Lock Screen: FIlipi 4:13

Kenyataan seringkali tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Di tengah-tengah kekecewaan dan keterpurukan, dapatkah kita mengarahkan pandangan pada Yesus, sumber air kehidupan? Ingatlah selalu firman ini, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Filipi 4:13)

Yuk download dan gunakan lock screen ini di HP kamu sebagai pengingat untuk terus bergantung kepada Tuhan.

Lockscreen ini merupakan karya Angela Rahmawati (@angelarahmawatii) untuk WarungSaTeKaMu.

Klik di sini untuk melihat koleksi lock screen WarungSaTeKaMu

Allah Segala Bangsa

Selasa, 11 Juni 2019

Allah Segala Bangsa

Baca: Kisah Para Rasul 2:1-12

2:1 Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat.

2:2 Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk;

2:3 dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing.

2:4 Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.

2:5 Waktu itu di Yerusalem diam orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah kolong langit.

2:6 Ketika turun bunyi itu, berkerumunlah orang banyak. Mereka bingung karena mereka masing-masing mendengar rasul-rasul itu berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri.

2:7 Mereka semua tercengang-cengang dan heran, lalu berkata: “Bukankah mereka semua yang berkata-kata itu orang Galilea?

2:8 Bagaimana mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita:

2:9 kita orang Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan Asia,

2:10 Frigia dan Pamfilia, Mesir dan daerah-daerah Libia yang berdekatan dengan Kirene, pendatang-pendatang dari Roma,

2:11 baik orang Yahudi maupun penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab, kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah.”

2:12 Mereka semuanya tercengang-cengang dan sangat termangu-mangu sambil berkata seorang kepada yang lain: “Apakah artinya ini?”

Waktu itu di Yerusalem diam orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah kolong langit. —Kisah Para Rasul 2:5

Allah Segala Bangsa

Mantan vokalis Newsboys, Peter Furler, menceritakan tentang salah satu lagu pujian mereka yang berjudul “He Reigns” (Dia Berkuasa). Liriknya memberikan gambaran yang sangat kuat tentang orang-orang percaya dari setiap kaum dan suku bangsa yang berkumpul serta bersatu untuk menyembah Allah. Furler mengamati bahwa setiap kali Newsboys menyanyikan lagu tersebut, ia dapat merasakan karya Roh Kudus yang begitu kuat di tengah jemaat Tuhan yang sedang menyembah.

Deskripsi Furler tentang pengalamannya dengan lagu “He Reigns” bisa jadi mirip dengan yang dirasakan oleh orang-orang yang berkumpul di Yerusalem pada Hari Pentakosta. Ketika para murid dipenuhi Roh Kudus (Kis. 2:4), mulai terjadi hal-hal yang belum pernah dialami siapa pun sebelumnya. Akibatnya, orang-orang Yahudi dari segala bangsa yang ada di sana merasa kebingungan, karena masing-masing mendengar kabar tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah dalam bahasa mereka sendiri (ay.5-6,11). Petrus menjelaskan kepada orang banyak bahwa itu semua adalah penggenapan nubuat di Perjanjian Lama ketika Allah berkata, “Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia” (ay.17).

Pernyataan kuasa Allah yang berlaku bagi semua orang itu membuat orang-orang menerima kabar Injil yang dibawa oleh Petrus, sehingga tiga ribu jiwa bertobat pada hari itu (ay.41). Setelah awal yang spektakuler ini, orang-orang yang baru percaya itu kembali ke tempat asal mereka di seluruh pelosok bumi dengan membawa kabar baik tersebut.

Kabar baik tentang pengharapan dari Allah bagi semua orang masih bergema hingga hari ini. Saat kita memuji Allah bersama-sama, Roh-Nya bekerja di antara kita dan menyatukan orang-orang dari segala bangsa dalam kesatuan yang indah. Dia sungguh berkuasa! —Remi Oyedele

WAWASAN
Dalam rentang delapan minggu saja, murid-murid Yesus mengalami berbagai lonjakan emosional. Bayangkan mereka melewati riuhnya arak-arakan saat Yesus memasuki Yerusalem hanya untuk menyaksikan Dia ditangkap dan disalib (Matius 21-26; Markus 11-14; Lukas 19-22; Yohanes 12-13). Lalu tibalah waktu kebangkitan-Nya—bukti tak terbantahkan bahwa Dialah Sang Mesias—diikuti dengan kepergian-Nya dari dunia ini. Menghadapi banyak keterkejutan seperti itu, tidak heran bila para murid keliru memahami perintah Kristus tentang membangun Kerajaan-Nya. Mereka mengharapkan solusi politis atas permasalahan Israel—bebas dari penindasan Roma dan mendapatkan tanah mereka yang sah di dunia sebagai umat pilihan Allah (Kisah Para Rasul 1:6). Namun, Yesus memiliki rencana yang lebih baik. Dia berjanji, “Kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku . . . sampai ke ujung bumi” (ay.8). Kisah Para Rasul 2 mengisahkan bagaimana Roh Kudus menyatakan janji tersebut. —Tim Gustafson

Dalam hal apa kamu melihat gambar Allah dalam diri orang lain? Bagaimana kamu dapat melihat orang dari setiap suku dan bangsa seperti Yesus melihat mereka?

Bapa Surgawi, mampukanlah aku memancarkan hati-Mu yang mengasihi seluruh umat-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Ezra 1-2; Yohanes 19:23-42

Handlettering oleh Julio Mesak Nangkoda

Penyertaan Allah dalam Tantangan Kehidupan

Oleh Ari Setiawan, Yogyakarta

Bulan April lalu aku sedikit menyampaikan keluhan hidupku lewat artikel yang berjudul “Jangan Sekadar Mengeluh!”. Dalam artikel tersebut, nampaknya manusia relatif sukar untuk berhenti mengeluh karena hidup manusia diiringi oleh penderitaan. Wait, jangan berpikir ke arah negatif dulu ya. Kata ‘derita’, yang bisa dibaca pada artikel sebelumnya, dapat dipahami sebagai sebuah konsekuensi yang harus ditanggung dan dijalani ketika seseorang bertindak suatu hal. Maka menurutku, wajar jika sesekali hidup manusia kerap diselingi oleh keluhan.

Keluhan yang kerap disampaikan oleh sebagian kita adalah tentang naiknya jenjang kehidupan. Aku mengingat jelas, ketika masuk ke bangku Sekolah Dasar, aku sering ngomel ke orang tuaku karena jam bermain tidak sebanyak masih di Taman Kanak-kanak. Lepas dari Sekolah Dasar menuju Sekolah Menengah Pertama, aku pun rindu masa Sekolah Dasar, di mana pe-er dan tes-tes tidak menumpuk banyak. Naik lagi ke tingkat Sekolah Menengah tingkat Atas, kesumpekan pun meningkat dengan beragam laporan laboratorium, riset-riset, les mata pelajaran ini dan itu. Memasuki dunia perkuliahan, aku mengira akan lebih lega dengan kebebasan mengatur jadwal, namun tuntutan perkuliahan justru lebih tinggi disertai juga kesibukan organisasi mahasiswa.

Selain naiknya jenjang kehidupan sebagai pilihan diri kita, tekananan kehidupan juga berasal dari lingkungan masyarakat di sekitar kita. Bagi kita yang sudah bekerja, baik sebagai pegawai atau wiraswasta, tentu merasakan persaingan dunia kerja. Bisnis fotografi dan videografi yang digeluti oleh kakakku pun mengalami persaingan dengan semakin merebaknya anak-anak muda yang baru sekian bulan memegang kamera lalu memasang tarif dokumentasi acara dengan harga yang miring. Begitu pun usaha event organizer yang pernah digeluti aku dan teman-temanku, dimana kini muncul banyak event organizer baru yang dipelopori anak-anak yang jauh lebih muda dari kami. Aku pun belum bisa membayangkan secara utuh dampak industri 4.0 dan era desrupsi pada tekanan hidup masyakat negara berkembang seperti di Indonesia.

Harus kita akui bahwa tekanan hidup manusia dari waktu ke waktu tidak akan semakin mudah, justru menjadi lebih besar. Namun apa yang harus kita pahami sebagai orang Kristen dalam menjani hidup penuh tekanan?

Sebuah penguatan dinyatakan juga oleh Allah ketika bangsa Yehuda berada di tanah pembuangan Babel. Dalam Yesaya 43:2 dikatakan bahwa:

“Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, atau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau.”

Terdapat tiga hal yang bisa kita pahami dari ayat ini, terlebih menguatkan kita menjalani hidup penuh tekanan.

1. Allah menyertai kita dalam kesulitan hidup kita.

Penulis kitab Yesaya dengan jelas menyatakan janji Allah, di kala mereka menyeberang melalui air, melalui sungai-sungai, melalui api, Ia beserta. Dalam kondisi bangsa Yehuda kala mereka berada pada masa pembuangan ke Babel, jauh dari tempat asal mereka dan di bawah pemerintahan Raja Babel, Allah tidak mengabaikan mereka. Allah tetap beserta umat-Nya dalam tekanan kehidupan. Begitu pun ketika kita berada dalam tekanan hidup di pendidikan, dunia kerja, relasi dengan sesama maupun berbagai tekanan lainnya, Allah tetap menyertai umat-Nya.

2. Allah tidak menghilangkan tantangan kehidupan, tantangan masih ada.

Ketika Allah beserta umat-Nya, penulis kitab Yesaya tidak menyatakan bahwa bangsa Yehuda bisa kembali dengan mudah ke tanah mereka; masih ada air, sungai-sungai dan api yang menghadang mereka. Sama seperti kondisi hidup kita saat ini, Allah tidak pernah menjanjikan hidup kita bahagia, aman sentosa setiap saat, tetapi tantangan kehidupan tersebut masih ada. Tugas-tugas, ujian beragam mata pelajaran dan perkuliahan tetap ada, tuntutan dan persaingan kerja tetap ada karena Allah yang mengizinkan hal tersebut terjadi dalam hidup kita.

3. Allah meminta kita melalui tantangan tersebut, bukan menghindari.

Ketika kita melalui air, terlebih sungai-sungai, Allah berjanji kita tidak akan hanyut, tetapi kita tentu tetap basah dan merasakan derasnya arus sungai tersebut. Begitu pula ketika kita melalui api, Allah berjanji kita tidak akan hangus terbakar, tetapi kita tetap merasakan panas dari api tersebut. Hal yang sama terjadi dalam tantangan kehidupan kita, Allah berharap kita melalui tugas dan ujian dalam pendidikan kita maupun tuntutan dan persaingan kerja, bukan terus menerus menghindar.

* * *

Memang benar bahwa tekanan hidup manusia dari waktu ke waktu tidak akan semakin mudah, justru menjadi lebih besar. Segala yang aku dan teman-teman sekalian temui dalam hidup akan semakin berat. Akan selalu ada sungai maupun api yang harus kita lalui. Ketika melalui sungai dan api, yaitu tantangan kehidupan, kita akan makin disadarkan bahwa Tuhan selalu beserta kita. Maka kini, ketika kita berada dalam tekanan hidup, janganlah berdoa agar tekanan tersebut dijauhkan dari kita. Sampaikan kepada-Nya, “Tuhan, terima kasih atas tantangan dalam hidup kami. Sertai kami dan mampukan kami melalui tantangan tersebut. Amin.”

Ada satu pujian yang mengingatkan kita akan pemeliharaan Allah. Lagu yang berjudul “Ku Tau Bapa Peliharaku” ini mungkin tidak asing di telinga kita. Liriknya berkata:

“Ku tau Bapa p’liharaku,
Dia baik, Dia baik.
Ku yakin Dia s’lalu sertaku, Dia baik bagiku.

Lewat badai cobaan, semuanya mendatangkan kebaikan.
Ku tahu Bapa p’liharaku, Dia baik bagiku.”

Kiranya pujian di atas akan semakin menolong kita menghayati penyertaan Tuhan dalam segala tekanan hidup kita.

Baca Juga:

Sulit Membuat Keputusan? Libatkanlah Tuhan dalam Hidupmu

Ketika kita bingung akan langkah yang harus kita ambil, izinkan Tuhan mengambil alih kemudi hidup kita. Ia akan mengantarkan kita pada rencana indah-Nya.

Berbagi Pizza

Senin, 10 Juni 2019

Berbagi Pizza

Baca: Amsal 11:23-31

11:23 Keinginan orang benar mendatangkan bahagia semata-mata, harapan orang fasik mendatangkan murka.

11:24 Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan.

11:25 Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum.

11:26 Siapa menahan gandum, ia dikutuki orang, tetapi berkat turun di atas kepala orang yang menjual gandum.

11:27 Siapa mengejar kebaikan, berusaha untuk dikenan orang, tetapi siapa mengejar kejahatan akan ditimpa kejahatan.

11:28 Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh; tetapi orang benar akan tumbuh seperti daun muda.

11:29 Siapa yang mengacaukan rumah tangganya akan menangkap angin; orang bodoh akan menjadi budak orang bijak.

11:30 Hasil orang benar adalah pohon kehidupan, dan siapa bijak, mengambil hati orang.

11:31 Kalau orang benar menerima balasan di atas bumi, lebih-lebih orang fasik dan orang berdosa!

Orang yang banyak memberi akan berkelimpahan, orang yang suka menolong akan ditolong juga. —Amsal 11:25 BIS

Berbagi Pizza

Steve, seorang tunawisma veteran perang berusia 62 tahun, pindah ke daerah beriklim hangat yang membuatnya bisa tidur di luar sepanjang tahun. Suatu malam, saat sedang memajang lukisan hasil karyanya—inilah caranya mendapatkan uang—seorang wanita muda menghampiri dan menawarinya beberapa potong pizza. Steve pun menerima dengan senang hati. Beberapa saat kemudian, Steve membagikan pizzanya dengan seorang tunawisma lain yang kelaparan. Tak lama sesudah itu, wanita muda tadi kembali dengan membawa sepiring makanan lagi. Ia senang melihat bagaimana Steve bersikap murah hati dengan membagikan apa yang telah diterimanya.

Cerita Steve melukiskan prinsip yang dikemukakan Amsal 11:25, yaitu bila kita bermurah hati kepada sesama, kemungkinan kita juga akan menerima kemurahan hati orang lain. Namun, tidak sepatutnya kita memberi karena mengharapkan imbalan; bahkan jarang kemurahan hati kita langsung dibalas, sebagaimana dialami oleh Steve. Akan tetapi, kita memberi pertolongan kepada sesama sebagai bentuk kasih kita kepada Allah yang memerintahkannya (flp. 2:3-4; 1Yoh. 3:17). Saat kita melakukannya, Allah pun senang. Meski Allah tidak berkewajiban mengisi dompet atau perut kita, Dia sering menggunakan beragam cara untuk menolong kita—baik berupa materi ataupun berkat rohani.

Steve kembali membagikan sepiring pizza yang kedua dengan senyum dan tangan terbuka. Walaupun serba kekurangan, ia menjadi teladan hidup yang murah hati, lewat kesediaannya berbagi apa yang dimilikinya dengan orang lain dan tidak mencari kepuasan bagi dirinya sendiri. Bersama Allah yang menuntun dan menguatkan kita, kiranya kita juga dapat melakukan hal yang sama. —Kirsten Holmberg

WAWASAN
Kitab Amsal berisi banyak pepatah singkat yang tidak berhubungan satu sama lain (kecuali pasal 1-9 dan 31), tetapi banyak juga sejumlah pemikiran yang saling terkait. Misalnya, 11:23-31 membandingkan orang benar dan orang fasik, orang yang murah hati dan yang serakah. Si pemurah akan menjadi makmur; barangsiapa memberi minum akan diberi minum. Orang akan mengutuki mereka yang menimbun gandum, tetapi memberkati yang dermawan (ay.24-26). Sungguh menarik bahwa dalam ayat 28, kemurahan berhubungan dengan kebenaran. “Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya [tidak mau berbagi dan bermurah hati] akan jatuh; tetapi orang benar [yang berbagi] akan tumbuh seperti daun muda.” Di sini, orang serakah dibandingkan dengan orang benar, bukan orang murah hati. Cinta uang tampaknya sangat berpengaruh terhadap karakter kita. —J.R. Hudberg

Dengan siapa kamu dapat berbagi hari ini? Bagaimana kamu sendiri telah diberkati melalui kemurahan hati orang lain?

Kita dapat bermurah hati dengan membagikan apa yang telah kita terima dari Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 34-36; Yohanes 19:1-22

Handlettering oleh Febronia

Doa Abby

Minggu, 9 Juni 2019

Doa Abby

Baca: Efesus 6:16-20

6:16 dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat,

6:17 dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah,

6:18 dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus,

6:19 juga untuk aku, supaya kepadaku, jika aku membuka mulutku, dikaruniakan perkataan yang benar, agar dengan keberanian aku memberitakan rahasia Injil,

6:20 yang kulayani sebagai utusan yang dipenjarakan. Berdoalah supaya dengan keberanian aku menyatakannya, sebagaimana seharusnya aku berbicara.

Pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang. —1 Timotius 2:1

Doa Abby

Saat duduk di kelas 2 SMA, Abby mendengar berita tentang seorang pemuda yang terluka parah karena mengalami kecelakaan pesawat—kecelakaan yang merenggut nyawa ayah dan ibu tirinya. Meski tidak mengenal pemuda itu, tetapi ibu Abby berkata, “Kita harus mendoakan anak muda itu dan keluarganya.” Mereka pun berdoa.

Beberapa tahun berlalu, dan suatu hari Abby memasuki kelas di kampusnya. Seorang mahasiswa menawarkan tempat duduk di sebelahnya kepada Abby. Nama mahasiswa itu Austin Hatch, dan ternyata ia adalah korban kecelakaan pesawat yang pernah Abby doakan. Tak lama kemudian, mereka menjalin hubungan serius lalu menikah di tahun 2018. “Rasanya sulit dipercaya, tetapi aku tidak pernah terpikir telah mendoakan seseorang yang kelak jadi suamiku,” kata Abby dalam sebuah wawancara menjelang pernikahannya.

Kita cenderung berdoa untuk kebutuhan pribadi dan orang-orang terdekat saja, tetapi lalai menyediakan waktu untuk berdoa bagi orang lain. Namun, dalam surat kepada jemaat Efesus, Rasul Paulus berkata, “Lakukanlah semuanya itu sambil berdoa untuk minta pertolongan dari Allah. Pada setiap kesempatan, berdoalah sebagaimana Roh Allah memimpin kalian. Hendaklah kalian selalu siaga dan jangan menyerah. Berdoalah selalu untuk semua umat Allah” (Ef. 6:18 bis). 1 Timotius 2:1 juga menasihatkan, “Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang,” termasuk para pemimpin.

Mari berdoa untuk orang lain, termasuk mereka yang tidak kita kenal. Itulah salah satu cara kita untuk “saling membantu menanggung beban” (Gal. 6:2 bis). —Dave Branon

WAWASAN
Tak seperti banyak surat Paulus yang lain, surat Efesus bukan ditujukan untuk mengatasi ajaran sesat tertentu melainkan justru menekankan kerinduan Paulus agar jemaat Efesus menangkap panggilan Allah bagi gereja (1:18-23; 3:16-19). Lewat kesatuan dengan Kristus melalui Roh Kudus, orang percaya didamaikan dengan Allah dan sesama (2:14-19). Inilah kesatuan ajaib yang menggambarkan kesatuan yang sedang Allah kerjakan dalam Kristus atas “segala sesuatu, baik yang di sorga maupun yang di bumi” (1:10; lihat 4:13). Namun, setia kepada panggilan yang sangat berlawanan dengan kebudayaan dunia ini tidak bisa dilakukan begitu saja, maka Paulus berulang kali mendorong umat percaya untuk semakin berakar dalam kasih Kristus (3:16-19) supaya mereka tidak terpengaruh oleh gaya hidup yang merusak di sekeliling mereka (6:17-19). Agar dapat sungguh-sungguh menjadi saksi bagi kekuasaan Allah dengan keberanian dan kedisiplinan layaknya seorang prajurit, gereja harus memupuk gaya hidup yang adil, membawa damai, dan berkomitmen teguh pada kebenaran melalui kuasa Roh Kristus (6:10-18). —Monica Brands

Siapa saja yang perlu kamu doakan hari ini, termasuk mereka yang tidak kamu kenal secara pribadi? Ambillah waktu untuk membawa kebutuhan mereka kepada Allah.

Tuhan Yesus, bukalah hatiku agar aku melihat kebutuhan orang-orang di sekitarku, termasuk yang tidak kukenal. Pakailah kepedulianku dan bertindaklah bagi mereka, karena hanya Engkau yang sanggup.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 32-33; Yohanes 18:19-40

Handlettering oleh Marcella Liem

Menjatuhkan Pin Boling

Sabtu, 8 Juni 2019

Menjatuhkan Pin Boling

Baca: Pengkhotbah 1:3-11

1:3 Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah di bawah matahari?

1:4 Keturunan yang satu pergi dan keturunan yang lain datang, tetapi bumi tetap ada.

1:5 Matahari terbit, matahari terbenam, lalu terburu-buru menuju tempat ia terbit kembali.

1:6 Angin bertiup ke selatan, lalu berputar ke utara, terus-menerus ia berputar, dan dalam putarannya angin itu kembali.

1:7 Semua sungai mengalir ke laut, tetapi laut tidak juga menjadi penuh; ke mana sungai mengalir, ke situ sungai mengalir selalu.

1:8 Segala sesuatu menjemukan, sehingga tak terkatakan oleh manusia; mata tidak kenyang melihat, telinga tidak puas mendengar.

1:9 Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari.

1:10 Adakah sesuatu yang dapat dikatakan: “Lihatlah, ini baru!”? Tetapi itu sudah ada dulu, lama sebelum kita ada.

1:11 Kenang-kenangan dari masa lampau tidak ada, dan dari masa depan yang masih akan datangpun tidak akan ada kenang-kenangan pada mereka yang hidup sesudahnya.

Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi. —Pengkhotbah 1:9

Menjatuhkan Pin Boling

Saya tergelitik melihat tato di pergelangan kaki Erin, teman saya, yang bergambar bola boling yang sedang menjatuhkan pin. Erin terinspirasi dari lagu Sara Groves, “Setting Up the Pins.” Liriknya yang cerdas mendorong pendengar untuk menemukan sukacita dalam rutinitas berulang-ulang yang kadang terasa tidak berarti, seperti bolak-balik menyusun pin-pin boling yang kemudian dijatuhkan oleh orang lain.

Mencuci baju. Memasak. Memotong rumput di halaman. Hidup rasanya penuh dengan pekerjaan yang sudah selesai tetapi harus dikerjakan berulang kali—lagi dan lagi. Pergumulan itu bukanlah hal baru melainkan sudah sejak zaman lampau, seperti terungkap dalam kitab Pengkhotbah di Perjanjian Lama. Di bagian awal, penulisnya mengeluhkan siklus kehidupan manusia dari hari ke hari yang tiada habisnya sebagai kesia-siaan belaka (pkh. 1:2-3). Semua terasa tidak berarti sebab “apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi” (ay.9).

Namun, seperti teman saya tadi, penulis kitab Pengkhotbah dapat memperoleh kembali sukacita dan makna dengan mengingat bahwa kepuasan sejati dialami saat kita takut (hormat) akan Allah dan berpegang pada perintah-perintah-Nya (12:13). Kita pun terhibur saat mengetahui bahwa Allah menghargai setiap aspek kehidupan manusia, bahkan yang tampaknya paling remeh dan menjemukan sekalipun, dan Dia akan memberi kita upah atas kesetiaan kita (ay.14).

“Pin-pin” apa yang harus kamu susun terus-menerus dalam hidup ini? Saat tugas-tugas rutin mulai terasa melelahkan, baiklah kita mengambil waktu sejenak untuk mempersembahkan setiap pekerjaan itu sebagai persembahan kasih kita kepada Allah. —Lisa Samra

WAWASAN
Salah satu tema kunci dalam Pengkhotbah terdapat dalam frasa “di bawah matahari.” Kata-kata itu ada pada bacaan hari ini dalam ayat 3 dan 9, juga 27 ayat lainnya dalam kitab ini. Apakah artinya? “Di bawah matahari” merujuk pada apa yang dilakukan di bumi ini berdasarkan cara, nilai, dan pola pikir dunia, sehingga yang terjadi “di bawah matahari” berlawanan dengan nilai-nilai surgawi. Sebagai kitab keputusasaan, inti pesan Pengkhotbah adalah bahwa kita tidak dapat menemukan makna dan tujuan sejati kecuali dengan hidup menurut isi hati Bapa di surga, yang berlawanan dengan cara-cara dunia yang telah rusak. —Bill Crowder

Saat mengetahui bahwa pekerjaan kamu dihargai oleh Allah, adakah pengaruhnya pada cara kamu bekerja hari ini? Bagaimana pengetahuan tersebut mendorongmu memaknai kegiatan dan rutinitasmu sehari-hari?

Terima kasih, Bapa, karena Engkau menghargai kegiatan kami sehari-hari. Tolong kami menemukan sukacita dalam pekerjaan kami hari ini.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 30-31; Yohanes 18:1-18

Handlettering oleh Septianto Nugroho

Jangan Lewatkan Kesempatan Itu

Jumat, 7 Juni 2019

Jangan Lewatkan Kesempatan Itu

Baca: Mazmur 19:1-6

19:1 Untuk pemimpin biduan. Mazmur Daud.19:2 Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya;

19:3 hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam.

19:4 Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar;

19:5 tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari,

19:6 yang keluar bagaikan pengantin laki-laki yang keluar dari kamarnya, girang bagaikan pahlawan yang hendak melakukan perjalanannya.

Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya. —Mazmur 19:2

Jangan Lewatkan Kesempatan Itu

“Ajak anak-anakmu melihat bulan purnama, jangan lewatkan kesempatan itu!” kata Ny. Webb. Sebelum kebaktian doa tengah minggu dimulai, sebagian dari kami berbincang-bincang tentang bulan purnama yang muncul malam sebelumnya. Bulan itu tampak menakjubkan, bagaikan bulatan yang sedang duduk di garis cakrawala. Ny. Webb adalah yang paling senior dalam kelompok kami dan ia sangat menyukai karya ciptaan Allah yang indah. Ia tahu saya dan istri memiliki dua anak yang masih kecil, dan ia ingin kami mengajarkan hal-hal baik kepada mereka. Ajak anak-anakmu melihat bulan purnama, jangan lewatkan kesempatan itu!

Seandainya Ny. Webb hidup di zaman dahulu, mungkin ia sudah menjadi seorang pemazmur. Kejeliannya terhadap ciptaan Allah tecermin dalam sajak Daud tentang benda-benda langit: “Tidak ada berita dan tidak ada kata . . . ; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi” (Mzm. 19:4-5). Baik pemazmur maupun Ny. Webb sama sekali tidak bermaksud memuja bulan dan bintang-bintang, melainkan tangan Sang Pencipta yang berada di baliknya. Langit dan cakrawala menyatakan kemuliaan Allah semata (ay.2).

Kita pun bisa mendorong orang-orang di sekitar kita—dari anak kecil, remaja, hingga pasangan dan tetangga—untuk berhenti sejenak, memandang, dan menyimak cerita kemuliaan Allah yang terdengar di sekitar kita. Dengan memperhatikan karya tangan-Nya, kita akan dibawa untuk menyembah Allah yang luar biasa di balik semua ciptaan itu. Jangan lewatkan kesempatan itu. —John Blase

WAWASAN
Dalam buku “Reflections on the Psalms” karya C.S. Lewis, ia menyebut Mazmur 19 sebagai puisi terbaik dalam buku nyanyian Ibrani dengan lirik terindah di dunia. Ada “enam ayat tentang alam, lima tentang hukum Taurat, dan empat doa pribadi,” tetapi pembaca mungkin cenderung mengabaikan keterkaitan antara semua itu. Menurut Lewis, “Kata kunci dalam seluruh mazmur itu adalah ‘tidak ada yang terlindung dari panas sinarnya’” (ay.7). Bagaikan terik dan panas matahari Timur Tengah, firman dari sang Pencipta (ay.1), Tuhan (ay.8), sekaligus Penebus kita (ay.15) menyelidiki pikiran-pikiran rahasia yang tersembunyi dalam hati kita (ay.12-15). Mendengar suara Allah, pemazmur pun berdoa, “Mudah-mudahan Engkau berkenan akan ucapan mulutku dan renungan hatiku, ya TUHAN, gunung batuku dan penebusku” (ay.15). —Mart DeHaan

Apa yang bisa kamu lakukan untuk berhenti sejenak dan mengamati karya tangan Allah saat ini? Bagaimana kamu mendorong sesama untuk melakukannya juga?

Saat berhenti sejenak, memandang, dan menyimak, kita akan melihat karya ciptaan menceritakan kemuliaan Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 28-29; Yohanes 17

Handlettering oleh Kent Nath

Background photo credit: Dennis Agusdianto

Mekar di Padang Gurun

Kamis, 6 Juni 2019

Mekar di Padang Gurun

Baca: Yesaya 35:1-10

35:1 Padang gurun dan padang kering akan bergirang, padang belantara akan bersorak-sorak dan berbunga;

35:2 seperti bunga mawar ia akan berbunga lebat, akan bersorak-sorak, ya bersorak-sorak dan bersorak-sorai. Kemuliaan Libanon akan diberikan kepadanya, semarak Karmel dan Saron; mereka itu akan melihat kemuliaan TUHAN, semarak Allah kita.

35:3 Kuatkanlah tangan yang lemah lesu dan teguhkanlah lutut yang goyah.

35:4 Katakanlah kepada orang-orang yang tawar hati: “Kuatkanlah hati, janganlah takut! Lihatlah, Allahmu akan datang dengan pembalasan dan dengan ganjaran Allah. Ia sendiri datang menyelamatkan kamu!”

35:5 Pada waktu itu mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan telinga orang-orang tuli akan dibuka.

35:6 Pada waktu itu orang lumpuh akan melompat seperti rusa, dan mulut orang bisu akan bersorak-sorai; sebab mata air memancar di padang gurun, dan sungai di padang belantara;

35:7 tanah pasir yang hangat akan menjadi kolam, dan tanah kersang menjadi sumber-sumber air; di tempat serigala berbaring akan tumbuh tebu dan pandan.

35:8 Di situ akan ada jalan raya, yang akan disebutkan Jalan Kudus; orang yang tidak tahir tidak akan melintasinya, dan orang-orang pandir tidak akan mengembara di atasnya.

35:9 Di situ tidak akan ada singa, binatang buas tidak akan menjalaninya dan tidak akan terdapat di sana; orang-orang yang diselamatkan akan berjalan di situ,

35:10 dan orang-orang yang dibebaskan TUHAN akan pulang dan masuk ke Sion dengan bersorak-sorai, sedang sukacita abadi meliputi mereka; kegirangan dan sukacita akan memenuhi mereka, kedukaan dan keluh kesah akan menjauh.

Mereka itu akan melihat kemuliaan Tuhan, semarak Allah kita. —Yesaya 35:2

Mekar di Padang Gurun

Gurun Mojave terdiri dari bukit-bukit pasir, ngarai-ngarai kering, dataran tinggi, dan pegunungan seperti gurun pada umumnya. Namun, ahli biologi asal Amerika Serikat, Edmund Jaeger, mengamati bahwa setiap beberapa tahun sekali hujan lebat akan turun dan membuat “bunga-bunga bermekaran dengan sangat berlimpah sehingga hampir setiap jengkal pasir atau tanah berbatu seakan diselimuti bunga.” Sayangnya, musim bunga liar di Gurun Mojave bukanlah fenomena tahunan. Para peneliti memastikan tanah yang gersang itu perlu dibasahi dulu oleh badai dan dihangatkan oleh matahari selama beberapa waktu, sebelum kemudian pada waktu yang tepat, bunga pun bermekaran menyelimuti gurun dengan warna-warna yang indah.

Gambaran Allah yang memunculkan kehidupan di tanah yang gersang itu mengingatkan saya pada Nabi Yesaya. Setelah menyampaikan pesan tentang penghakiman Allah atas segala bangsa, Yesaya menceritakan penglihatan akan datangnya pengharapan besar (Yes. 35). Saat menjelaskan keadaan di masa mendatang ketika Allah memulihkan segala sesuatu, sang nabi berkata, “Padang gurun dan padang kering akan bergirang, padang belantara akan bersorak-sorak dan berbunga” (Yes. 35:1). Ia menyatakan bahwa umat yang diselamatkan Allah akan memasuki kerajaan-Nya “dengan bersorak-sorai, sedang sukacita abadi meliputi mereka; kegirangan dan sukacita akan memenuhi mereka, kedukaan dan keluh kesah akan menjauh” (Yes. 35:10).

Karena masa depan kekal kita sudah dijamin oleh janji Allah, kita dapat mempercayai Dia di tengah musim kekeringan maupun saat badai kehidupan melanda. Dengan berakar dalam kasih-Nya, kita dapat bertumbuh semakin menyerupai Yesus, sampai pada saatnya, Dia akan datang kembali dan memulihkan segala sesuatu. —Xochitl Dixon

WAWASAN
Janji dalam Yesaya 35:5—orang buta dan tuli akan sembuh—diberikan untuk menolong bangsa Israel mengenali Sang Mesias ketika Dia datang. Dalam Markus 6-8, kita melihat dua rangkaian peristiwa. Dalam setiap rangkaian, ada mukjizat Yesus yang memberi makan ribuan orang, perdebatan dengan pemuka agama, dan mukjizat kesembuhan. Rangkaian pertama diakhiri dengan Yesus menyembuhkan seorang tuli dan yang kedua menyembuhkan orang buta. Jadi, tidak mengherankan jika Petrus menyatakan Yesus sebagai Sang Mesias (8:29), karena Dia telah menggenapi janji dalam Yesaya 35. —Bill Crowder

Badai kehidupan apa yang baru-baru ini kamu hadapi? Bagaimana Allah menyatakan kehadiran-Nya kepadamu? Lihatlah! Dia ada di sana.

Bapa yang Maha Pengasih, terima kasih karena Engkau menjamin akan selalu menyertai dan menumbuhkan kami lewat setiap badai hidup kami.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 25-27; Yohanes 16

Handlettering oleh Teguh Arianto

Menemukan Harta Karun

Rabu, 5 Juni 2019

Menemukan Harta Karun

Baca: Matius 13:44-46

13:44 “Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu.

13:45 Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah.

13:46 Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, iapun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu.”

Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang. —Matius 13:44

Menemukan Harta Karun

Ketika John dan Mary sedang mengajak anjing mereka berjalan-jalan di halaman rumah, tanpa sengaja mereka menemukan sebuah kaleng berkarat yang menyembul keluar karena tanahnya tergerus oleh hujan. Mereka membawa kaleng itu pulang, membukanya, dan mendapati di dalamnya simpanan koin emas yang berusia lebih dari satu abad! Pasangan tersebut kembali ke tempat kaleng tadi dan menemukan tujuh kaleng lagi yang seluruhnya berisi 1.427 koin. Kemudian, mereka melindungi harta karun itu dengan memendamnya kembali di tempat lain.

Simpanan koin bernilai 10 juta dolar itu merupakan penemuan koin kuno terbesar dalam sejarah Amerika Serikat. Kisah ini sangat mirip dengan perumpamaan yang diceritakan Yesus: “Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu” (Mat. 13:44).

Kisah tentang harta terpendam telah menarik imajinasi orang dari abad ke abad, meski penemuannya sangat jarang terjadi. Namun, Yesus berbicara tentang suatu harta yang akan diperoleh oleh semua orang yang mengakui dosa, lalu menerima dan mengikuti Dia (Yoh. 1:12).

Harta istimewa itu takkan pernah habis. Ketika kita meninggalkan kehidupan kita yang lama untuk mencari Allah dan kehendak-Nya, kita akan menemukan kemuliaan-Nya. Melalui “kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus” (Ef. 2:7), Allah menawarkan kepada kita harta yang tak ternilai—kehidupan baru sebagai anak-Nya, tujuan hidup yang baru, dan sukacita kekal yang tak terbayangkan bersama-Nya. —James Banks

WAWASAN
Yesus membandingkan hal Kerajaan Surga dengan harta terpendam dan upaya yang akan dilakukan seseorang untuk memperolehnya (Matius 13:44). Perumpamaan itu mungkin membuat kita berfokus pada perihal hartanya, tetapi yang ditekankan Yesus adalah unsur pengorbanannya. Orang yang menemukan harta terpendam tadi “menjual seluruh miliknya” hanya untuk mendapatkan harta itu. Pada kesempatan lain, Yesus menegaskan, “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?” (16:26). Hidup dengan nilai-nilai Kristus berarti segala sesuatu yang lain tidak bernilai lagi bagi kita. Kerajaan Surga menuntut komitmen total kepada Yesus. —Tim Gustafson

Bagaimana kamu menghargai hubungan kamu dengan Allah? Bagaimana kamu dapat membagikan harta tersebut dengan orang lain?

Engkaulah harta terbesarku, ya Yesus. Aku memuji-Mu karena Engkau telah menyerahkan hidup-Mu bagiku di kayu salib, sehingga aku dapat memperoleh pengampunan dan hidup yang baru di dalam-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 23-24; Yohanes 15

Handlettering oleh Elizabeth Rachel Soetopo