Rangkuman Singkat Yakobus 3:17-4:12

Minggu ini, kita diingatkan untuk mengejar hikmat dari Tuhan, bukan dunia.

Bagaimana caramu menerapkannya di dalam kehidupanmu?

Yuk kita simak infografik ini untuk menyegarkan kembali ingatan kita akan pelajaran dari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus yang sudah kita pelajari selama seminggu ini.

Bagikan Gambar ini melalui Facebook

Bagikan apa yang kamu dapat dari #WSKSaTeYakobus di Instagram Story kamu! Klik di sini untuk download template.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus

Pernah Memfitnah?

Hari ke-24 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus
Baca Pengantar Kitab Yakobus di sini

Pernah Memfitnah?

Baca: Yakobus 4:11-12

4:11 Saudara-saudaraku, janganlah kamu saling memfitnah! Barangsiapa memfitnah saudaranya atau menghakiminya, ia mencela hukum dan menghakiminya; dan jika engkau menghakimi hukum, maka engkau bukanlah penurut hukum, tetapi hakimnya.

4:12 Hanya ada satu Pembuat hukum dan Hakim, yaitu Dia yang berkuasa menyelamatkan dan membinasakan. Tetapi siapakah engkau, sehingga engkau mau menghakimi sesamamu manusia?

Pernah Memfitnah?

Apakah kamu ingat dengan film komedi remaja berjudul Mean Girls di tahun 2004 yang dibintangi oleh Lindsay Lohan dan Rachel McAdams? Dalam film itu, ada satu benda penting dalam alur cerita, yaitu sebuah buku yang disebut “the Burn Book”. Buku tersebut adalah catatan berbagai rumor, gosip, rahasia, dan nama ejekan yang diberikan kepada semua murid perempuan dan beberapa guru di sekolah itu. Isi buku tersebut pada akhirnya terungkap, dan segala fitnah, pernyataan yang tidak benar dan merusak pribadi tiap-tiap orang itu membawa dampak yang serius. Banyak pertengkaran muncul dan ada hukuman yang harus ditanggung.

Mungkin kita terheran-heran bagaimana bisa ada orang yang begitu kejam menuliskan hal-hal yang demikian buruk tentang orang lain. Namun, saat aku memikirkan lagi hal ini, aku menyadari satu hal: Apakah kita memiliki Burn Book kita sendiri? Mungkin kita memang tidak menuliskan dalam sebuah buku atau menyuarakan semua yang kita pikirkan. Namun, bila kita harus mendaftarkan semua pendapat kita tentang orang lain, kemungkinan besar pemikiran itu tidaklah semurni dan sebaik yang kita sangka.

Salah satu hal yang disebutkan Yakobus saat membicarakan konflik dalam suratnya, adalah soal menghakimi. Mengatakan hal yang tidak benar dan menghakimi orang lain dengan sembarangan adalah penyebab umum munculnya berbagai konflik.

Sangatlah mudah untuk memfitnah atau menghakimi orang lain, terutama dalam komunitas Kristen. Mungkin salah satu jemaat tidak bisa ke gereja karena ada masalah mendesak dalam keluarganya. Bukannya menyatakan kepedulian dan menghubungi orang tersebut, kita segera menyimpulkan bahwa orang itu sudah kehilangan imannya. Mungkin salah satu jemaat didiagnosa kanker, dan kita curiga penyebabnya adalah sebuah dosa yang disembunyikan. Di Facebook, kita melihat foto salah satu jemaat di sebuah bar, dan mulai menduga-duga berapa banyak alkohol yang ia minum.

Terkadang, ada juga rumor atau rahasia yang memang terbukti benar. Namun, ini bukan soal benar atau salah. Inti masalahnya terletak pada bagaimana cara kita memakai informasi yang kita ketahui. Jika tidak hati-hati, kita bisa memakai informasi itu untuk menghakimi orang Kristen lainnya sehingga muncul konflik. Padahal, bila kita mengasihi orang tersebut, kita seharusnya datang untuk memberitahukan apa yang benar, dengan cara yang bijak dan penuh kasih.

Menegur orang yang suka menghakimi tidak berarti mengatakan hukum tidak lagi perlu diterapkan. Kita tetap harus hidup menurut hukum Tuhan dan menegur dosa. Yang tidak boleh kita lakukan adalah menempatkan diri kita di atas hukum. Saat kita mencela orang lain dengan sikap yang demikian, kita sebenarnya bertindak atas dasar kesombongan—karena kita pikir kita ini lebih baik. Kita menyatakan diri kita sebagai pembuat hukum, padahal satu-satunya yang memegang kendali adalah Tuhan, sebagaimana yang ditegaskan Yakobus dalam ayat 12.

Di akhir film Mean Girls, para murid yang terlibat dalam kasus fitnah itu berhadapan satu dengan yang lain, saling mengakui kesalahan mereka, saling memaafkan dan saling berdamai. Tidak mudah, tetapi itu adalah langkah yang memerdekakan mereka semua untuk bisa hidup dalam damai. Sebagai sesama saudara seiman, kiranya kita juga hidup dengan semangat untuk berdamai. Mari selalu menjaga pikiran dan niat hati kita, jangan sampai kita membuat Burn Books di dalamnya. Mari selalu berusaha memperbaiki dan memulihkan hubungan-hubungan yang kita punya, bukan merusaknya. —Charmain Sim, Malaysia

Handlettering oleh Mesulam Esther
Photo Credit: Blake Wisz

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Dalam hal apa kita bisa menghakimi orang lain meski kita sebenarnya tidak bermaksud untuk itu?

2. Apa perbedaan antara menghakimi dan cepat mengenali apa yang tidak beres? Bagaimana kita bisa cepat mengenali dan menyingkapkan keberadaan dosa tanpa menghakimi orangnya?

3. Jika kamu menemukan kebenaran tentang dosa seseorang yang perlu ditegur, bagaimana cara yang tepat untuk menyampaikannya?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Charmain Sim, Malaysia | Charmain sekarang tinggal di Singapura, dan dia sedang belajar bahwa pemuridan yang sejati itu ditandai dengan kesetiaan dan ketaatan. Dia suka menulis karena inilah yang menolongnya menikmati pengalamannya, dan juga karena Tuhan telah memanggilnya untuk melakukan ini. Jika tidak sedang bermimpi kala malam, Charmain suka menyantap semangkuk es krim, menonton televisi, dan membaca buku.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus

Bernyanyi dalam Roh

Minggu, 24 Maret 2019

Bernyanyi dalam Roh

Baca: 2 Tawarikh 5:7-14

5:7 Kemudian imam-imam membawa tabut perjanjian TUHAN itu ke tempatnya, di ruang belakang rumah itu, di tempat maha kudus, tepat di bawah sayap kerub-kerub;

5:8 jadi kerub-kerub itu mengembangkan kedua sayapnya di atas tempat tabut itu, sehingga kerub-kerub itu menudungi tabut serta kayu-kayu pengusungnya dari atas.

5:9 Kayu-kayu pengusung itu demikian panjangnya, sehingga ujungnya kelihatan dari tempat kudus, yang di depan ruang belakang itu, tetapi tidak kelihatan dari luar; dan di situlah tempatnya sampai hari ini.

5:10 Dalam tabut itu tidak ada apa-apa selain dari kedua loh yang ditaruh Musa ke dalamnya di gunung Horeb, ketika TUHAN mengikat perjanjian dengan orang Israel pada waktu perjalanan mereka keluar dari Mesir.

5:11 Lalu para imam keluar dari tempat kudus. Para imam yang ada pada waktu itu semuanya telah menguduskan diri, lepas dari giliran rombongan masing-masing.

5:12 Demikian pula para penyanyi orang Lewi semuanya hadir, yakni Asaf, Heman, Yedutun, beserta anak-anak dan saudara-saudaranya. Mereka berdiri di sebelah timur mezbah, berpakaian lenan halus dan dengan ceracap, gambus dan kecapinya, bersama-sama seratus dua puluh imam peniup nafiri.

5:13 Lalu para peniup nafiri dan para penyanyi itu serentak memperdengarkan paduan suaranya untuk menyanyikan puji-pujian dan syukur kepada TUHAN. Mereka menyaringkan suara dengan nafiri, ceracap dan alat-alat musik sambil memuji TUHAN dengan ucapan: “Sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.” Pada ketika itu rumah itu, yakni rumah TUHAN, dipenuhi awan,

5:14 sehingga imam-imam itu tidak tahan berdiri untuk menyelenggarakan kebaktian oleh karena awan itu, sebab kemuliaan TUHAN memenuhi rumah Allah.

Hendaklah kamu penuh dengan Roh, dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. —Efesus 5:18-19

Daily Quotes ODB

Semasa Kebangunan Rohani di Wales pada awal abad kedua puluh, guru Alkitab dan penulis G. Campbell Morgan menceritakan apa yang ia lihat di sana. Ia meyakini Allah Roh Kudus bergerak di tengah umat-Nya “bagaikan gelombang besar saat lagu-lagu pujian dinyanyikan.” Morgan menulis bahwa ia menyaksikan bagaimana musik dapat menyatukan seluruh jemaat dalam kebaktian-kebaktian yang mendorong jemaat untuk berdoa tanpa diminta, mengakui dosa, dan menyanyi secara spontan. Ketika ada yang terbawa perasaan dan berdoa terlalu lama, atau mengatakan sesuatu yang tidak sejalan dengan yang lain, seseorang akan mulai bernyanyi perlahan. Yang lain pun mengikuti, satu demi satu, hingga akhirnya terbentuk paduan suara yang kekuatannya menenggelamkan suara-suara lain.

Alkitab juga memiliki kisah-kisah tentang bagaimana musik memainkan peranan penting dalam kebangunan rohani seperti yang digambarkan Morgan. Musik digunakan untuk merayakan kemenangan (Kel. 15:1-21); dalam doa pentahbisan Bait Suci (2Taw. 5:12-14); dan sebagai bagian dari strategi militer (20:21-23). Kita memiliki buku nyanyian di tengah-tengah Alkitab (Mzm. 1-150). Lalu di Perjanjian Baru, dalam surat Paulus kepada jemaat di Efesus, kita membaca tentang gambaran hidup dalam Roh: “Berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani”(EF. 5:19).

Di tengah perselisihan, dalam penyembahan, dan dalam segala aspek kehidupan, musik yang lahir dari iman dapat menolong untuk menyatukan suara kita. Melalui lagu-lagu zaman lampau dan masa kini, kita terus-menerus diperbarui, bukan oleh kuat dan gagah kita, tetapi oleh Roh dan nyanyian-nyanyian tentang Allah kita. —Mart DeHaan

Nyanyian apa yang baru-baru ini terasa begitu mengena di hatimu? Bagaimana musik dapat semakin mendekatkan hubunganmu dengan Allah?

Roh Allah menaruh pujian dalam hati mereka yang mau mendengarkan-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Yosua 16-18; Lukas 2:1-24