Orang Kudus dan Pendosa

Selasa, 30 April 2019

Orang Kudus dan Pendosa

Baca: Lukas 22: 54-62

22:54 Lalu Yesus ditangkap dan dibawa dari tempat itu. Ia digiring ke rumah Imam Besar. Dan Petrus mengikut dari jauh.

22:55 Di tengah-tengah halaman rumah itu orang memasang api dan mereka duduk mengelilinginya. Petrus juga duduk di tengah-tengah mereka.

22:56 Seorang hamba perempuan melihat dia duduk dekat api; ia mengamat-amatinya lalu berkata: “Juga orang ini bersama-sama dengan Dia.”

22:57 Tetapi Petrus menyangkal, katanya: “Bukan, aku tidak kenal Dia!”

22:58 Tidak berapa lama kemudian seorang lain melihat dia lalu berkata: “Engkau juga seorang dari mereka!” Tetapi Petrus berkata: “Bukan, aku tidak!”

22:59 Dan kira-kira sejam kemudian seorang lain berkata dengan tegas: “Sungguh, orang ini juga bersama-sama dengan Dia, sebab ia juga orang Galilea.”

22:60 Tetapi Petrus berkata: “Bukan, aku tidak tahu apa yang engkau katakan.” Seketika itu juga, sementara ia berkata, berkokoklah ayam.

22:61 Lalu berpalinglah Tuhan memandang Petrus. Maka teringatlah Petrus bahwa Tuhan telah berkata kepadanya: “Sebelum ayam berkokok pada hari ini, engkau telah tiga kali menyangkal Aku.”

22:62 Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya.

Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” . . . Dan [Petrus] berkata kepada-Nya: “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” —Yohanes 21:17

Orang Kudus dan Pendosa

Sebelum mengikuti jejak Yohanes Pembaptis dengan hidup di padang gurun, Maria dari Mesir (± 344–421 m) menghabiskan masa mudanya mengejar kesenangan amoral dan menggoda para lelaki. Di puncak kebejatannya, ia melakukan perjalanan ke Yerusalem dengan niat menggoda para peziarah. Akan tetapi, ia justru dibuat sadar akan dosa-dosanya dan setelah itu memilih hidup dalam pertobatan dan kesendirian di tengah padang gurun. Transformasi radikal yang dialami Maria menggambarkan dahsyatnya anugerah Allah dan kuasa pemulihan oleh salib Kristus.

Petrus telah menyangkal Yesus sebanyak tiga kali, padahal beberapa jam sebelumnya, ia pernah menyatakan kerelaannya mati bagi Yesus (Luk. 22:33). Kegagalan untuk menepati kata-katanya sendiri merupakan pukulan berat bagi Petrus (ay.61-62). Setelah kematian dan kebangkitan Yesus, Petrus sedang mencari ikan bersama para murid di saat Yesus muncul di tengah mereka. Yesus memberi kesempatan bagi Petrus untuk menyatakan kasihnya sebanyak tiga kali—jumlah yang sama dengan penyangkalannya (Yoh. 21:1-3). Kemudian, dengan setiap pengakuan Petrus, Yesus menugaskan Petrus untuk menggembalakan umat-Nya (ay.15-17). Sebagai dampak dari anugerah luar biasa yang Yesus tunjukkan, Petrus pun memegang peran penting dalam membangun gereja hingga pada akhirnya ia rela menyerahkan nyawanya untuk Tuhan.

Catatan perjalanan hidup kita mungkin juga diawali dengan serangkaian kegagalan dan kekalahan, tetapi anugerah Allah selalu memungkinkan kita untuk menutup catatan itu dengan manis. Oleh anugerah-Nya, Dia menebus dan mengubah kita. —Remi Oyedele

WAWASAN

Yesus memperingatkan Petrus bahwa Iblis telah meminta izin untuk mengujinya dan iman Petrus akan gugur (Lukas 22:31-34). Sebelum ditangkap, Dia kembali mewanti-wanti Petrus: “Berjaga-jagalah dan berdoalah. . . Roh memang penurut, tetapi daging lemah” (Matius 26:41). Ketika Yesus ditangkap, semua murid-Nya melarikan diri. Namun, Petrus dan Yohanes berubah pikiran dan mengikuti Yesus sampai ke rumah Imam Besar dan dibolehkan masuk karena Yohanes “mengenal Imam Besar” (ay.56-58; Yoh 18:15-16). Di halaman rumah itu, Petrus berbaur dengan para pelayan Imam Besar. Di sanalah ia gugur di bawah tekanan dan menyangkal Kristus tiga kali (Lukas 22:54-61). Bertahun-tahun kemudian, berdasarkan pengalaman kegagalannya, Petrus memperingatkan kita: “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya” (1 Petrus 5:8).—K.T. Sim

Bagaimana selama ini Anda mengalami anugerah Allah yang mengubahkan? Bagaimana Anda dapat mengungkapkan anugerah-Nya kepada sesama?

Anugerah Allah mengubah kita dari pendosa menjadi orang kudus.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Raja-Raja 8–9; Lukas 21:1-19

Handlettering oleh Teguh Arianto

Memahami Cobaan Hidup

Senin, 29 April 2019

Memahami Cobaan Hidup

Baca: Ayub 12:13-25

12:13 Tetapi pada Allahlah hikmat dan kekuatan, Dialah yang mempunyai pertimbangan dan pengertian.

12:14 Bila Ia membongkar, tidak ada yang dapat membangun kembali; bila Ia menangkap seseorang, tidak ada yang dapat melepaskannya.

12:15 Bila Ia membendung air, keringlah semuanya; bila Ia melepaskannya mengalir, maka tanah dilandanya.

12:16 Pada Dialah kuasa dan kemenangan, Dialah yang menguasai baik orang yang tersesat maupun orang yang menyesatkan.

12:17 Dia yang menggiring menteri dengan telanjang, dan para hakim dibodohkan-Nya.

12:18 Dia membuka belenggu yang dikenakan oleh raja-raja dan mengikat pinggang mereka dengan tali pengikat.

12:19 Dia yang menggiring dan menggeledah para imam, dan menggulingkan yang kokoh.

12:20 Dia yang membungkamkan orang-orang yang dipercaya, menjadikan para tua-tua hilang akal.

12:21 Dia yang mendatangkan penghinaan kepada para pemuka, dan melepaskan ikat pinggang orang kuat.

12:22 Dia yang menyingkapkan rahasia kegelapan, dan mendatangkan kelam pekat pada terang.

12:23 Dia yang membuat bangsa-bangsa bertumbuh, lalu membinasakannya, dan memperbanyak bangsa-bangsa, lalu menghalau mereka.

12:24 Dia menyebabkan para pemimpin dunia kehilangan akal, dan membuat mereka tersesat di padang belantara yang tidak ada jalannya.

12:25 Mereka meraba-raba dalam kegelapan yang tidak ada terangnya; dan Ia membuat mereka berjalan terhuyung-huyung seperti orang mabuk.”

Allahlah hikmat dan kekuatan, Dialah yang mempunyai pertimbangan dan pengertian. —Ayub 12:13

Memahami Cobaan Hidup

Ayah seorang teman saya didiagnosis mengidap penyakit kanker. Namun, saat menjalani proses kemoterapi, ia bertobat dan menjadi percaya kepada Kristus. Penyakitnya pun berangsur-angsur membaik. Ia bebas dari penyakit kanker selama delapan belas bulan, tetapi kemudian kanker itu kambuh lagi, bahkan lebih parah dari sebelumnya. Ia dan istrinya menghadapi kenyataan tentang penyakit itu dengan rasa prihatin dan banyak pertanyaan. Namun, mereka juga menghadapinya dengan iman yang tunduk kepada Allah karena mereka melihat bagaimana Dia memelihara mereka saat pertama kalinya penyakit itu menyerang.

Kita tidak selalu bisa memahami mengapa kita harus menghadapi berbagai cobaan hidup. Itulah yang terjadi pada Ayub yang mengalami penderitaan dan kehilangan yang luar biasa beratnya. Meski hatinya bertanya-tanya, Ayub tetap menegaskan kemahakuasaan Allah di pasal 12. ”Bila Ia membongkar, tidak ada yang dapat membangun kembali” (ay.14) dan “pada Dialah kuasa dan kemenangan” (ay.16). “Dia yang membuat bangsa-bangsa bertumbuh, lalu membinasakannya”(ay.23). Dalam daftar panjang yang ditulis Ayub, tak sekalipun ia menyebutkan motivasi Allah atau alasan-Nya mengizinkan kesakitan dan kesukaran terjadi. Ayub tak punya jawabannya. Namun, dengan penuh keyakinan, Ayub menyatakan, “Pada Allahlah hikmat dan kekuatan, Dialah yang mempunyai pertimbangan dan pengertian”(ay.13).

Mungkin kita tidak mengerti mengapa Dia mengizinkan kesulitan tertentu terjadi dalam hidup kita, tetapi seperti orangtua teman saya tadi, kita dapat mempercayakan hidup kita kepada-Nya. Allah mengasihi dan memelihara kita dalam tangan-Nya (ay.10; 1ptr. 5:7). Hikmat, kuasa, dan pengertian ada pada-Nya! —Julie Schwab

WAWASAN

Setelah mendengarkan berpasal-pasal ceramah yang tidak berguna dari teman-temannya, Ayub tidak tahan lagi. Ia pun memulai pasal 12 dengan sarkasme yang tajam: “Memang, kamulah orang-orang itu, dan bersama-sama kamu hikmat akan mati” (ay.2). Kemudian ia berkata, “Penghibur sialan kamu semua! Belum habiskah omong kosong itu?” (16:2-3).
Karena tidak mendapat jawaban dari teman-temannya, Ayub beralih kepada satu-satunya pengharapannya: “Pada Allahlah hikmat dan kekuatan, Dialah yang mempunyai pertimbangan dan pengertian” (12:13). Namun, sekalipun mengakui kuasa dan hikmat Allah, ia tetap mengajukan pertanyaan demi pertanyaan kepada Yang Maha Kuasa. Kitab Ayub memuat banyak dialog antara Ayub dan para penghiburnya yang tidak mumpuni, sudut pandang dari teman keempat, Elihu, yang juga tidak lebih berguna (pasal 32-37), serta jawaban Allah yang tak terbantahkan (pasal 38-41).—Tim Gustafson

Pergumulan apa yang sedang Anda hadapi? Bagaimana Anda terhibur oleh kenyataan bahwa Allah selalu menyertai Anda?

Tuhan, tolong aku mempercayai-Mu, bahkan di saat aku tidak mengerti cara kerja-Mu. Terima kasih Engkau memegangku dengan tangan kasih-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Raja-Raja 6–7; Lukas 20:27-47

Background photo credit: Nathanael Tan

Handlettering oleh Novia Jonatan

Rencana Pensiun dari Allah

Minggu, 28 April 2019

Rencana Pensiun dari Allah

Baca: Keluaran 3:1-10

3:1 Adapun Musa, ia biasa menggembalakan kambing domba Yitro, mertuanya, imam di Midian. Sekali, ketika ia menggiring kambing domba itu ke seberang padang gurun, sampailah ia ke gunung Allah, yakni gunung Horeb.

3:2 Lalu Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya di dalam nyala api yang keluar dari semak duri. Lalu ia melihat, dan tampaklah: semak duri itu menyala, tetapi tidak dimakan api.

3:3 Musa berkata: “Baiklah aku menyimpang ke sana untuk memeriksa penglihatan yang hebat itu. Mengapakah tidak terbakar semak duri itu?”

3:4 Ketika dilihat TUHAN, bahwa Musa menyimpang untuk memeriksanya, berserulah Allah dari tengah-tengah semak duri itu kepadanya: “Musa, Musa!” dan ia menjawab: “Ya, Allah.”

3:5 Lalu Ia berfirman: “Janganlah datang dekat-dekat: tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus.”

3:6 Lagi Ia berfirman: “Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.” Lalu Musa menutupi mukanya, sebab ia takut memandang Allah.

3:7 Dan TUHAN berfirman: “Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka.

3:8 Sebab itu Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, ke tempat orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus.

3:9 Sekarang seruan orang Israel telah sampai kepada-Ku; juga telah Kulihat, betapa kerasnya orang Mesir menindas mereka.

3:10 Jadi sekarang, pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umat-Ku, orang Israel, keluar dari Mesir.”

Lalu Malaikat Tuhan menampakkan diri kepadanya di dalam nyala api yang keluar dari semak duri. —Keluaran 3:2

Rencana Pensiun dari Allah

Seorang arkeolog, Dr. Warwick Rodwell, sedang bersiap memasuki masa pensiun ketika ia menemukan sesuatu yang luar biasa di Katedral Lichfield, Inggris. Ketika para pekerja menggali sebagian lantai gereja untuk menggantinya dengan alas yang baru, mereka malah menemukan patung Gabriel, sang penghulu malaikat. Patung itu diperkirakan berusia 1.200 tahun. Seketika itu juga Dr. Rodwell batal untuk pensiun karena ia langsung sibuk menggarap proyek baru yang ditemukannya itu.

Musa berusia delapan puluh tahun waktu ia diperhadapkan pada sebuah peristiwa yang akan mengubah hidupnya selamanya. Meski berstatus anak angkat putri Mesir, Musa tidak pernah melupakan darah Ibrani yang mengalir dalam dirinya, sehingga ia sangat marah saat menyaksikan ketidakadilan yang dialami bangsanya (Kel. 2:11-12). Saat Firaun tahu bahwa Musa telah membunuh orang Mesir yang sudah memukul seorang Ibrani, ia berencana membunuh Musa hingga Musa terpaksa kabur dan menetap di Midian (ay.13-15).

Empat puluh tahun kemudian, saat Musa sudah berumur delapan puluh tahun dan sedang menjaga ternak ayah mertuanya, “Malaikat Tuhan menampakkan diri kepadanya di dalam nyala api yang keluar dari semak duri. Lalu ia melihat, dan tampaklah: semak duri itu menyala, tetapi tidak dimakan api” (kel. 3:2). Saat itulah, Allah memanggil Musa untuk memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan di Mesir (ay.3-22).

Dalam kehidupan Anda saat ini, tugas apa yang Allah ingin Anda lakukan demi tujuan besar-Nya? Apa rencana-rencana baru yang Allah taruh dalam jalan hidup Anda? —Ruth O’Reilly-Smith

WAWASAN

Allah menyuruh Musa melepaskan kasutnya karena “tempat di mana [ia] berdiri itu, adalah tanah yang kudus” (Keluaran 3:5). Apa yang membuat tanah itu kudus? Hadirat Allah. Itulah hadirat yang sama yang menguduskan ruang Maha Kudus di Kemah Pertemuan dan Bait Allah sehingga membuat adanya berbagai batasan untuk dapat memasukinya (Imamat 16:2-3).—J.R. Hudberg

Apa yang Anda pelajari dari Musa dan panggilan Allah atasnya? Mengapa penting bersikap terbuka terhadap hal baru yang sedang Allah kerjakan dalam hidup Anda?

Allah yang kudus, jadilah Tuhan atas seluruh hidupku, dan kuserahkan semua hari-hariku kepada-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Raja-Raja 3–5; Lukas 20:1-26

Handlettering oleh Catherine Tedjasaputra

Handlettering Workhsop – SMA Kristen Gloria 2 Surabaya

Di hari Jumat, 26 April 2019 ada keseruan yang tidak biasa di SMA Kristen Gloria 2, Surabaya. 19 siswi dari kelas X dan XI mengikuti WarungSaTeKaMu Handlettering Workshop dengan antusias. Di atas kertas, mereka menuangkan talenta mereka ke dalam karya seni visual yang indah.
Workshop ini dibawakan oleh @Novia_Jonatan

Berikut cuplikan kegiatan handlettering workshop tersebut.

Menikmati Keindahan

Sabtu, 27 April 2019

Menikmati Keindahan

Baca: Pengkhotbah 3:9-13

3:9 Apakah untung pekerja dari yang dikerjakannya dengan berjerih payah?

3:10 Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan dirinya.

3:11 Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.

3:12 Aku tahu bahwa untuk mereka tak ada yang lebih baik dari pada bersuka-suka dan menikmati kesenangan dalam hidup mereka.

3:13 Dan bahwa setiap orang dapat makan, minum dan menikmati kesenangan dalam segala jerih payahnya, itu juga adalah pemberian Allah.

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya. —Pengkhotbah 3:11

Menikmati Keindahan

Lukisan yang dipajang di lorong sebuah rumah sakit di pusat kota itu langsung menarik perhatian saya. Sapuan warna-warna pastel dan sosok-sosok dari suku asli Amerika Navajo dalam lukisan itu begitu memikat hati hingga saya berhenti berjalan dan memperhatikannya. “Coba lihat,” kata saya kepada Dan, suami saya.

Saat itu suami saya berjalan terus, tetapi saya tidak. Di antara lukisan-lukisan lain di lorong itu, saya berhenti untuk menatap lukisan yang satu ini. “Indahnya,” bisik saya.

Banyak hal dalam kehidupan ini memang indah. Lukisan mahakarya. Pemandangan indah. Kerajinan tangan yang kreatif. Begitu pula senyum seorang anak. Sapaan hangat sahabat. Telur biru burung robin. Lekukan pada kulit kerang. Untuk meringankan beban dalam hidup ini, “[Allah] membuat segala sesuatu indah pada waktunya”(pkh. 3:11). Dalam keindahan seperti itu, para ahli Alkitab menjelaskan, kita melihat sekilas kesempurnaan ciptaan Allah—termasuk kemuliaan dari kekuasaan sempurna-Nya yang akan datang.

Karena kita hanya bisa membayangkan kesempurnaan itu, Allah memberi kita kesempatan mencicipinya terlebih dahulu melalui keindahan hidup. Dalam hal itulah, Allah “memberikan kekekalan dalam hati mereka” (ay.11). Terkadang hari-hari kita terlihat suram dan tak berarti. Namun, Allah bermurah hati menyediakan momen-momen indah untuk direnungkan.

Seniman dari lukisan yang saya kagumi itu, Gerard Curtis Delano, mengerti hal itu. “Allah [memberi] saya talenta untuk menciptakan keindahan,” katanya, “dan itulah yang Dia ingin saya lakukan.”

Melihat keindahan seperti itu, apa respons kita? Kita dapat bersyukur kepada Allah untuk kekekalan yang akan datang sambil menikmati kemuliaan yang sudah kita saksikan. —Patricia Raybon

WAWASAN

Kitab Pengkhotbah tidak memberikan petunjuk yang jelas mengenai waktu penulisannya, tetapi sang penulis yang menyebut dirinya “Pengkhotbah” secara umum diyakini adalah Salomo, “anak Daud, raja di Yerusalem” (Pengkhotbah 1:1). Namun, ada juga yang percaya bahwa penulis kitab ini adalah seorang penyunting dan penulis yang mencatat pelajaran-pelajaran dari kehidupan Salomo dalam sebuah tradisi hikmat. Apakah tujuan kitab ini? Michael Eaton dalam buku tafsiran kitab Pengkhotbah menyatakan, “Kitab ini membela kehidupan iman kepada Allah pemurah dengan menunjukkan betapa suramnya pilihan-pilihan di luar iman.” Ia menyimpulkan bahwa tujuan sang Pengkhotbah adalah “untuk membawa kita melihat bahwa Allah itu ada, Dia baik dan pemurah, dan hanya dengan cara pandang inilah hidup lebih dapat dimengerti dan memberikan kepuasan.”—Alyson Kieda

Bagaimana Anda menanggapi keindahan yang telah Allah tempatkan di dunia ini? Bagaimana keindahan dunia ini mencerminkan diri-Nya?

Bapa, tolonglah aku hari ini melihat dan menikmati keindahan yang Engkau hadirkan dalam hidupku sembari aku menantikan kekekalan yang mulia.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Raja-Raja 1–2; Lukas 19:28-48

Handlettering oleh Robby Kurniawan

Kecelakaan Hebat Menghancurkan Hidupku, Namun Kisahku Tidak Berakhir di Situ

Ditulis oleh Matthew Job Tan, Singapura
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Surviving Traumatic Brain Injury: From “Why Me” To “Why Not Me?”

Yeremia 29:11 berkata, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”

Sebagian besar orang Kristen mungkin pernah mendengar ayat Alkitab yang terkenal ini. Seperti yang mungkin pernah kita dengar, mengetahui dan mengalami merupakan dua hal yang berbeda. Jika suatu hal tidak dialami secara pribadi, ayat ini hanya akan menjadi kepercayaan yang abstrak.

Pencobaan

“Karena bukan dari debu timbul bencana dan bukan dari tanah tumbuh kesusahan.” (Ayub 5:6)

Ketika aku berusia 16 tahun, segala sesuatu dalam hidupku berjalan dengan baik. Aku unggul di bidang akademis dan olahraga Judo, masa depanku tampak menjanjikan. Namun, hari-hari kejayaanku itu berakhir secara tragis dan mendadak pada 20 April 2010. Kala itu, aku sedang bertanding di babak semifinal pertandingan Judo—sedekat itulah aku dengan medali emas pertamaku—ketika aku mendarat dalam posisi yang salah saat menerima pukulan lawan. Kejadian ini membuatku mengalami cedera otak traumatik (traumatic brain injury; TBI).

Akibat cedera itu, aku mengalami koma selama 2 bulan. Cedera otak itu turut menyebabkan kerusakan otot-ototku. Aku tidak mampu menjalankan aktivitas apapun. Aku memperoleh asupan gizi lewat infus (untuk minum) dan selang (untuk makan). Pasca koma, otot-ototku terlalu lemah untuk menahan kepala atau badanku pada posisi tegak. Berbicara dan bergerak adalah hal yang mustahil untuk kulakukan. Dalam sekejap mata, hidupku hancur berantakan.

Perjalananku untuk pulih dan kembali ke kehidupan normal dipenuhi dengan hambatan. Pada masa-masa awal, proses pemulihan fungsi-fungsi tubuhku bagaikan mimpi buruk. Aku tidak bisa berbicara maupun bergerak. Aku takut untuk bangun setiap pagi karena kondisi tubuhku yang rusak.

Satu tahun kemudian, aku kembali ke sekolah menengahku yang lama dengan kursi roda, yang membuatku menghadapi semakin banyak kesulitan. Selain harus menghadiri sesi terapi rawat jalan setiap minggunya, aku kesulitan untuk fokus dan mengikuti pelajaran karena stamina mental yang terbatas dan proses berpikir yang lambat. Saat itulah aku menyadari kerusakan yang ditimbulkan cedera otak pada sisi kognitifku.

Aku tidak lagi dapat mengejar ketertinggalan dari teman-temanku di sekolah sekalipun aku sudah mengurangi beberapa mata pelajaran. Aku hanya mengambil lima mata pelajaran, sementara teman-teman sekelasku mengambil sembilan. Dari kegagalan yang berulang kali terjadi saat ujian, terbukti bahwa aku bukan lagi peraih prestasi seperti dulu.
Pindah ke politeknik, aku tidak hanya terus bergumul di bidang akademik—aku juga harus berjuang agar bisa berbaur dengan baik. Proses berpikir yang lambat membuatku terus bersikap canggung. Sekalipun orang-orang di sekitarku menghiburku, aku tetap merasa sendirian dan mulai membenci diriku sendiri.

Kesulitan yang kualami membuatku mempertanyakan maksud Tuhan yang mengizinkan malapetaka ini menimpaku. Kalau rencana Tuhan dalam hidupku memang untuk memberikan damai sejahtera dan masa depan yang berpengharapan, aku benar-benar tidak mengerti mengapa Tuhan tidak menghentikan terjadinya kecelakaan itu.

“Apa aku telah berbuat dosa besar yang membuatku pantas dihukum seberat ini? Kenapa Dia masih membiarkanku hidup di sini untuk menderita? Bukankah lebih baik kalau aku mati saja pada hari itu? Kenapa aku?” Itu adalah sederet pertanyaan yang menyeretku masuk dalam keputusasaan. Pada satu titik, aku bahkan berpikir untuk mengakhiri hidupku. Pencobaan yang kualami terlalu menyesakkan. Manusiawi jika aku memilih untuk menyerah.

Memahami “mengapa”

“Hidup dan kasih setia Kau karuniakan kepadaku, dan pemeliharaan-Mu menjaga nyawaku.” (Ayub 10:12)

Ketidakpercayaanku akan rencana Tuhan yang sempurna tidak membuat-Nya berhenti mengasihiku. Melalui keluarga, guru, teman, mentor, dan bahkan orang yang tidak kukenal, Tuhan memberikan kekuatan, semangat, dan mukjizat yang memampukanku melewati masa-masa sulit itu. Saat aku menengok ke belakang, aku menyadari penyertaan-Nya dalam hidupku: hanya kasih karunia-Nya yang dapat menjaga dan memberiku kekuatan untuk memikul salibku.

Sekalipun sempat mengalami kegagalan saat kembali ke sekolah menengah, aku berhasil meraih beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di politeknik berkat dukungan dari guru-guruku.

Dalam masa pemulihan, aku diperkenalkan pada pengobatan alternatif seperti akupuntur, terapi berenang, dan meditasi. Ditambah dengan olahraga yang intens setiap harinya, akhirnya setelah dua tahun aku bisa kembali berjalan. Bahkan, aku dapat menyelesaikan pertandingan lari jarak jauh, termasuk perlombaan maraton 10 kilometer di tahun 2016.

Walaupun diperhadapkan pada kenyataan bahwa aku tidak akan mampu bkerja di bidang pendidikan atau industri, aku diterima bekerja sebagai asisten terapis untuk terapi musik di sebuah panti jompo Kristen yang mau mempekerjakan dan memberi dukungan tanpa pamrih untukku.

Pekerjaanku membuatku berkembang, baik dalam pemulihanku maupun kompetensiku sebagai seorang profesional. Kompleks panti jompo yang besar mengharuskanku banyak menggerakkan kaki dan memberiku banyak kesempatan untuk latihan berjalan. Dengan bangga kukatakan bahwa kecepatan berjalanku sudah bertambah!

Aku tertantang untuk memikirkan cara supaya tugas yang diberikan kepadaku bisa menjadi sesuatu yang bermakna. Jam klinik harian bersama para penghuni panti jompo juga membantuku mengembangkan kemampuan untuk bersosialisasi dan menjalin hubungan. Disiplin untuk mengerjakan semua kewajiban seperti persiapan, pelaksanaan, dan pembersihan untuk sesi individu maupun kelompok memberiku kesempatan untuk melatih kemampuan manajemen waktu. Terlepas dari keterampilan kerjaku yang bertambah baik, aku mulai mengerti sebagian kecil dari alasan mengapa Tuhan mengizinkan aku mengalami kejadian yang mengerikan itu.

Mengalami maksud penebusan Tuhan

Di tempat kerja, hari-hariku dilalui dengan berinteraksi dengan mereka yang sudah memasuki usia senja. Aku berjalan bersama mereka yang telah—entah secara perlahan maupun tiba-tiba—kehilangan kendali atas hidup mereka. Oleh karena itu, mereka hanya bisa bergantung pada orang-orang di sekitar mereka untuk bertahan hidup. Kondisi mereka mencerminkan masa laluku.

Melalui musik, aku dapat membawa sukacita dan penghiburan bagi orang-orang yang mirip denganku. Tentu saja, kesakitan dan penderitaanku tidak dapat dibandingkan dengan apa yang mereka rasakan. Tetapi aku percaya, Tuhan mengizinkanku merasakan kehilangan pengharapan dan ketidakberdayaan supaya aku bisa lebih berempati kepada para penghuni panti jompo ini.

Dengan empati yang aku miliki, aku menjadi lebih sabar dan peka dalam menjalani keseharianku bersama mereka. Aku bersikeras untuk terus berusaha menjalin hubungan dengan mereka, sekalipun ada dari mereka yang sulit ditangani atau tidak responsif. Aku tahu betul bagaimana rasanya kesepian, dan inilah yang menggerakkanku untuk menjangkau dan mengunjungi penghuni panti setiap hari sekalipun saat itu bukan jadwal tugasku.

Tentu, dedikasiku padapekerjaan membuatku merasa lelah di ujung hari. Namun, aku bersukacita karena aku pulang ke rumah tanpa membawa penyesalan. Aku kagum akan kasih Tuhan untukku, karena melalui keadaan hidupku yang unik, yang dulu pernah kulalui, aku bisa memaknai pekerjaanku dan menemukan sukacitaku berlipat ganda.

Seiring berjalannya waktu, aku mulai memahami apa maksud Tuhan untuk hidupku. Tuhan tahu bahwa aku akan menderita, tetapi Dia memberiku kekuatan yang cukup untuk bertahan dari kecelakaan cedera otak dan mempersiapkanku untuk melakukan pekerjaan yang indah ini. Dengan kasih karunia Allah, aku berhasil membalikkan pencobaan terberatku menjadi hal terbaik yang mungkin dapat terjadi kepadaku.

Setelah mengalami kebenaran dan indahnya janji Tuhan, aku bisa memiliki harapan akan masa depanku. Jika saja dulu aku memutuskan untuk menyerah, aku tidak akan bisa melihat karya-Nya di hidupku dan menikmati perjalanan bersama Tuhan hari ini. Pertanyaan terbesarku “Mengapa aku?” sudah berganti menjadi “Mengapa bukan aku?”, dan hal ini dapat terjadi karena aku telah bertekun dalam penderitaanku yang bersifat sementara.

Tuhan tidak pernah menjanjikan hidup yang mudah, tapi sama seperti Ia menyertai orang Israel selama masa pengasingan, Ia juga berjanji tidak akan pernah meninggalkan atau membuang kita di tengah pencobaan dan penderitaan yang kita alami.

Rencana Tuhan kadangkala melibatkan rasa sakit dan penderitaan, namun Dia berjanji akan menyertai kita melewati semua itu (Yesaya 41:10). Apapun yang kamu sedang alami saat ini, aku mengajakmu untuk tetap bertahan. Sebab, saat kamu “membiarkan ketekunan itu memperoleh buah yang matang”, kamu akan menjadi “sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun” (Yakobus 1:4). Pengharapan bahwa kita akan disempurnakan di dalam Dia akan memberikan kita pengharapan untuk masa depan kita. Amin.

Artikel ini diterjemahkan oleh Stephanie Yudith

Baca Juga:

Jangan Sekadar Mengeluh!

“Ya Gusti, cepet banget ya dari hari Minggu ke hari Senin, tapi dari Senin ke Minggu lama banget. Coba jarak Senin ke Minggu kita sama kaya Pasar Minggu sama Pasar Senen di Jakarta, kan bolak-balik gak beda jauh.”

Pernahkah teman-teman mengeluh seperti itu? Mungkin sebagian besar dari kita juga pernah mengeluh karena weekend kita berlalu dengan cepat.”

Handlettering Workshop – Sekolah Pelangi Kristus Surabaya

Ini adalah sekolah keempat yang kami kunjungi dalam roadshow WarungSaTeKaMu Handlettering workshop di Surabaya.
Semangat belajar dari para sobat muda membuat tim kami juga semangat untuk terus membagikan kabar baik melalui talenta handlettering.

Kamis, 25 April 2019, kami mengunjungi Sekolah Menengah Pertama Teologi Kristen dan Sekolah Menengah Teologi Kristen Pelangi Kristus, Surabaya.

Materi workshop dibawakan oleh @Novia_Jonatan, seorang profesional handletterer dan juga anggota dari WarungSaTeKaMu Creative Community. Di sini adalah peserta workshop terbanyak.

Puji Tuhan, walaupun demikian acara workshop berlangsung dengan baik dan kondusif. Peserta terlihat sangat antusias dalam belajar mengenai basic skill untuk handlettering. Semoga melalui workshop ini, sobat muda dapat semakin mengembangkan talenta seni yang mereka miliki untuk kemuliaan Tuhan.

Berikut cuplikan kegiatan handlettering workshop tersebut.

Handlettering Workshop – SMA Vita Surabaya

Acara WarungSaTeKaMu Handlettering workshop yang berlangsung Kamis, 25 April 2019 di SMA Vita, Surabaya berlangsung dengan lancar. Sobat muda dari SMA Vita memiliki semangat belajar. Kami berharap melalui workshop yang dibawakan oleh @Novia_Jonatan ini, membuat sobat muda semakin mengenali dan mengembangkan talenta yang Tuhan sudah berikan. Dan dapat dipakai untuk kemuliaan Tuhan.

Berikut cuplikan kegiatan handlettering workshop tersebut.

Yang Allah Lihat

Jumat, 26 April 2019

Yang Allah Lihat

Baca: 2 Tawarikh 16:7-9

16:7 Pada waktu itu datanglah Hanani, pelihat itu, kepada Asa, raja Yehuda, katanya kepadanya: “Karena engkau bersandar kepada raja Aram dan tidak bersandar kepada TUHAN Allahmu, oleh karena itu terluputlah tentara raja Aram dari tanganmu.

16:8 Bukankah tentara orang Etiopia dan Libia besar jumlahnya, kereta dan orang berkudanya sangat banyak? Namun TUHAN telah menyerahkan mereka ke dalam tanganmu, karena engkau bersandar kepada-Nya.

16:9 Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia. Dalam hal ini engkau telah berlaku bodoh, oleh sebab itu mulai sekarang ini engkau akan mengalami peperangan.”

Mata Tuhan menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia. —2 Tawarikh 16:9

Yang Allah Lihat

Pagi-pagi sekali, saya berjalan diam-diam melewati jendela ruang keluarga yang menghadap ke hutan di belakang rumah kami. Saya sering melihat seekor elang atau burung hantu bertengger di pohon sedang mengawasi seluruh area. Suatu pagi, saya kaget melihat seekor elang botak bertengger di dahan yang tinggi, memandang sekelilingnya seolah-olah seluruh kawasan itu adalah miliknya. Kemungkinan ia sedang mencari-cari bahan “sarapan”. Tatapannya yang tajam terlihat sangat berwibawa.

Dalam 2 Tawarikh 16, Hanani sang pelihat (nabi Allah) memberi tahu raja bahwa tindakannya sedang diamat-amati. Ia memberitahu Asa, raja Yehuda, “Engkau bersandar kepada raja Aram dan tidak bersandar kepada Tuhan Allahmu” (ay.7). Lalu Hanani menjelaskan, “Mata Tuhan menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia” (ay.9). Karena Asa bersandar pada sosok yang salah, maka hidupnya tidak akan pernah damai.

Kita dapat membaca ayat tadi dan mengira bahwa Allah mengawasi setiap langkah kita agar Dia dapat menerjang kita seperti burung pemangsa. Perkataan Hanani sesungguhnya berfokus pada hal yang positif. Maksud Hanani adalah bahwa Allah kita terus mengawasi dan menunggu kita memanggil-Nya saat kita membutuhkan pertolongan.

Seperti elang botak di pekarangan saya, mungkinkah mata Allah menjelajah seluruh bumi—sampai sekarang—dan menemukan kesetiaan dalam diri Anda dan saya? Mungkinkah Dia hendak memberikan harapan dan pertolongan yang sedang kita butuhkan? —Elisa Morgan

WAWASAN

Karena ketidaksetiaan Salomo (1 Raja2 11:4-11), kerajaannya terbelah dua. Yerobeam, hamba Salomo, memerintah kerajaan Israel di utara (11:28-31), dan Rehabeam, anak Salomo, memerintah kerajaan Yehuda di selatan (14:21). Asa, raja ketiga Yehuda sekaligus cicit Salomo (2 Tawarikh 12:16; 14:1), “melakukan apa yang baik dan yang benar di mata TUHAN, Allahnya” (14:2) dan melakukan banyak pembaharuan keagamaan (pasal 14-15). Namun, ketika pecah perang antara Asa dan Raja Baesa dari Israel, Asa berpaling meminta pertolongan kepada Aram, bukan kepada Allah (16:1-3). Nabi Hanani menegur kurangnya iman percaya Asa, mengingatkannya tentang Allah yang pernah menyelamatkan Yehuda dari musuh-musuh yang lebih kuat sekalipun (12:1-12; 14:9-15). Asa menolak bertobat, dan tiga tahun kemudian Allah memukulnya dengan sakit kaki yang parah. Ia tetap “tidak mencari pertolongan TUHAN” (16:10-12). Asa mati tanpa mengalami pertobatan.—K.T. Sim

Mengapa penting bagi Anda untuk terus-menerus mencari arahan dan tuntunan Allah? Bagaimana kesadaran bahwa Allah menantikan seruan Anda minta tolong dapat membuat Anda terhibur?

Ya Allah, kuatkanlah hati kami agar kami tetap bersungguh hati terhadap Engkau.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Samuel 23–24; Lukas 19:1-27

Handlettering oleh Mesulam Esther