Strategi Kita Hanyalah Berharap

Sabtu, 22 Desember 2018

Strategi Kita Hanyalah Berharap

Baca: Mikha 7:1-7

7:1 Celaka aku! Sebab keadaanku seperti pada pengumpulan buah-buahan musim kemarau, seperti pada pemetikan susulan buah anggur: tidak ada buah anggur untuk dimakan, atau buah ara yang kusukai.

7:2 Orang saleh sudah hilang dari negeri, dan tiada lagi orang jujur di antara manusia. Mereka semuanya mengincar darah, yang seorang mencoba menangkap yang lain dengan jaring.

7:3 Tangan mereka sudah cekatan berbuat jahat; pemuka menuntut, hakim dapat disuap; pembesar memberi putusan sekehendaknya, dan hukum, mereka putar balikkan!

7:4 Orang yang terbaik di antara mereka adalah seperti tumbuhan duri, yang paling jujur di antara mereka seperti pagar duri; hari bagi pengintai-pengintaimu, hari penghukumanmu, telah datang, sekarang akan mulai kegemparan di antara mereka!

7:5 Janganlah percaya kepada teman, janganlah mengandalkan diri kepada kawan! Jagalah pintu mulutmu terhadap perempuan yang berbaring di pangkuanmu!

7:6 Sebab anak laki-laki menghina ayahnya, anak perempuan bangkit melawan ibunya, menantu perempuan melawan ibu mertuanya; musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya.

7:7 Tetapi aku ini akan menunggu-nunggu TUHAN, akan mengharapkan Allah yang menyelamatkan aku; Allahku akan mendengarkan aku!

 

Tetapi aku ini akan menunggu-nunggu Tuhan, akan mengharapkan Allah yang menyelamatkan aku; Allahku akan mendengarkan aku! —Mikha 7:7

Strategi Kita Hanyalah Berharap

Tim sepakbola favorit saya sudah kalah delapan kali berturut-turut pada waktu saya menulis renungan ini. Dengan banyaknya kekalahan, sulit untuk berharap mereka akan bertahan hingga akhir musim. Pelatih sudah mengubah strategi permainannya setiap minggu, tetapi tak juga membuahkan hasil. Dalam percakapan dengan seorang rekan kerja, saya bergurau sambil mengatakan bahwa niat saja tidak akan menjamin terjadinya perubahan. “Harapan bukan strategi,” ledek saya.

Prinsip itu berlaku dalam dunia sepakbola, tetapi dalam kehidupan rohani justru sebaliknya. Berharap, beriman, dan percaya kepada Allah bukan hanya salah satu strategi, melainkan satu-satunya strategi. Dunia kerap mengecewakan kita, tetapi pengharapan dapat mengokohkan kita dalam kebenaran dan kekuatan Allah di tengah pergolakan.

Nabi Mikha memahami kenyataan ini. Ia patah hati melihat Israel berpaling dari Allah. “Celaka aku! . . . Orang saleh sudah hilang dari negeri, dan tiada lagi orang jujur di antara manusia” (mi. 7:1-2). Namun, ia kembali memusatkan perhatian kepada pengharapannya yang sejati: “Tetapi aku ini akan menunggu-nunggu Tuhan, akan mengharapkan Allah yang menyelamatkan aku; Allahku akan mendengarkan aku!” (ay.7)

Bagaimana kita dapat tetap berharap pada masa-masa sukar? Mikha menunjukkannya: dengan menunggu, sambil berdoa dan tetap mengingat Allah. Dia mendengar seruan kita sekalipun kita sedang terpuruk. Dalam situasi itu, strategi kita hanyalah berpaut kepada Allah dan bertindak sesuai dengan pengharapan kita. Itulah satu-satunya strategi yang memampukan kita melewati badai kehidupan. —Adam Holz

Bapa, Engkau telah berjanji menjadi sumber kekuatan kami ketika keadaan tampak menakutkan. Tolong kami untuk berseru kepada-Mu dengan iman dan pengharapan, karena kami percaya Engkau mendengar jeritan hati kami.

Bagaimana kita dapat tetap berharap pada masa-masa sukar? Menunggu, sambil berdoa dan tetap mengingat Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Mikha 6-7; Wahyu 13

Artikel Terkait:

Selamat Hari Ibu, Ayah!

Bagikan Konten Ini
20 replies
  1. vellanie
    vellanie says:

    Yess, brhrp dan percya pd Tuhan dan bertindak sesuai penghrpan adlh tndkan yg ampuh saat melalui badai hdup????
    trimaksh, sobat sate utk firmannya yg slalu mnguatkan????????
    Tuhan brkati slalu dlm plynanannya

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *