Saat Kehilangan Menjadi Momen yang Membawaku Kembali pada Tuhan

Oleh Vina Agustina Gultom, Taiwan

Aku adalah mahasiswi program pascasarjana di salah satu perguruan tinggi di Taiwan. Tahun ini adalah semester terakhirku sebelum nantinya aku meraih gelar master. Setelah berjibaku dengan proses penelitianku, sekarang aku telah menyelesaikan analisis dan sedikit lagi tesisku dapat selesai.

Proses pengerjaan tesis ini berjalan lancar. Hingga suatu ketika, pada hari Jumat 9 November 2018 pukul 00:48, hal yang tidak kuinginkan terjadi. Di laptopku, aku membuka dua dokumen yang berbeda. Satu adalah tesisku, dan satunya lagi adalah catatan tambahan. Saat itu aku bersiap untuk tidur, jadi aku save dokumen tersebut dengan mengklik Ctrl + S seperti biasa. Aku yakin bahwa proses penyimpanan dokumen itu tidak bermasalah. Aku lalu tidur dengan tenang karena aku merasa pencapaianku hari itu sudah maksimal.

Namun, ketenangan yang semalam kurasakan berubah menjadi kekhawatiran. Sekitar pukul 12:50, aku berniat melanjutkan kembali penulisan tesisku. Ketika aku mengklik dokumen yang semalam telah kusimpan, betapa kagetnya aku mendapati bahwa semua tulisan yang sudah kutulis hilang. Aku cermati detail dokumen tesisku, dari yang semula sebesar 3.328 KB ternyata sekarang menjadi 0 KB. Kucoba membuka satu dokumen lainnya yang berisi catatan tambahan, ternyata dokumen ini tidak bermasalah.

Aku gelisah. Aku coba berbagai cara supaya dokumen tesisku bisa dipulihkan. Aku menghubungi beberapa temanku yang kuanggap ahli, tapi mereka tidak bisa menolongku. Kata salah satu temanku, drive di laptopku eror, jadi saat aku mengklik save, dokumen tesisku tidak tersimpan dan hilang. Malangnya, momen eror itu terjadi saat aku mengklik “save” pada dokumen tesisku, bukan pada dokumen catatan tambahan.

Aku coba mengendalikan diri untuk tetap tenang. Kucoba usaha lain. Aku menghubungi salah satu staf dari layanan penyimpanan dokumen Dropbox yang biasa kugunakan. Setelah dicek pada database mereka, cadangan dokumen tesisku tidak ditemukan. Aku menangis dan berteriak pada Tuhan. “Kenapa semua ini terjadi ya Bapa? Ampuni aku kalau aku bersalah kepada-Mu.”

Setelah beberapa waktu bergumul untuk menenangkan diri, aku merasa lebih tenang. Hati kecilku berbisik, “Kamu masih punya cadangan tesismu yang tanggal 7 November, Vin. Bersyukurlah.” Aku sadar bahwa dokumen tesisku yang aku simpan tanggal 9 November tidak akan pernah kembali. Tiada jalan lain selain aku mengulang kembali penulisan tesisku. Prosesnya berat. Aku harus mengingat-ingat lagi tesis sebanyak 10 lembar dan menuliskannya dalam bahasa Inggris.

Dari kehilangan, aku mendapatkan

Di tengah stres yang kurasakan, seorang sahabatku yang bernama Okta datang menghiburku. Dia lalu meminjamiku sebuah buku yang berjudul “Go and Do”. Salah satu bagian buku itu mengatakan bahwa iman haruslah dihidupi secara nyata. Aku merasa Tuhan seolah menyentilku dengan pernyataan itu. Aku lalu teringat ayat dari Yakobus 2:17 yang berbunyi: “Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.”

Bagian lain dari buku ini juga menegurku, bahwa di dunia yang membutuhkan garam dan terang ini, aku perlu memiliki waktu untuk berdiam diri bersama Allah. Aku lalu menyadari bahwa belakangan ini aku sudah tidak pernah lagi memiliki waktu untuk berdiam dan berlutut kepada Tuhan. Aku hanya saat teduh sekadarnya, padahal biasanya aku selalu menikmati satu pujian dalam setiap saat teduhku. Ini semua terjadi karena selama ini tesisku berjalan baik. Semuanya berjalan sesuai keinginanku. Aku ingin menyelesaikan tesisku dengan cepat. Namun, tanpa kusadari aku pun jadi mengabaikan relasiku dengan Tuhan. Saat teduh yang seharusnya menjadi momen intimku dengan-Nya, menjadi sekadar rutinitas biasa yang kulakukan.

Ketika obsesiku untuk menyelesaikan tesisku lebih besar dibandingkan keberserahanku kepada Tuhan, di sanalah aku membiarkan watak lamaku yang “liar” dan berdosa untuk mengendalikan diriku. Ada kekhawatiran dan ketakutan yang kemudian meliputi diriku. Namun, syukur kepada Tuhan, karena anugerah-Nya memampukanku untuk bertumbuh di tengah peristiwa buruk yang kualami.

Aku berkomitmen untuk membangun dan mendapatkan kembali relasi yang erat dengan Tuhan. Aku tidak hanya membaca firman Tuhan sambil lalu, tapi aku merenungkannya, menyanyikan satu buah pujian sebagai respons syukurku kepada-Nya, dan membagikan berkat yang kudapat hari itu kepada teman-temanku.

Aku mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah setia mendoakanku. Aku yakin aku bisa mengalami pemulihan ini juga semua karena dukungan doa. Kiranya seperti apa yang tertulis dalam renungan saat teduh Santapan Rohani di tanggal 12 November 2018, “Ketika Allah menuntut, Dia juga yang memampukan”, aku dapat mengimaninya dalam proses penyelesaian tesisku dan hidupku ke depannya.

Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh,” Galatia 5:25.

Baca Juga:

Momen Natal yang Membuatku Mengenang Perjumpaan Pertamaku dengan Kristus

Aku tidak terlahir di keluarga Kristen. Ketika aku memutuskan untuk percaya pada Tuhan Yesus, kedua orang tuaku sempat menolakku. Namun, kisah itu tidak berhenti di situ, Tuhan terus melanjutkan karya-Nya.

Bagikan Konten Ini
13 replies
  1. Toti
    Toti says:

    Bersyukur juga buat teman dekat yg Tuhan dekatkan padamu beb. I like your statusquo: ketika Tuhan menuntut Dia memampukan. Sangat memberkati. Thanks
    Gbu

  2. Novita Sari Hutasoit
    Novita Sari Hutasoit says:

    Terimakasih kak Vina untuk tulisannya yang sangat memberkatiku. Kesulitan, ketidaknyamanan, membuat kita semakin punya relasi yang intim denganNya.

  3. melisa
    melisa says:

    coba di kirim lewat gmail / di upload di google sheet/ google docs.
    melisa pernah, melisa upload ke google sheet dan selamat…

  4. Vina Agustina Gultom
    Vina Agustina Gultom says:

    Terimakasih ka An jie Lina.

    Xie Xie ni. Jiayou jg buat Kaka.

    Iya ka Toti. Ono niha, yeayy. Semangat untuk kuliah ka totiz, kuliah kuliah kuliah kuliah. Kerja kerja kerja

    Yes KA Novi. Apalagi dlm kondisi nyaman, kita hrs makin berjuang untuk intim bersamaNya.

    Hai KA melisa, maksudnya gimana ya ka? Anw, makasih Ka.

    Amin KA melisa Siagian!

    Makasih nang. God leads you too, Fitri

  5. Elystra Situmorang
    Elystra Situmorang says:

    sunggguh renungan ini sangattt memberkatii dn betul sekalii,karna aku mengalaminya sktar bukan november jugaa,bedanyaa,aku udh slsai bab 3 ,eh dosen suruh ganti judul,betapa sedih nya aku,,aku ambisius dan dan doa itu hanya lah rutinitas tdk sprti biasa yg aku maknai kala itu,akku mulai menjauh dr Tuhan kala itu,sudah disuruh dosen ganti judul ditambah lagi aku sakit slama 2minggu,,tapi tetap wlpn kelakuan ku itu kurang ajar sama Tuhan tapi Tuhan baik skali,mau mengampuni ku?. Trimksh atas kesaksiannya.

  6. Vina Agustina Gultom
    Vina Agustina Gultom says:

    Kurang lebih sama ka Debora.
    Pastinya ka Sherly. 🙂
    Amin ka Elisa
    Semangat ka Elystraa. God bless us

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *