia menutup diskusi kami dengan berkata, “Aku mengasihimu”. Setelahnya aku menulis di Twitter tentang bagaimana dia dan rekan-rekanku lainnya memberkati media sosial dan menjadikan dunia di sekitar mereka lebih baik. Dia membalas tweetku, “Aku mengasihimu”.

Itu adalah kata-kata terakhir yang dia kicaukan di Twitter.

Mengetahui fakta yang terjadi beberapa jam setelah kami berdiskusi membawaku ke dalam kesedihan, syok, kebingungan, dan tidak percaya.

Jarrid WIlson, seorang suami dari istri yang cantik dan ayah dari dua anak lelaki, seorang pendeta yang dikenal baik, penulis, rekan dari banyak orang, mengakhiri hidupnya dengan tiba-tiba dan tragis.

Seminggu belakangan ini aku tidak banyak berkata-kata, pun aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Saat aku menulis tulisan ini, aku merasa tidak memenuhi syarat untuk menuliskan sesuatu yang berharga, tetapi aku mau mencoba untuk memendarkan cahaya dan berbagi harapan.

Aku pun seorang pendeta, dan aku pernah mendatangi seorang konselor untuk kesehatan mental dan emosi. Aku juga pernah mendatangi dokter tulang untuk mengobati sakit tulang belakangku. Setelah kematian bunuh diri pamanku, aku menderita sakit kepala selama tiga tahun. Aku tahu benar rasa sakit yang tak terlihat dari luar namun begitu nyata di dalam—ini tidak ada bedanya dengan depresi.

Jadi, ke mana kita melangkah setelah ini?

Marilah kita jujur. Kita sebagai gereja tidak bisa berdiam di sini lebih lama lagi. Seiring aku bergulat dengan berita tragis kematian Jarrid, inilah beberapa refleksi yang kudapat selama seminggu ini. Kita perlu beranjak dan melangkah:

Dari menghindar ke mengatasi

Bukanlah hal yang baik bahwa 800 ribu orang setiap tahunnya meninggal karena bunuh diri (data dari WHO). Di antara remaja dan dewasa muda, bunuh diri adalah salah satu penyebab kematian terbanyak dan ini seharusnya tidak dapat kita terima.

Tapi, membicarakan kesehatan mental di gereja seringkali dianggap tabu, dihindari, dan disalah mengerti. Ayo katakan selamat tinggal pada anggapan ini. Secara individu maupun kelompok, kita sebaiknya memiliki kemauan untuk memulai percakapan atas isu-isu yang rentan, seperti yang Jarrid lakukan.

Melakukan ini bisa diwujudkan dalam banyak cara, tetapi sebagai langkah awal kita perlu menyadari “It’s okay” untuk membicarakannya. Mungkin tidak ada seorang pun yang memberimu izin untuk mengatakan kalau kamu sedang tidak baik-baik saja, tapi aku mau kamu tahu bahwa sama sekali tidaklah bermasalah untuk jujur akan keadaanmu. Kamu mungkin akan diberondong banyak pertanyaan—tentunya. Tapi, tidaklah masalah pula untuk mengakui kalau kita tidak punya jawaban untuk semua pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang hidup.

Kita perlu berkhotbah lebih banyak tentang kekhawatiran, kesehatan mental, dan depresi; kita perlu membicarakannya di dalam kelompok kecil, pertemuan pemuda; atau di obrolan santai sambil minum kopi atau teh dan membagikan bagaimana perjuangan kita pada seorang teman. Alkitab punya cerita, pedoman, dan jawaban mengenai hal-hal ini. Kita bisa bersandar dan membahas topik-topik di dalamnya.

Seiring kita mulai membiasakan diri berdiskusi tentang kesehatan mental dan kesejahteraan hidup secara utuh, kamu akan melihat bahwa kamu bukanlah satu-satunya orang yang berjuang. Ada banyak orang yang juga menghadapi kekhawatiran, depresi, dan pikiran-pikiran gelap. Dan, bagian dari rancangan Allah bagi gereja adalah untuk saling mendukung satu sama lain dan menolong di masa-masa sulit.

Dari mengurung diri ke membuka diri

Survey terbaru dari lembaga riset Barna menunjukkan mayoritas pendeta tidak punya seseorang yang bisa mereka panggil sebagai teman. Baru beberapa minggu lalu, Barna Group juga memublikasikan riset tentang anak muda. Hanya sepertiga dari manusia yang berusia 18-35 tahun (dari berbagai negara) mengetahui bahwa ada seseorang yang sesungguhnya peduli akan mereka. Artinya, 66 persen orang dewasa muda tidak menyadari kalau mereka dipedulikan dan dikasihi.

Iblis ingin orang Kristen percaya kebohongan bahwa mereka adalah satu-satunya orang yang berjuang dan pemikiran ini ujung-ujungnya akan membawa seseorang pada keadaan mengurung diri. Kita perlu memberi tahu orang-orang di sekitar kita bahwa mereka sungguh berarti buat kita. Kita bisa memulainya dengan mengirimi chat, ataupun menelepon seseorang yang kita kasihi dan bertanya apakah ada sesuatu yang butuh ditolong darinya. Memberi diri untuk mendengar dan hadir adalah hal terbesar yang bisa dipersembahkan seorang teman. Pendetamu juga butuh dorongan dan doa darimu, lebih daripada yang kamu bayangkan.

Tergabung dan terhubung ke dalam komunitas gereja lokal dan memiliki pertemanan yang saleh tidak menyembuhkan segalanya, tetapi itu pasti menolongmu mengatasi kesendirian. Tuhan menciptakan Hawa untuk Adam karena sejak semula Tuhan berkata tidaklah baik apabila manusia itu hidup seorang diri saja (Kejadian 2:18)! Tuhan Yesus pun hidup bersama 12 murid-Nya selama tiga tahun. Gereja mula-mula di Kisah Para Rasul bertambah banyak anggotanya karena setiap orang ingin menjadi bagian dari komunitas yang saling berbagi ini, komunitas yang tumbuh bersama, makan bersama, berdoa bersama, mempelajari Alkitab dan membagikan kebaikan dengan saling memperhatikan (Kisah Para Rasul 2:42-47).

Ayo ambil langkah untuk terhubung dengan teman atau komunitasmu hari ini!

Dari putus asa ke harapan

Tuhan tidak pernah meninggalkanmu, meskipun kamu tidak merasakan kehadiran-Nya. Kamu tidak pernah ditelantarkan sendirian. Lihatlah ke atas bukit-bukit, di sanalah datang pertolonganmu yang berasal dari Yesus. Tuhan Yesus dekat kepada mereka yang patah hati. Dia akan mengusap setiap air mata. Kamu dapat bersandar dan percaya kepada janji-janji-Nya.

Aku pernah putus asa, tetapi Tuhan mengangkat pandanganku. Dia mengubah kesedihan terbesarku menjadi sukacita. Dia membuang kekecewaanku dan menggantinya dengan damai yang baru. Aku masih dalam perjalanan, aku masih berproses. Aku percaya dengan segenap hatiku harapanku ada selama aku ada bersama dengan Yesus, seperti yang Yohanes 15 katakan.

Selama seminggu, pasal ini menolongku mengalami pemulihan, pertolongan, dan harapan. Yesus mengajarkan, “Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar” (Yohanes 15:6). Buatku, dan buat setiap kita, ini adalah janji: kita tidak bisa melakukan apa-apa di luar Yesus. Namun, jika kita terhubung selalu dengan-Nya, kita bisa dan akan melakukan banyak hal.

Bersandar pada Yesus, orang yang kita kasihi, komunitas orang saleh dan sumber-sumber daya lain yang bermanfaat adalah langkah-langkap penting yang kita butuhkan untuk kita melewati hari-hari kita.

Dan akhirnya, aku ingin mengatakan hal ini:

Kepada Jarrid – Aku mengasihimu. Aku berharap seandainya aku bisa membalas pesanmu lebih cepat dan kita bisa mengobrol lebih lama. Aku amat sedih atas keputusan yang kamu buat. Aku mendoakan keluargamu. Aku mengingatmu lewat suaramu untuk orang-orang yang putus asa, rekan-rekanmu, kasihmu kepada Tuhan, keluarga, dan semua orang. Kami menghormatimu dengan mengenakan jubah kepemimpinan yang telah kamu bawa dengan baik untuk sekian lama. Terima kasih atas keberanianmu mengungkapkan perjuanganmu.

Kepada Juli dan anak-anak lelakinya – Kami sangat mengasihimu. Belasungkawa, doa, dan dukungan kami ada untukmu dan keluargamu. Kami ada di sini untukmu. Aku percaya Yesus akan memeliharamu. Aku mendoakan kiranya damai, kekuatan, dan anugerah ada bersamamu sekalian.

Kepada orang-orang yang mengenal Jarrid – aku menerima banyak pesan dan telepon dari teman-teman yang juga mengeal Jarrid. Pertemanan jadi begitu nyata ketika kita bisa berdiskusi sambil ngopi ataupun mengobrol lewat chat. Seiring kita menghadapi duka kehilangan ini, kiranya kita bisa lebih dekat daripada sebelumnya.

Kepada para pendeta – kamu membutuhkan hobimu, teman-temanmu, istirahat dari teknologi. Kamu mengotbahkan tentang pentingnya komunitas, dan sekaranglah waktunya untuk menghidupi itu. Mengakui jika kamu perlu pergi menemui dokter, therapis, atau konselor Kristen bukanlah dosa dan itu bukanlah tanda kelemahan—itu keberanian. Yesus dideskripsikan sebagai seorang muda dalam Lukas 2:52. “Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia”. Artinya, Yesus bertumbuh secara mental, fisik, spiritual, juga relasi-Nya dengan orang lain. Marilah kita mengejar kesehatan, kesejahteraan, istirahat, dan keutuhan di setiap area kehidupan kita.

Kepada setiap orang – kita semua akan menghadapi masa-masa sulit, tetapi selalu ada pertolongan, selalu ada pemulihan, dan tentunya juga harapan. Bertahanlah, ada harapan yang besar. Dalam kehidupan selalu ada naik dan turun, gunung dan lembah, gurun dan oase, badai dan ketenangan.

Kamu perlu mengetahui bahwa kamu tidak sendirian di dalam setiap momen-momen hidupmu. Yesus berkata dalam Yohanes 16:33, “Semuanya itu Kukatakan kepadau, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatmu, Aku telah mengalahkan dunia”. Marilah kita sepakat untuk menolong satu sama lain tiba di level pemahaman yang baru ketika kita membicarakan kesehatan mental. Bunuh diri tidak pernah menjadi jawaban.

Doaku adalah kita semua bisa lebih berani membicarakan topik tentang kesehatan mental dan kita mampu melihat orang-orang dengan pandangan yang berbeda. Tidak peduli seberapa baik penampilan orang di luarnya, mungkin saja ada sesuatu yang mereka gumulkan di dalam. Izinkan mereka yang paling dekat dengan kita mengetahui betapa kita mengasihi mereka, dan betapa mereka berarti buat kita tak peduli apapun musim yang sedang mereka hadapi.

Ayo kita tunjukkan kasih dan empati kita.

Baca Juga:

Menghidupi Kepemimpinan dalam “Tubuh Kristus”

Sobat muda, bagaimanakah sistem kepemimpinan di gerejamu? Di artikel ini, teman kita, Ari Setiawan mengajak kita untuk menyelediki model kepemimpinan apa sih yang sesuai dengan teladan Yesus. Yuk kita simak artikelnya.

Merasa Kecil

Kamis, 19 September 2019

Merasa Kecil

Baca: Matius 6:25-32

6:25 “Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?

6:26 Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?

6:27 Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?

6:28 Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal,

6:29 namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu.

6:30 Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya?

6:31 Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?

6:32 Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.

Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? —Mazmur 8:5

Merasa Kecil

Banyak kritikus film menganggap film Lawrence of Arabia karya David Lean sebagai salah satu film terhebat sepanjang masa. Dengan menampilkan pemandangan gurun jazirah Arab yang membentang seolah tak berujung, film tersebut telah mempengaruhi satu generasi pembuat film—termasuk sutradara pemenang Oscar, Steven Spielberg. “Saya langsung terinspirasi waktu pertama kali menonton film Lawrence,” kata Spielberg. “Film itu membuat saya merasa kecil, bahkan sampai sekarang. Di situlah letak kehebatannya.”

Saya sendiri merasa kecil oleh luasnya alam ciptaan—saat saya memandangi lautan, terbang di atas tudung es kutub, atau menatap langit malam yang berhiaskan milyaran bintang gemerlapan. Bila alam semesta begitu luas, betapa jauh lebih besarnya Sang Pencipta yang menjadikan semuanya itu dengan firman-Nya!

Kebesaran Allah dan perasaan kecilnya manusia dinyatakan oleh Daud ketika ia berseru: “Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?” (Mzm. 8:5). Namun, Yesus meyakinkan kita, “Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?” (Mat. 6:26).

Mungkin saya merasa kecil dan tak berarti, tetapi di mata Bapa, saya sangat berharga—keberhargaan yang terbukti setiap kali saya memandang salib. Mahalnya harga yang rela Dia bayarkan untuk memulihkan hubungan saya dengan Dia adalah bukti bahwa bagi-Nya saya sangatlah berharga. —Bill Crowder

WAWASAN
Bacaan hari ini meneruskan Khotbah di Bukit (Matius 5-7). Perikop tersebut merupakan bagian dari tema utama dalam pasal 6 tentang “jalan dan kehidupan orang Kristen di dunia, dalam hubungannya dengan Bapa” [D. Martyn Lloyd-Jones, Studies in the Sermon on the Mount]. Ada perbedaan kontras di sini. Bagian-bagian sebelumnya (ay.19-24) membicarakan tentang bahaya menimbun harta di dunia, sedangkan bagian ini membahas kekhawatiran mengenai materi. Sebagian orang meyakini bahwa bagian pertama ditujukan kepada orang-orang kaya, sedangkan perikop hari ini ditujukan kepada orang miskin atau orang yang kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akan tetapi, sebenarnya orang kaya pun bisa saja menderita kekhawatiran mengenai harta. Bagaimana pun cara pandang kita terhadap dua perikop tersebut, keduanya sama-sama mengajarkan bahayanya mencari rasa aman selain dalam Allah dan pemeliharaan-Nya yang besar (1 Petrus 5:7). —Alyson Kieda

Keajaiban alam apa yang membawamu mengingat Allah? Bagaimana hal itu membuatmu menyadari betapa berharganya kamu bagi Sang Pencipta?

Bapa, tolonglah kami mengingat bahwa kami selalu ada di dalam hati-Mu. Tuntunlah kami untuk menemukan makna sejati hidup kami di dalam-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Pengkhotbah 1-3; 2 Korintus 11:16-33