Cara Mengatasi Jenuh Bersaat Teduh

Sesuatu yang dilakukan berulang-ulang seringkali membuat kita merasa bosan. Mungkin begitu juga dengan saat teduh yang kita lakukan. Di awal tahun kita begitu bersemangat, tetapi seiring waktu berlalu, lama kelamaan kita pun menjadi jenuh.

Tapi, kejenuhan itu bukanlah sesuatu tanpa solusi. Ada cara untuk mengentaskan kejenuhan, untuk membangun saat teduh yang erat dan hangat bersama Tuhan. Yuk kita cari tahu caranya dengan menyimak video rekaman Instagram Live WarungSaTeKaMu bersama Kak Alex Nanlohy.

Lihat video series lainnya:
Bagaimana Caranya Agar Saat Teduh Bisa Konsisten?
Puasa Orang Kristen

Kamu Berharga di Mata Tuhan

Ilustrasi oleh: Laura Roesyella (@roesyella)

Jadikanlah keunikan kepribadianmu sebagai suatu hal yang memperkaya dirimu dan juga caramu berelasi. Tuhan mau agar kita dapat menyatakan kasih-Nya kepada dunia ini secara kreatif melalui keberagaman kita dalam berinteraksi dengan orang lain.

Apa jenis kepribadianmu?

Yuk bagikan sedikit ceritamu tentang bagaimana kepribadianmu menolongmu untuk berelasi dengan orang-orang.
Bagikan juga hal ini kepada temanmu dan ajaklah mereka untuk mensyukuri karya Tuhan dalam diri mereka.

Kamu juga bisa membagikan ini melalui instagram story kamu!
Download template di sini.

Belajar Menerima Hal Buruk, Sebagaimana Aku Menerima Hal Baik dari Tuhan

Oleh Debora Asima Rohayani, Jakarta

17 September 2015, tanggal yang tidak bisa aku lupakan sampai saat ini. Hari itu rumah uwak, kakak dari mamaku mengalami musibah kebakaran. Rumah kami bersebelahan sehingga sebagian rumahku pun terkena kobaran api. Ketika menerima telepon tentang kejadian ini, aku sedang bekerja di kantor. Dengan segera aku pun pulang ke rumah.

Aku tidak melihat ada satu pun yang tersisa dari rumah uwakku, semuanya rata dengan tanah. Keponakan kembarku yang berusia dua tahun meninggal dalam musibah tersebut, kedua-duanya! Hatiku hancur, kakiku sudah tak kuat untuk berdiri rasanya. Aku melihat mamaku duduk tanpa ekspresi apa pun di depan rumah. Aku memeluknya, membisikkannya, “semua pasti baik-baik saja, Ma”. Tapi, kondisi saat itu jelas tidak sedang baik-baik saja. Aku berusaha menguatkan semua anggota keluargaku dengan membendung air mataku.

Aku lalu masuk ke dalam rumahku sendiri dan melihat semuanya hancur tak berbentuk. Aku tak dapat menahan lagi sesaknya hati ini. Aku menangis dalam kesendirianku. Semua peristiwa ini seperti mimpi buruk yang menjadi nyata. Dalam hatiku, aku bertanya, “Tuhan, apa dosa yang aku perbuat?” Tanpa kusadari, pikiranku terus mengajukan pertanyaan-pertanyaan lainnya. “Apakah ini hasil aku melayani-Mu di gereja, berdoa, membaca firman-Mu? Adik-adikku juga melayani-Mu”. Saat itu, hanya pertanyaan demi pertanyaan yang terlintas di benakku, pertanyaan yang lebih mengacu kepada protesku pada Tuhan.

Namun, aku teringat tentang bagaimana Ayub yang di dalam kesalehan hidupnya mengalami hal yang sangat buruk, sangat tidak adil. Dan, ayat ini kemudian muncul di kepalaku:

“Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut” (Ayub 1:22).

Ayub berusaha memakai sudut pandang Allah dalam menjalani apa yang terjadi di hidupnya. Aku tahu, apa yang dialami Ayub adalah sesuatu yang rasanya begitu berat untuk ditanggung seorang manusia. Dan kupikir, musibah yang kualami mungkin tidak lebih berat daripada yang Ayub alami.

Tapi, hidup ini rasanya tidak mudah bagiku. Kami harus tidur tanpa lampu penerangan karena semua aliran listrik dipadamkan. Sempat ada tetangga yang memberikan sambungan listrik, tapi tiba-tiba mereka mencabutnya kembali tanpa aku tahu alasannya. Dan, untuk pertama kalinya aku harus tidur di bawah langit malam secara langsung, ya tanpa atap. Saat hujan, kami berteduh di rumah tetangga yang lain. Bayangan canda tawaku dengan dua keponakanku selalu muncul di kepalaku. Tak sekali-kali air mataku pun mengalir.

Beberapa hari setelah musibah itu menjadi titik terendah dalam hidupku. Fase di mana aku bingung apakah aku mau tetap percaya kepada-Nya, atau berhenti berharap. Jelas sangat sulit, apalagi setelah aku mengetahui bahwa biaya untuk merenovasi total rumahku harus menggunakan uang tabungan mama yang awalnya ditujukan untuk membiayai kuliah adik pertamaku. Adikku bersedia merendahkan hatinya dan merelakan kesempatannya berkuliah. Adikku yang kedua akan masuk SMP tahun depan. Dan sebagai anak pertama yang baru bekerja dan kuliah di semester awal, aku bisa apa? Aku merasa semuanya tidak ada harapan lagi.

Tapi, ada satu kalimat yang muncul dalam hatiku. “Apakah kamu hanya mau menerima yang baik, tetapi tidak mau menerima yang buruk?” Kalimat ini menyentakku. Dari sudut pandangku sebagai manusia, jelas apa yang kualami rasanya begitu buruk dan tak mampu kutanggung. Tapi, maukah aku melihat musibah ini dari sudut pandang-Nya?

Aku menyesali segala pikiranku yang hanya menuntut Tuhan untuk mengerti perasaan dan mauku. Aku percaya bahwa tidak ada sesuatu pun yang terjadi yang luput dari pengawasan-Nya. Alih-alih menyerah, aku berusaha menguatkan kepercayaanku kepada Tuhan Yesus, dan belajar seperti Abraham yang sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, Abraham tetap memilih untuk berharap dan percaya (Roma 4:18).

Bulan demi bulan kami lalui, yang aku rasakan Tuhan memeliharaku dan keluargaku, walau ada tangisan dan pengorbanan dalam perjalanan yang kami lalui. Aku sempat merasa tidak mampu lagi, tetapi Tuhan menghiburku. Tuhan mengingatkanku kembali bahwa Tuhan Yesus selalu ada bagi aku dan keluargaku. Mama sudah 15 tahun menjadi single fighter bagiku dan adik-adikku karena Papa sudah meninggal sejak aku kelas 2 SD. Dan, Tuhan selalu mencukupkan segala keperluan kami. Bahkan adik-adikku tetap dapat berkuliah dan membayar kebutuhan masuk SMP tepat waktu. Aku merasakan kekuatan tangan Tuhan Yesus yang perkasa, yang memampukan mamaku untuk menghidupi ketiga anaknya.

Aku mungkin tidak dapat menyelami apa rencana Tuhan dari awal sampai akhir. Tapi Allah turut bekerja di dalam segala sesuatu, bahkan di dalam kesengsaraanku, untuk mendatangkan kebaikan. Yang aku rasakan adalah Tuhan Yesus tidak pernah meninggalkanku, Dia selalu ada. Kalau Yesus terasa jauh, mungkin akulah yang mulai menjauh dari kasih-Nya.

Kalau saat ini kita merasa beban hidup sangat berat, seolah tidak ada hasil yang baik, tidak ada perubahan atas keluarga, pasangan, atau apapun itu, tetaplah percaya kepada-Nya. Tuhan Yesus, Dia sudah membuktikan menang atas maut di kayu salib. Dia juga sanggup menjadikan kita menang atas masalah apapun yang sedang kita alami saat ini, asalkan kita tidak menyerah. Karena Tuhan Yesus juga tidak pernah menyerah untuk tetap mengasihi kita dengan segala ketidaklayakan kita.

Di masa-masa yang lalu, kita mungkin pernah mengalami kesulitan. Tapi, sekarang kita telah tiba di titik ini meskipun mungkin kita mencapainya dengan tertatih-tatih. Kita berhasil melewatinya karena Yesus menyertai di setiap musim hidup kita. Mungkin kita terjatuh, tapi Dia tidak akan membiarkan kita tergeletak. Dan, pergumulan yang kita alami saat ini akan membuat kita melihat segala perkara besar yang Yesus sanggup lakukan, selama kita menaruh pengharapan kita kepada-Nya. Pengharapan di dalam Tuhan tidak pernah mengecewakan dan salib-Nya yang ada di depan kita akan membawa kita kepada kemenangan.

“Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang” (Amsal 23:18).

Tetap bertahan, kawanku.

Tuhan memberkati.

Baca Juga:

Benang Merah Kehidupan

Dalam hidupku, ada suatu hal yang awalnya kuanggap kurang penting. Tapi, inilah yang kemudian dipakai Tuhan sebagai sarana untukku memuliakan-Nya.

Menteri Urusan Kesepian

Jumat, 10 Mei 2019

Menteri Urusan Kesepian

Baca: Ibrani 13:1-8

13:1 Peliharalah kasih persaudaraan!

13:2 Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat.

13:3 Ingatlah akan orang-orang hukuman, karena kamu sendiri juga adalah orang-orang hukuman. Dan ingatlah akan orang-orang yang diperlakukan sewenang-wenang, karena kamu sendiri juga masih hidup di dunia ini.

13:4 Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.

13:5 Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.”

13:6 Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: “Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?”

13:7 Ingatlah akan pemimpin-pemimpin kamu, yang telah menyampaikan firman Allah kepadamu. Perhatikanlah akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka.

13:8 Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.

Peliharalah kasih persaudaraan! —Ibrani 13:1

Menteri Urusan Kesepian

Sejak suaminya meninggal, Betsy banyak menghabiskan waktu di rumah, menonton TV dan membuat teh untuk dirinya sendiri. Bukan hanya Betsy yang hidup dalam kesepian. Lebih dari 9 juta warga Inggris (15% dari populasi) mengatakan bahwa mereka sering atau selalu merasa kesepian, dan pemerintah Inggris Raya telah menunjuk seorang Menteri Urusan Kesepian untuk mencari tahu penyebab dan cara menolong orang-orang yang kesepian tersebut.

Sejumlah penyebab kesepian yang umum ditemui: Kita terlalu sering berpindah-pindah sehingga tidak berakar di satu tempat. Kita yakin bisa mengurus diri sendiri, sehingga merasa tidak memerlukan orang lain. Kita dipisahkan oleh teknologi—terlalu asyik dengan gawai dan layar kita masing-masing.

Saya merasakan sisi gelap kesepian, dan mungkin Anda merasakannya juga. Itulah satu alasan mengapa kita membutuhkan saudara-saudari seiman. Dalam kitab Ibrani, pembahasan panjang mengenai pengorbanan Yesus diakhiri dengan dorongan bagi kita untuk tidak menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah (10:25). Kita adalah bagian dari keluarga Allah, sehingga kita harus memelihara “kasih persaudaraan” dan senang “memberi tumpangan kepada orang” (13:1-2). Jika setiap dari kita melakukan hal-hal tersebut dengan sungguh-sungguh, setiap orang akan merasa diperhatikan.

Orang-orang yang kesepian mungkin tidak dapat membalas kebaikan kita, tetapi itu bukan alasan untuk menyerah. Yesus berjanji tidak akan pernah membiarkan atau meninggalkan kita (13:5), dan kita dapat menggunakan kasih persahabatan-Nya sebagai motivasi untuk mengasihi orang lain. Apakah Anda kesepian? Apa yang dapat Anda lakukan untuk melayani keluarga Allah? Para sahabat yang Anda dapatkan dalam persekutuan dengan Yesus akan bertahan selamanya, sepanjang hidup ini, bahkan sampai selamanya. —Mike Wittmer

WAWASAN

Banyak surat Perjanjian Baru memiliki bagian penutup berupa nasihat atau dorongan kepada pembaca untuk memiliki sikap dan perilaku tertentu. Demikian pula halnya surat Ibrani.
Secara berturut-turut, penulis menyebutkan apa saja yang harus dilakukan pembaca, dan tidak banyak yang berhubungan. Hal unik dalam deretan nasihat ini adalah adanya alasan untuk setiap nasihat. Misalnya, kita harus memberi tumpangan (ay.2), sebab dengan berbuat demikian, siapa tahu kita menjamu malaikat. Kita harus menghormati kesucian perkawinan (ay.4), sebab Allah akan menghakimi. Kita juga harus mencukupkan diri dengan apa yang kita miliki, (ay.5), sebab Allah menyertai kita. Perintah itu diberikan bukan supaya kita menjadi budak peraturan, melainkan demi kebaikan kita. —J.R. Hudberg

Siapa yang membutuhkan persahabatan Anda saat ini? Bagaimana Anda dapat melayani seseorang dalam gereja atau komunitas Anda dalam minggu ini?

Keluarga Allah hadir untuk menjadi jawaban bagi masalah kesepian.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Raja-Raja 10–12; Yohanes 1:29-51

Handlettering oleh Tora Tobing