Kekurangan Fisik Membuatku Minder, Tapi Tuhan Memandangku Berharga

Oleh Abyasat Tandirura, Toraja

Aku lahir dengan kondisi di mana langit-langit dalam rongga mulutku terbuka sehingga ketika aku berbicara, suaraku tidak jelas. Teman-temanku pernah mengejekku. Aku sangat sedih dan hampir menangis, tetapi seorang guruku menegur mereka dan menenangkanku.

Sejak saat itu, teman-temanku tidak lagi mengejekku. Akan tetapi, sulit bagiku untuk melupakannya begitu saja. Ejekan mereka sungguh melukai perasaanku sebagai seorang anak perempuan yang masih berumur 9 tahun. Aku tidak suka mereka mengejekku, meskipun aku tahu kalau suaraku memang tidak jelas.

Suaraku yang tidak jelas ini menjadi pergumulanku dalam membina komunikasi dengan orang lain. Aku jadi anak yang minder. Tak jarang aku memilih diam ketimbang bercakap-cakap dengan orang lain. Aku merasa lebih baik jadi pendengar saja ketika teman-temanku bersenda gurau atau membicarakan suatu hal. Aku malu dan takut berbicara kalau-kalau temanku tidak mengerti kata-kata yang aku ucapkan. Kadang aku bertanya kepada diriku sendiri: mengapa aku yang mengalami ini, tetapi teman-temanku tidak? Aku bahkan pernah kecewa kepada Tuhan. Aku merasa Dia tidak peduli pada keadaanku. Padahal, di sekolah Minggu aku suka mendengar guruku bercerita tentang Tuhan Yesus yang menyembuhkan banyak orang sakit dan melakukan banyak mukjizat. Aku pun berharap kelak aku mengalaminya. Namun, mukjizat berupa kesembuhan instan itu tidak tampak dalam hidupku.

Sulit bagiku untuk membangun rasa percaya diri seperti yang teman-temanku lakukan. Perasaan minder dalam diriku membuatku tumbuh jadi remaja yang pendiam. Rasa malu dan takut bicara seolah sudah melekat dalam diriku.

Seiring waktu yang terus berjalan, ada satu hal yang kemudian membuat pikiranku terbuka. Aku membaca dan mendengarkan kisah-kisah hebat dari orang-orang yang mengalami cacat fisik atau disabilitas. Ada Nick Vujicic, seorang motivator hebat yang dilahirkan tanpa lengan dan kaki. Ada Frances Jane Crosby, seorang anak yang lahir normal namun mengalami malpraktik hingga dia pun mengalami kebutaan seumur hidupnya. Tapi, dalam kebutaaannya, dia sanggup menciptakan ribuah pujian, himne, puisi, dan sajak.

Selain mereka, masih banyak lagi para disabilitas lainnya, termasuk para atlet. Mereka memiliki keterbatasan fisik, namun Tuhan memakai kekurangan itu dengan talenta-talenta yang luar biasa dan membuat dunia takjub.

Berangkat dari kisah hidup mereka, benih-benih semangat mulai bertumbuh di hatiku. Aku berkata pada diriku: “Kalau aku terlahir dengan ketidaksempurnaan pada salah satu bagian tubuh yang kumiliki, itu artinya Tuhan mau memakai keterbatasanku untuk suatu hal yang indah bagi-Nya.” Kata-kataku ini terus bergema dalam hatiku, dan menjadi batu loncatan yang mengubahku menjadi pribadi yang percaya diri.

Tuhan memimpin hidupku hingga aku menemukan rasa percaya diriku. Firman Tuhan berkata, “Oleh karena Engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan aku ini mengasihi engkau” (Yesaya 43:4a). Ayat ini menjadi sebuah kebenaran yang mengubah rasa minderku menjadi sebuah rasa percaya diri. Tuhan menegurku dengan kasih bahwa aku tidaklah seperti apa yang kupikirkan.

Aku sadar bahwa keterbatsan yang kumiliki tidak seharusnya membatasi dan menghalangi komunikasiku dengan orang lain. Sekalipun suaraku memang tidak jelas, aku tidak perlu bersedih sebab Tuhan sangat mengasihiku dan aku adalah ciptaan-Nya yang mulia dan berharga. Di balik suaraku yang tidak jelas, Tuhan menyatakan rancangan yang indah dan kini aku sedang menikmatinya. Tuhan memberiku talenta dan kesempatan untuk menulis, dan menyediakan media ini sebagai wadah bagiku untuk memberikan kesaksian tentang kasih Tuhan lewat tulisan.

Sekarang aku sungguh bersyukur bahwa Tuhan sangat peduli dengan keadaanku. Tuhan memberiku keluarga yang sangat menyayangiku, teman-teman di sekolah, kampus, persekutuan, tempat kerja, dan tempat pelayanan yang menerimaku apa adanya. Aku yakin dan percaya bahwa dalam kekuranganku, Tuhan turut berkarya. Tuhan merancangkan masa depan yang penuh damai sejahtera.

Teruntuk teman-teman yang mengalami keterbatasan fisik apapun itu, jangan pernah merasa minder. Tuhan yang pengasih, menciptakan kita sebagai pribadi-pribadi yang berharga dan mulia. Keterbatasan-keterbatasan itu mengingatkan kita untuk selalu bergantung pada Tuhan. Tuhanlah kekuatan dalam setiap kelemahan kita. Oleh karena itu, bersama sang pemazmur, marilah kita berkata:

“Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya” (Mazmur 139:14).

Aku bersyukur, saat aku mengetahui bahwa di balik keterbatasan yang ada pada diriku, ternyata Tuhan menciptakanku sebagai pribadi yang sangat berharga dan mulia.

Terpujilah Kristus!

Baca Juga:

Meski Kuanggap Diriku Gagal, Tuhan Punya Alur Cerita yang Berbeda

Orang selalu memujiku sebagai anak pandai, tetapi kegagalan menghinaku sebagai anak bodoh. Tapi, melalui keadaan ini, Tuhan mengajariku sebuah pelajaran berharga yang tak kudapati dari bangku sekolah.

Bagikan Konten Ini
12 replies
  1. Yuliani Indriani Sitorus Oke
    Yuliani Indriani Sitorus Oke says:

    wahhh ka… sangat memotivasi ceritanya… 🙂
    God bless you ka 🙂

  2. Grace
    Grace says:

    Puji Tuhan, sungguh terberkati!
    Tuhan itu sungguh adil dan sangat besar kasih-Nya.
    Walaupun di tengah keterbatasan, Tuhan yang akan menyempurnakan.

    Tetap semangat mengasah talenta yang diberikan oleh Tuhan kepada kakak..
    God bless

  3. Eru
    Eru says:

    Amin. Kelemahan kita bukan penghalang buat melihat diri kita rendah tapi melalui rancangan Tuhan yg terbaik, Dia yg mengangkat kekurangan jadi kelebihan kita buat disempurnakan menjadi saluran berkat buat sekelilingnya. Terimakasih renungan inu mengingatkan saya buat tidak minder lewat apa yg gak bisa/apa yg saya lihat org lain lebih bisa belum tentu mereka diberikan “yg tidak mereka punya dalam diriku” di hidupnya. GBU

  4. Aby
    Aby says:

    Terima kasih semuanya, para sahabat WSK. Tuhan Yesus Memberkati 🙂
    @uraina : maaf, sy gk punya akun Ig.

  5. Jesica Situmorang
    Jesica Situmorang says:

    Terima kasih untuk warungsatekamu yang slalu menyadarkankanku untuk menjadi pribadi yang bersyukur. Aku semakin mengerti bahwa aku sangat berharga bagi Tuhan Yesus walau dunia tidak menilai buruk tentangku.

  6. Lidia
    Lidia says:

    Halo, terima kasih kesaksianny, saya punya anak juga uvulanya terbelah dan langit2 mulutnya ad celah sehingga sampai umur 2 tahun hanya bisa mengucap ‘ma’. Saya sudah merasa ad hal yang aneh 1.5 tahun anak saya belum ada kata lain, saya sudah bawa terapi hasil nihil sampai 2.5 tahun ketahuan penyebabnya dan akhirnya dioperasi. Setelah operasi, bicara masi kurang jelas tp saya bersyukur memiliki dia

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *