Rabu Abu, Momen untuk Kita Berbalik dari Dosa

Oleh Sukma Sari Dewi Budiarti, Jakarta
Ilustrasi oleh: Betsymorla Arifin (@betsymorla)

Tahun 2019 telah memasuki bulan ketiga dan tidak terasa bulan depan kita akan bersama-sama merayakan Jumat Agung dan Paskah. Namun, sebelum hari besar itu diperingati, hari ini kita mengawalinya dengan Rabu Abu.

Terlepas dari gerejamu melaksanakan atau tidak, artikel ini kutulis bukan untuk memperdebatkannya, melainkan untuk memberikan pengetahuan kepada teman-teman tentang keberagaman tradisi Kristen yang kaya dan perlu kita syukuri.

Aku lahir dan tumbuh dalam keluarga Katolik. Aku pun mengenyam pendidikan dari SD hingga SMA di sekolah Katolik. Aku menemukan beberapa tradisi yang berbeda dari teman-temanku yang Protestan, salah satunya adalah hari Rabu Abu yang diperingati sebagai awal dari masa prapaskah. Meski begitu, ada juga beberapa denominasi dari gereja Protestan yang turut memperingati dan melaksanakan ibadah Rabu Abu.

Di dalam liturgi gerejawi, Rabu Abu menandai dimulainya masa prapaskah yang berjarak 40 hari sebelum Paskah. Kita akan diberi torehan abu di dahi kita sebagai bentuk penyesalan atas dosa-dosa yang sudah kita perbuat (Yunus 3:6). Abu yang digunakan tentu bukan abu gosok untuk mencuci piring, tapi berasal dari daun palma dari perayaan Minggu Palma setahun lalu yang kemudian dibakar dan abunya digunakan pada ibadah Rabu Abu.

Sekilas mengenai Rabu Abu

Penggunaan abu dalam liturgi berasal dari masa Perjanjian Lama di mana abu digunakan sebagai lambang atas perkabungan, ketidakabadian, penyesalan, dan juga pertobatan. Orang yang menyesali dosanya kemudian menaburkan abu di atas kepalanya, atau di seluruh tubuhnya (Ester 4:1,3). Di masa kini, terkhusus di gerejaku, abu tersebut diberikan oleh imam atau prodiakon bagi umat yang berusia 18-59 tahun. Sambil abu ditorehkan, mereka akan berkata, “Bertobatlah dan percaya kepada Injil” atau “Ingat, engkau berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu”.

Melihat kembali ke perjalanan sejarah Kekristenan, gereja perdana juga menggunakan abu sebagai simbol perkabungan dan memohon pengampunan. Pada masa itu, mereka yang mengakui pertobatan di hadapan umum akan dikenakan abu di kepala mereka. Agak berbeda dengan abad-abad pertama, gereja di abad pertengahan menggunakan abu untuk mereka yang akan menghadapi ajal. Mereka dibaringkan di atas kain kabung dan diperciki abu sambil imam mengatakan, “Ingat engkau berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu.” Meski begitu, makna abu tetap sama, yaitu sebagai lambang perkabungan, ketidakabadian, dan pertobatan.

Ritual Rabu Abu sendiri ditemukan dalam manuskrip Gregorian Sacramentary yang diterbitkan sekitar abad ke-delapan. Sekitar tahun 1000, seorang imam Anglo-Saxon bernama Aelfric berkhotbah demikian, “Kita membaca di kitab-kitab Perjanjian Lama dan Baru bahwa orang-orang yang bertobat dari dosanya menaburi diri mereka dengan abu dan membalut tubuh mereka dengan kain kabung. Sekarang, marilah kita melakukannya sedikit pada masa awal prapaskah. Kita menaburkan abu di kepala kita sebagai tanda bahwa kita wajib menyesali dosa-dosa kita terutama selama masa prapaskah.”

Di gerejaku, bagi umat percaya yang mengikuti ibadah Rabu Abu diwajibkan untuk menjalani puasa dan pantang selama 40 hari. Puasa yang dimaksudkan di sini adalah makan satu kali kenyang. Saat umat menjalani puasa dan pantang selama 40 hari, biasanya tiap wilayah di satu gereja akan diberikan satu amplop pada masing-masing keluarga. Amplop yang biasa disebut amplop APP (Aksi Puasa Pembangunan) ni diisi dengan uang yang nantinya digunakan gereja untuk menolong sesama yang membutuhkan. Untukku sendiri, biasanya salah satu pantangan yang kulakukan adalah tidak jajan. Uang jajanku itulah yang nanti kumasukkan ke dalam amplop ini.

Sahabatku, terlepas dari ada tidaknya tradisi Rabu Abu dalam gereja kita, sudah seharusnya kita menghidupi hidup yang senantiasa mawas diri. Kita menyadari bahwa kita adalah ciptaan dari Sang Pencipta, sadar bahwa diri kita adalah manusia berdosa, dan hidup yang kita hidupi saat ini adalah kesempatan yang begitu berharga, karena Tuhan Yesus telah menebus kita dengan harga yang teramat mahal.

Kiranya setiap hari di dalam hidup kita, tidak hanya dalam masa Prapaskah ini, kita senantiasa menyesali dosa-dosa yang telah kita lakukan dan oleh anugerah Kristus kita berjuang untuk menjaga kekudusan, mengasihi sesama, dan juga tidak mementingkan diri sendiri.

Selamat memasuki masa Prapaskah!

Tuhan Yesus memberkati.

Baca Juga:

Diam dan Tenang: Senjata Ampuh yang Mengalahkan Kekhawatiran

Aku berusaha menguatkan diriku untuk tidak khawatir. Tapi, apakah benar aku sungguh berusaha untuk tidak khawatir? Atau, aku cuma mengabaikannya saja?

Apakah Pencobaan Datang dari Allah?

Hari ke-6 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus
Baca Pengantar Kitab Yakobus di sini

Berbahagia dalam Pencobaan

Baca: Yakobus 1:16-18

1:16 Saudara-saudara yang kukasihi, janganlah sesat!

1:17 Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran.

1:18 Atas kehendak-Nya sendiri Ia telah menjadikan kita oleh firman kebenaran, supaya kita pada tingkat yang tertentu menjadi anak sulung di antara semua ciptaan-Nya.

Apakah Pencobaan Datang dari Allah?

Dua minggu setelah Natal, dengan penuh semangat aku membuka sepucuk surat dari ibuku dan tertawa geli saat menemukan di dalamnya sebuah ucapan terima kasih yang ditulis rapi dengan tangan. Ibuku selalu mengingatkanku tentang pentingnya perilaku yang baik, dan ucapan terima kasihnya yang tulus itu menjadi pesan pengingat juga bagiku untuk mengirimkan beberapa ucapan terima kasih menjelang perayaan Natal. Belajar dari teladan ibu, aku lalu menyimpan suratnya, kemudian duduk dan mulai menulis beberapa ucapan terima kasih.

Ucapan terima kasih ibuku adalah sebuah pengingat yang baik untuk merayakan pemberian-pemberian yang baik. Yakobus memberitahu kita bahwa setiap pemberian yang baik dan anugerah yang sempurna datang dari Tuhan (ayat 17).

Mengakui berkat-berkat yang kita terima dan menyatakan rasa terima kasih sangatlah penting saat kita berada di tengah ujian dan pencobaan atau dengan kata lain berada di tengah situasi yang paling sulit. Umat Kristen Yahudi pada zaman Yakobus tampaknya juga sedang menghadapi situasi yang sangat sulit. Adakalanya, mereka mungkin mempertanyakan kebaikan Tuhan. Apakah ujian dan pencobaan ini datang dari tangan-Nya?

Namun, Yakobus dengan lembut mengingatkan kita bahwa bukan hanya Tuhan tidak pernah mencobai kita untuk melakukan apa yang salah (ayat 13), Dia juga tidak pernah memberi kita hadiah yang jelek atau jahat. Pencobaan di dunia ini adalah hasil dari keberdosaan kita, dari dunia yang tidak sempurna, dan dari Setan, si penipu.

Tuhan adalah sumber dari segala sesuatu yang baik. Dia tidak seperti bayangan yang bisa berubah-ubah; Dia konsisten dan setia (ayat 17). Jangan biarkan apapun juga menggoyahkan keyakinan kita akan hal ini.

Seakan-akan masih ada orang yang perlu diyakinkan, Yakobus melanjutkan suratnya dengan mengingatkan pembaca akan contoh terbesar dari anugerah Tuhan yang baik, yaitu anugerah keselamatan yang memerdekakan kita dari dosa (ayat 18). Inilah anugerah terbesar Tuhan bagi kita.

“Dalam dunia kamu menderita,” kata Yesus. Namun, tahukah kamu apa yang dikatakan Yesus selanjutnya? “… tetapi kuatkanlah hatimu. Aku telah mengalahkan dunia.” (Yohanes 16:33). Ini juga anugerah Tuhan yang tak kalah baiknya—jaminan bahwa Juruselamat kita telah menaklukkan dunia.

Hari ini, mari mulai mencermati setiap pemberian Tuhan yang baik dan anugerah-Nya yang sempurna di dalam hidup kita.

Mungkin, tidak ada salahnya kita menulis sebuah ucapan terima kasih untuk Tuhan.—Karen Pimpo, Amerika Serikat

Handlettering oleh Septianto Nugroho

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Kapan kamu paling tergoda untuk meragukan kebaikan Tuhan?

2. Harapan seperti apa yang diberikan Yakobus pasal 1 ini kepada mereka yang menghadapi ujian dan pencobaan?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Karen Pimpo, Amerika Serikat | Karen tinggal di Michigan, Amerika Serikat, tempat di mana banyak orang mengeluh tentang cuacanya, tapi suka dengan lingkungannya. Ketika masih kecil, Karen ingin menjadi seorang pustakawan. Sekarang, tidak banyak yang berubah. Di samping buku-buku, dia juga suka mendengarkan dan bermain musik. Dia bernyanyi dan menulis untuk membantu mengurai simpul di kepalanya, dan dengan bercerita, itu menolong kita menyadari bahwa kita tidak sendirian.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus

Pengembalian Investasi

Rabu, 6 Maret 2019

Pengembalian Investasi

Baca: Markus 10:17-31

10:17 Pada waktu Yesus berangkat untuk meneruskan perjalanan-Nya, datanglah seorang berlari-lari mendapatkan Dia dan sambil bertelut di hadapan-Nya ia bertanya: “Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”

10:18 Jawab Yesus: “Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorangpun yang baik selain dari pada Allah saja.

10:19 Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!”

10:20 Lalu kata orang itu kepada-Nya: “Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku.”

10:21 Tetapi Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya, lalu berkata kepadanya: “Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.”

10:22 Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya.

10:23 Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya di sekeliling-Nya dan berkata kepada mereka: “Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah.”

10:24 Murid-murid-Nya tercengang mendengar perkataan-Nya itu. Tetapi Yesus menyambung lagi: “Anak-anak-Ku, alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah.

10:25 Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.”

10:26 Mereka makin gempar dan berkata seorang kepada yang lain: “Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?”

10:27 Yesus memandang mereka dan berkata: “Bagi manusia hal itu tidak mungkin, tetapi bukan demikian bagi Allah. Sebab segala sesuatu adalah mungkin bagi Allah.”

10:28 Berkatalah Petrus kepada Yesus: “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!”

10:29 Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya,

10:30 orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal.

10:31 Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu.”

Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau! —Markus 10:28

Daily Quotes ODB

Pada tahun 1995, para investor pasar modal AS menerima rekor pengembalian tertinggi—rata-rata mendapatkan keuntungan sebesar 37,6 persen atas investasi mereka. Kemudian, di tahun 2008, para investor mengalami kerugian dalam jumlah yang hampir sama besarnya: negatif 37,0 persen. Tingkat keuntungan pada tahun-tahun di antaranya bervariasi besarnya, sehingga mereka yang menginvestasikan uangnya di pasar modal bertanya-tanya—terkadang dengan perasaan takut—bagaimana nasib investasi mereka.

Yesus meyakinkan para pengikut-Nya bahwa mereka akan mendapatkan hasil yang luar biasa apabila mereka menginvestasikan hidup mereka dalam Dia. Mereka “telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut [Dia]”—rumah, pekerjaan, status, dan keluarga untuk mempertaruhkan hidup mereka kepada Yesus (ay.28). Namun, para murid mulai merasa khawatir kalau-kalau investasi mereka akan sia-sia setelah melihat bagaimana seorang yang kaya raya tidak sanggup melepaskan diri dari hartanya yang sangat banyak. Namun, jawab Yesus, setiap orang yang rela berkorban bagi Dia “pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat . . . dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal” (ay.30). Itu hasil yang sungguh jauh lebih baik daripada hasil investasi mana pun.

Kita tidak perlu mengkhawatirkan “tingkat suku bunga” dalam investasi spiritual kita—kepastian yang kita dapatkan dari Allah sungguh tidak terbandingkan. Tujuan investasi keuangan adalah untuk memperoleh keuntungan finansial sebesar-besarnya. Namun hasil investasi dalam Allah bukanlah berupa rupiah, melainkan sukacita yang datang dari pengenalan akan Dia, sekarang dan selamanya—dan dari membagikan sukacita itu kepada sesama! —Kirsten Holmberg

Apa yang dapat kamu “investasikan” dalam Tuhan hari ini—waktu, bakat, atau hartamu? Sukacita apa saja yang pernah kamu alami dalam hubungan dengan Yesus?

Hidup bagi Tuhan adalah investasi yang tidak pernah gagal.

Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 1-2; Markus 10:1-31