Hikmat yang Sejati

Hari ke-19 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus
Baca Pengantar Kitab Yakobus di sini

Hikmat yang Sejati

Baca: Yakobus 3:13-16

3:13 Siapakah di antara kamu yang bijak dan berbudi? Baiklah ia dengan cara hidup yang baik menyatakan perbuatannya oleh hikmat yang lahir dari kelemahlembutan.

3:14 Jika kamu menaruh perasaan iri hati dan kamu mementingkan diri sendiri, janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah berdusta melawan kebenaran!

3:15 Itu bukanlah hikmat yang datang dari atas, tetapi dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan.

3:16 Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.

Hikmat yang Sejati

Di sekolah, anak-anak sering didorong untuk berpartisipasi di kelas dengan cara menjawab berbagai macam pertanyaan dari guru mereka. Tak heran bila mereka kemudian berlomba-lomba mengacungkan tangan di kelas. Beberapa murid bahkan berusaha mengangkat tangannya lebih tinggi dari yang lain untuk menarik perhatian guru mereka.

Namun, bagaimana caranya mengenali siapa murid yang cerdas? Apakah itu murid yang paling banyak menjawab pertanyaan di kelas? Apakah itu murid yang nilainya paling tinggi? Mungkin benar demikian cara dunia mengukur kecerdasan seseorang. Namun, bicara tentang hikmat yang sejati, Tuhan memiliki cara penilaian yang sangat berbeda.

Siapa yang bijak dan berbudi?

Yakobus berkata, “…hendaklah ia menunjukkannya dengan hidup baik dan dengan melakukan hal-hal yang baik, yang disertai kerendahan hati dan kebijaksanaan.” (ayat 13, BIS). Menurut Yakobus, hikmat ditunjukkan melalui cara seseorang mengaplikasikan pengetahuan yang telah ia peroleh tentang Tuhan dalam berbagai situasi kehidupan, serta yang melakukannya dengan cara yang yang benar dan penuh kasih. Hikmat itu secara jelas dinyatakan melalui keputusan-keputusan yang dibuat, tindakan-tindakan yang diambil, dan kata-kata yang diucapkan. Ronald Blue (seorang pakar keuangan Kristen) mendefinisikannya demikian: “Hikmat itu tidak diukur dari gelar akademis, tetapi dari apa yang dengan sadar kita perbuat. Hikmat itu bukan soal mempelajari kebenaran, melainkan menerapkan kebenaran dalam kehidupan.”

Menarik untuk memperhatikan adanya hubungan yang erat antara hikmat dan kerendahan hati (ayat 13 BIS). Orang yang berhikmat itu rendah hati. Kerendahan hati meliputi kelemahlembutan dan kesediaan untuk tunduk, sama sekali bukan orang yang lemah. Salah satu tokoh Alkitab yang digambarkan demikian adalah Musa (Bilangan 12:3)—dan Musa jelas bukan orang yang lemah! Di sepanjang hidupnya, ia selalu tunduk kepada Tuhan dan firman-Nya—sikap yang jelas menjadi tanda bahwa ia adalah seorang yang sungguh-sungguh mengikut Tuhan.

Selanjutnya, Yakobus menguraikan perbedaan antara hikmat yang palsu dan hikmat yang sejati. Sumber dan hasilnya sangat berbeda. Hikmat yang palsu itu berasal dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan”, menghasilkan “kekacauan dan segala macam perbuatan jahat” (ayat 15-16). Hikmat palsu ditandai dengan adanya iri hati dan ambisi yang mementingkan diri sendiri (ayat 16). Pernahkah kita mengatakan bahwa kita berkorban melayani Tuhan dengan mengambil peran yang sulit di gereja padahal sebenarnya kita ingin membuktikan bahwa kita bisa melayani lebih baik daripada mereka yang sudah melayani lebih dahulu?

Hikmat yang sejati berasal dari sikap yang kudus dan menghormati Tuhan, dengan rendah hati mengakui bahwa Tuhan berdaulat penuh atas hidup kita (Mazmur 111:10, Amsal 9:10). Hikmat yang sejati menghasilkan damai, bukan kekacauan; membuahkan kebenaran, bukan perbuatan jahat (ayat 18).

Firman Tuhan ini patut kita renungkan baik-baik! Ketika kehadiran kita dalam suatu kelompok atau kepanitiaan menyebabkan perpecahan, masalah, ketidakharmonisan, bisa jadi hikmat kita bersumber dari si jahat—bukan dari Tuhan.

Mari kita mengejar hikmat yang benar, yang berasal dari Tuhan. Yakobus mendorong kita, “…apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit, maka hal itu akan diberikan kepadanya (Yakobus 1:5). Bersediakah kita untuk dengan rendah hati mengakui keterbatasan hikmat kita dan memohon Tuhan mencurahkan hikmat-Nya? Sungguh beruntung kita punya Tuhan yang memberikan hikmat dengan murah hati kepada semua orang yang memintanya! —Priscilla Goy, Singapura

Handlettering oleh Tora Tobing

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Apakah kamu mengenal seseorang yang berhikmat? Bagaimana kamu bisa membedakannya dari orang lain?

2. Bagaimana kita bisa menumbuhkan hikmat yang berasal dari Tuhan? (baca Amsal 2, 9).

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Priscilla Goy, Singapura | Priscila memiliki gelar di bidang ekonomi tetapi dia lebih suka membaca cerita daripada angka. Dia suka cerita-cerita, terutama cerita tentang kasih Tuhan buat manusia, kasih manusia kepada Tuhan, dan ketertarikan orang-orang terhadap isu sosial. Dia juga suka musik-musik Kristen, terutama lagu yang liriknya ditulis dengan sangat baik. Beberapa kali dia menulis puisi, menonton film dan meminum teh. Priscilla seorang yang teliti mengenai ejaan dalam tulisan, dan dia sangat bersyukur untuk Tuhan dan orang-orang yang mengasihinya tanpa syarat.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus

Bagikan Konten Ini
7 replies
  1. trisnaworms
    trisnaworms says:

    Syalom,.Kiranya dipagi yang baru ini Tuhan berkenan, menuntun aku dalam membaharui hidup yg berkenan kepada-Nya. Amin

  2. Katrin Sinaga
    Katrin Sinaga says:

    1. Saya memiliki teman yg berhikmat. Dia orang yg penuh kasih tanpa pernah membangkit-bangkitkan. Dan terpenting, dia rendah hati.

    2. Selalu bersukacita apapun yg kita lakukan. Dan memulai segala sesuatu dengan doa, tanda bahwa kita tidak bisa tanpa pertolongan Tuhan. Dan apabila kita berhasil mencapai atau melakukan sesuatu hal, ingatlah bahwa semua itu bukan karena kuat hebat kita, tetapi oleh karena anugerah Tuhan yg diberikan kepada kita. Jadi tidak ada alasan untuk sombong, tetapi senantiasa bersyukur.

    God bless!

  3. Puput
    Puput says:

    Shalom terima kasih untuk kolom share ini… Saya coba menjawab pertanyaan nya

    1. Pada dasarnya orang yang berhikmat bisa saya kenali dari pembawaan orang tersebut tenang, memikirkan dengan matang sebelum berkata2, memutuskan, dll, setiap kata2 yang diucapkan bukan perkataan kosong dan sia2

    2. Menumbuhkan hikmat dengan senantiasa menjalin relasi dengan BAPA sedapat mungkin menyerap pengetahuan yang ada, bergaul dengan orang2 bijak, dan mempraktekannya dalam hidup sehari2…

    Terima kasih salam sejahtra…

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *