Bertanyalah kepada Binatang

Minggu, 14 Oktober 2018

Bertanyalah kepada Binatang

Baca: Ayub 12:7-10

12:7 Tetapi bertanyalah kepada binatang, maka engkau akan diberinya pengajaran, kepada burung di udara, maka engkau akan diberinya keterangan.

12:8 Atau bertuturlah kepada bumi, maka engkau akan diberinya pengajaran, bahkan ikan di laut akan bercerita kepadamu.

12:9 Siapa di antara semuanya itu yang tidak tahu, bahwa tangan Allah yang melakukan itu;

12:10 bahwa di dalam tangan-Nya terletak nyawa segala yang hidup dan nafas setiap manusia?

Bertanyalah kepada binatang, maka engkau akan diberinya pengajaran, kepada burung di udara, maka engkau akan diberinya keterangan. —Ayub 12:7

Bertanyalah kepada Binatang

Dengan takjub, cucu-cucu kami melihat dari dekat seekor burung elang botak yang berhasil diselamatkan. Mereka bahkan diizinkan untuk membelainya. Ketika seorang pemandu kebun binatang menceritakan kehebatan burung yang bertengger pada lengannya itu, saya tercengang saat mengetahui bahwa lebar rentang sayap burung itu sekitar 2 m, tetapi karena tulang-tulangnya berongga, beratnya hanya sekitar 3,6 KG.

Makhluk itu mengingatkan saya pada seekor elang anggun yang pernah saya lihat melayang di atas danau, siap menukik dan mencengkeram mangsa dengan cakarnya. Saya juga membayangkan burung besar lainnya, yaitu bangau biru berkaki kurus yang diam berdiri di tepi danau dan sedang bersiap untuk menghunjamkan paruh panjangnya ke dalam air. Burung-burung itu hanyalah dua dari hampir 10.000 spesies burung yang dapat membawa kita merenungkan tentang Allah, Pencipta kita.

Di kitab Ayub, teman-teman Ayub sedang memperdebatkan alasan dari kesengsaraan yang dialami Ayub. Mereka bertanya, “Dapatkah engkau memahami hakekat Allah?” (lihat 11:5-9). Ayub menanggapi dengan menyatakan, “Bertanyalah kepada binatang, maka engkau akan diberinya pengajaran, kepada burung di udara, maka engkau akan diberinya keterangan” (Ayb.12:7). Binatang menyatakan kebenaran bahwa Allah memang merancang, mempedulikan, dan mengendalikan ciptaan-Nya: “Di dalam tangan-Nya terletak nyawa segala yang hidup dan nafas setiap manusia” (ay.10).

Karena Allah mempedulikan burung-burung (Mat. 6:26; 10:29), kita dapat yakin bahwa Dia mengasihi dan mempedulikanmu dan saya, bahkan di saat kita tidak memahami keadaan yang menimpa kita. Lihatlah sekelilingmu dan belajarlah tentang diri-Nya. —Alyson Kieda

Dunia milik Allah ini mengajarkan banyak hal tentang diri-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 43-44; 1 Tesalonika 2

Dia Memikul Beban Kita

Sabtu, 13 Oktober 2018

Dia Memikul Beban Kita

Baca: 1 Petrus 1:18-25

1:18 Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas,

1:19 melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.

1:20 Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan, tetapi karena kamu baru menyatakan diri-Nya pada zaman akhir.

1:21 Oleh Dialah kamu percaya kepada Allah, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati dan yang telah memuliakan-Nya, sehingga imanmu dan pengharapanmu tertuju kepada Allah.

1:22 Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu.

1:23 Karena kamu telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal.

1:24 Sebab: “Semua yang hidup adalah seperti rumput dan segala kemuliaannya seperti bunga rumput, rumput menjadi kering, dan bunga gugur,

1:25 tetapi firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya.” Inilah firman yang disampaikan Injil kepada kamu.

Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh. —1 Petrus 2:24

Dia Memikul Beban Kita

Bukanlah hal yang luar biasa apabila kita menerima tagihan air atau listrik dalam jumlah besar. Namun, Kieran Healy dari Carolina Utara, Amerika Serikat, menerima tagihan pemakaian air yang sangat mengejutkan. Pemberitahuan tersebut menyebutkan bahwa ia berhutang 100 juta dolar! Karena yakin bahwa ia tidak menggunakan air sebanyak itu pada bulan sebelumnya, dengan setengah bercanda Healy menanyakan kepada pihak pengelola apakah ia boleh menyicil pembayarannya.

Berhutang 100 juta dolar memang bisa menjadi beban yang sangat berat, tetapi itu tak seberapa jika dibandingkan dengan beban yang harus kita pikul akibat dosa—beban yang nyata dan tak terukur besarnya. Jika kita mencoba untuk memikul beban dan konsekuensi dari dosa-dosa kita, pada akhirnya kita akan merasa kewalahan dan dipenuhi perasaan malu dan bersalah. Sesungguhnya kita tidak akan pernah sanggup memikul beban tersebut.

Kita memang tidak perlu memikul beban itu. Perkataan Petrus mengingatkan orang percaya bahwa hanya Yesus, Anak Allah yang tidak berdosa, yang dapat memikul beban dosa kita dan konsekuensinya yang berat (1Ptr. 2:24). Lewat kematian-Nya di kayu salib, Yesus sendirilah yang memikul semua kesalahan kita dan memberi kita pengampunan. Karena Yesus memikul seluruh beban dosa kita, kita tidak perlu menderita hukuman yang seharusnya kita terima.

Alih-alih hidup dalam ketakutan atau rasa bersalah, yaitu “cara hidup [kita] yang sia-sia yang [kita] warisi dari nenek moyang” kita (1:18 bis), kita dapat menikmati cara hidup yang baru dalam kasih dan kemerdekaan (1:22-23). —Marvin Williams

Tuhan, kadang beban rasa bersalah dan malu kami terasa begitu berat. Tolong kami menyerahkan masa lalu dan kepedihannya kepada Engkau agar kami merasakan damai-Mu, karena Engkau telah memikul semuanya dan memerdekakan kami.

Yesus memikul beban dosa kita supaya dapat memberi kita hidup baru.

Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 41-42; 1 Tesalonika 1

Belajar dari Kisah Aldi, Yang Kita Butuhkan Bukan Hanya Makanan Jasmani Saja

Oleh Sukma Sari, Jakarta

Baru-baru ini, ada kisah penyelamatan dramatis terhadap remaja Indonesia bernama Aldi Novel Adilang. Aldi adalah seorang nelayan dari suku Wori yang berusia 19 tahun. Sehari-harinya Aldi bekerja sebagai penjaga rompong (sebuah rakit untuk menangkap ikan) yang letaknya sejauh 125 kilometer dari daratan. Nahas, pada tanggal 14 Juli 2018, angin berembus kencang dan memutus tali yang mengikat rompongnya. Aldi lalu hanyut ke Samudera Pasifik bersama rompongnya. Empat puluh sembilan hari setelahnya, yaitu pada tanggal 31 Agustus 2018, barulah Aldi ditemukan di perairan sekitar Guam, teritori Amerika Serikat di Pasifik. Aldi diselamatkan oleh kapal pengangkut batu bara dan dibawa ke Jepang. Setelah segala proses pengurusan dokumen selesai, Aldi lalu dapat pulang kembali ke Sulawesi Utara dan bertemu dengan keluarganya.

Saat diwawancarai oleh media, Aldi mengakui bahwa tujuh minggu terombang-ambing di laut hampir membuatnya putus asa. Untuk bertahan hidup, Aldi menghemat perbekalan yang tersedia di rompongnya. Saat semuanya habis hanya dalam seminggu pertama, Aldi mencari cara lain. Aldi memancing ikan, menadah hujan, dan meminum air laut dari perasan bajunya. Bukan cuma berjibaku dengan lapar dan haus, Aldi pun harus mempertahankan dirinya dari cuaca samudera yang ekstrem dan serangan ikan-ikan buas. Hingga di suatu hari, Aldi merasa hidupnya telah berada di titik nadir. Fisiknya lemas, psikisnya tidak berdaya. Daratan tak kunjung digapai, dan harapan untuk bertemu kembali dengan kedua orang tuanya seperti mustahil. Aldi ingin bunuh diri saja.

Namun, sesuatu dari dalam diri Aldi menahannya untuk melakukan itu.

“Saat itu (mau bunuh diri), saya kembali masuk ke rumah rakit. Saya membaca Alkitab,” kata Aldi dalam cuplikan wawancaranya kepada media.

Aldi lalu membaca Matius 6, yang isinya adalah Doa Bapa Kami. Setelah itu, dia terus melanjutkan pembacaan Alkitabnya, juga menyanyikan lagu-lagu rohani. Di tengah kondisi di mana harapan seolah padam, Alkitab menjadi satu-satunya pengingat Aldi bahwa sesungguhnya harapan itu tidak pernah hilang. Aldi lalu percaya dengan kekuatan Tuhan hingga akhirnya pada tanggal 31 Agustus 2018, sebuah kapal pengangkut batu bara melintas. Kapal sudah berjalan sejauh satu mil melewati Aldi. Tapi, karena awak kapal itu mendengar teriakan Aldi, kapal pun berbalik arah dan melepaskan tali untuk menolongnya. Pada tanggal 6 September 2018, kapal tersebut tiba di Jepang. Perwakilan dari Kedutaan Besar Indonesia membantu pengurusan dokumen Aldi, dan pada tanggal 8 September 2018 Aldi bisa pulang ke Indonesia menggunakan pesawat dari Jepang.

Kisah Aldi yang terombang-ambing di tengah laut tanpa makanan dan minuman mengingatkanku akan kondisi yang pernah aku lalui ketika aku tidak memiliki relasi yang baik dengan Tuhan. Di luar aku hidup, tetapi aku merasa di dalam diriku perlahan-lahan aku mati. Aku masih tetap beraktivitas seperti biasa, mengerjakan pekerjaanku di rumah maupun di kantor. Tapi, aku tahu bahwa ketika aku mengerjakannya, aku merasa seperti mayat hidup.

Aku tidak asing dengan kalimat “Doa adalah nafas hidup orang percaya”, dan kupikir kalimat itu benar adanya. Tanpa doa, tubuh rohaniku pun mati. Apabila tubuh manusia akan mengalami komplikasi saat kekurangan asupan makan dan minum, maka sebagai orang percaya yang kekurangan asupan makanan rohani berupa doa dan firman Tuhan, sudah tentu juga tubuh rohaniku akan mengalami komplikasi. Aku jadi seorang yang berjalan sendiri tanpa tuntunan Tuhan, dan relasiku dengan sesamaku pun jadi terdampak. Aku berprasangka buruk dengan orang lain, sering melawan ibuku, bahkan timbul rasa mengasihani diri yang tidak ada habisnya.

Ketika Tuhan Yesus dicobai Iblis di padang gurun, Dia berkata: “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah” (Matius 4:4). Makanan jasmani memang penting, tetapi bagi orang percaya, makanan rohani pun sama pentingnya. Makanan rohani itu tidak lain dan tidak bukan kita dapatkan dari Alkitab, yang adalah firman Tuhan yang hidup. Tuhan tidak meninggalkan kita sendirian tanpa petunjuk untuk menjalani kehidupan kita di dunia. Dia memberikan kita firman-Nya, yang di dalamnya kita bisa mengetahui apa yang menjadi kehendak-Nya. Tidak ada cara lain untuk kita bisa mengetahui kehendak Tuhan selain daripada membaca dan menyelidiki firman-Nya.

Firman Tuhan yang terwujud dalam Alkitab bukanlah sekadar untaian kata yang ditulis rapi, tetapi itu sangat bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, dan mendidik orang dalam kebenaran (2 Timotius 3:16). Pemazmur bahkan berkata, “[Taurat Tuhan] lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah” (Mazmur 19:11).

Sahabat, marilah kita setia membaca dan menyelidiki firman Tuhan, sebab firman-Nyalah roti kehidupan yang memberikan nutrisi buat jiwa kita.

Baca Juga:

Melalui Pelayanan di Gereja, Tuhan Mengubahkanku

Aku bersyukur atas kesempatan melayani di gereja yang Tuhan berikan. Tapi, lama-lama pelayanan itu terasa seperti sebuah beban berat buatku, hingga aku pun jadi kecewa dengan rekan-rekan pelayananku lainnya.

Aman dalam Tangan-Nya

Jumat, 12 Oktober 2018

Aman dalam Tangan-Nya

Baca: Yesaya 40:9-11

40:9 Hai Sion, pembawa kabar baik, naiklah ke atas gunung yang tinggi! Hai Yerusalem, pembawa kabar baik, nyaringkanlah suaramu kuat-kuat, nyaringkanlah suaramu, jangan takut! Katakanlah kepada kota-kota Yehuda: “Lihat, itu Allahmu!”

40:10 Lihat, itu Tuhan ALLAH, Ia datang dengan kekuatan dan dengan tangan-Nya Ia berkuasa. Lihat, mereka yang menjadi upah jerih payah-Nya ada bersama-sama Dia, dan mereka yang diperoleh-Nya berjalan di hadapan-Nya.

40:11 Seperti seorang gembala Ia menggembalakan kawanan ternak-Nya dan menghimpunkannya dengan tangan-Nya; anak-anak domba dipangku-Nya, induk-induk domba dituntun-Nya dengan hati-hati.

Seperti seorang gembala Ia menggembalakan kawanan ternak-Nya dan menghimpunkannya dengan tangan-Nya; anak-anak domba dipangku-Nya. —Yesaya 40:11

Aman dalam Tangan-Nya

Cuaca di luar sangat tidak bersahabat, dan pemberitahuan yang saya terima di ponsel memperingatkan saya akan kemungkinan terjadinya banjir bandang. Banyak sekali kendaraan diparkir di lingkungan tempat tinggal saya selagi para orangtua dan yang lainnya menjemput anak-anak di tempat pemberhentian bus sekolah. Saat bus tiba, hujan pun sudah turun. Saat itulah saya mengamati seorang wanita keluar dari mobil dan mengambil payung dari bagasi. Ia menjemput seorang anak kecil dan memastikannya terlindungi dari hujan sampai mereka masuk kembali ke dalam mobil. Itulah gambaran yang indah akan pengasuhan dan perlindungan dari orangtua yang mengingatkan saya pada pemeliharaan Bapa Surgawi kita yang sempurna.

Nabi Yesaya menubuatkan jatuhnya hukuman atas ketidaktaatan yang disusul dengan hari-hari yang lebih baik bagi umat Allah (Yes. 40:1-8). Kabar baik yang diserukan dari atas gunung yang tinggi (ay.9) meyakinkan bangsa Israel akan dahsyatnya kehadiran Allah dan kelembutan perhatian-Nya. Kabar baiknya bagi mereka, dan kita: karena Allah kuat dan berkuasa, kita tidak perlu merasa takut (ay.9-10). Termasuk dalam kabar baik itu adalah berita tentang perlindungan Tuhan, seperti yang diberikan oleh gembala (ay.11): anak-anak domba yang rentan akan merasa aman di tangan Sang Gembala; induk-induk domba dituntun-Nya dengan lemah lembut.

Di dunia yang tidak selalu nyaman ini, gambaran akan rasa aman dan pemeliharaan ilahi itu mendorong kita untuk memandang dengan penuh keyakinan kepada Tuhan. Mereka yang percaya kepada Tuhan dengan segenap hati akan mendapatkan rasa aman dan kekuatan yang diperbarui di dalam Dia (ay.31). —Arthur Jackson

Ya Bapa, di dunia yang sering membuat kami merasa terancam ini, kami terhibur oleh pemeliharaan-Mu yang penuh kasih—di dalam dan melalui Tuhan kami, Yesus Kristus.

Alangkah bahagianya, Allah memelihara kita dengan sempurna!

Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 39-40; Kolose 4

Artikel Terkait:

Berlari Menuju Masa Depan

Kisah tentang Yesus

Kamis, 11 Oktober 2018

Kisah tentang Yesus

Baca: 1 Yohanes 1:1-4; Yohanes 21:24-25

1:1 Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup—itulah yang kami tuliskan kepada kamu.

1:2 Hidup itu telah dinyatakan, dan kami telah melihatnya dan sekarang kami bersaksi dan memberitakan kepada kamu tentang hidup kekal, yang ada bersama-sama dengan Bapa dan yang telah dinyatakan kepada kami.

1:3 Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamupun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus.

1:4 Dan semuanya ini kami tuliskan kepada kamu, supaya sukacita kami menjadi sempurna.

21:24 Dialah murid, yang memberi kesaksian tentang semuanya ini dan yang telah menuliskannya dan kita tahu, bahwa kesaksiannya itu benar.

21:25 Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu.

Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus. —Yohanes 21:25a

Kisah tentang Yesus

Saat masih kecil, saya senang mengunjungi perpustakaan kecil di wilayah saya. Suatu hari, sambil melihat-lihat rak-rak yang memuat buku-buku untuk dewasa-muda, saya sempat berpikir bahwa saya pasti bisa membaca setiap buku di sana. Antusiasme itu membuat saya lupa tentang satu fakta penting—buku-buku baru akan selalu rutin ditambahkan ke rak-rak itu. Sekuat apa pun usaha saya, tetap saja saya tidak akan dapat membaca buku-buku yang terlalu banyak itu.

Buku-buku baru akan terus terbit dan bertambah. Bisa jadi Rasul Yohanes akan dibuat takjub oleh tersedianya begitu banyak buku di masa kini karena lima kitab yang ditulisnya dalam Perjanjian Baru—Injil Yohanes; Kitab 1, 2, dan 3 Yohanes; dan Wahyu—ditulis tangan di atas gulungan-gulungan perkamen.

Yohanes menulis kitab-kitab itu karena didorong oleh Roh Kudus untuk memberikan catatan kepada umat Kristen sebagai saksi mata dari kehidupan dan pelayanan Yesus (1Yoh. 1:1-4). Namun, tulisan Yohanes itu hanyalah sebagian kecil dari apa yang Yesus lakukan dan ajarkan dalam pelayanan-Nya. Yohanes bahkan berkata bahwa apabila semua hal yang Yesus lakukan itu ditulis “maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu” (Yoh. 21:25).

Pernyataan Yohanes terbukti benar sampai hari ini. Terlepas dari semua buku tentang Yesus yang pernah ditulis manusia, perpustakaan-perpustakaan di dunia ini tidak akan cukup besar untuk dapat menyimpan setiap kisah tentang kasih dan anugerah-Nya. Kita juga dapat bersyukur karena setiap dari kita mempunyai kisah kita sendiri tentang kasih Tuhan yang dapat kita bagikan dengan penuh sukacita untuk selama-lamanya (Mzm. 89:2)! —Lisa Samra

Dengan langit s’bagai kertas, batang pohon s’bagai pena, air laut s’bagai dawat, tiap orang penulisnya. Tak mungkin akan menuliskan kasih Allah yang besar, langit dari timur ke barat, tak akan memuatnya. —F. M. Lehman (kidung puji-pujian kristen, No. 27)

Kiranya hidupmu menceritakan tentang kasih dan anugerah Kristus.

Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 37-38; Kolose 3

Melalui Pelayanan di Gereja, Tuhan Mengubahkanku

Oleh Mary, Surabaya

Sudah cukup lama aku berdoa pada Tuhan mengenai kerinduanku untuk melayani di gerejaku. Sebelumnya aku hanyalah jemaat biasa yang mengikuti ibadah umum setiap hari Minggu. Meski aku rindu untuk melayani, tapi aku adalah orang yang cenderung pemalu dan introver, jadi aku bingung kepada siapa aku harus bicara soal kerinduanku melayani ini. Sampai suatu hari, Tuhan menuntunku untuk aku memberanikan diri ikut komunitas Bible study. Lewat satu langkah kecil inilah kemudian Tuhan menjawab doaku. Aku diizinkan-Nya melayani di ladang pelayanan dan bertemu dengan teman-teman yang baru pula.

Pada awalnya aku merasa bersyukur. Kerinduanku untuk melayani di bagian dokumentasi dan desain kupikir sangat sesuai dengan talenta dan doaku. Namun, seiring waktu berjalan, aku mulai menetapkan standarku sendiri dalam pelayanan. Sifat perfeksionisku muncul, aku ingin setiap pelayanan yang kulakukan itu sempurna. Aku kadang merasa tidak puas, atau bahkan marah apabila melihat ada rekan pelayananku yang pekerjaannya lebih ringan dariku, atau tidak sesuai dengan ekspektasiku. Lalu, perbedaan pendapat dan konflik karena ketidaksepakatan pembagian tugas dan waktu pun mulai mewarnai pelayananku.

Ketika konflik yang terjadi adalah dengan sesama anak-anak muda, aku merasa cukup mudah untuk mengatasinya. Tapi, apabila konflik itu adalah dengan para diaken yang secara usia lebih tua dariku, aku jadi bingung bagaimana harus bersikap mengatasi masalah tersebut. Pernah suatu ketika proyek yang sudah kami kerjakan dengan susah payah dibatalkan begitu saja oleh rekan kami yang lebih tua. Seharusnya aku dan teman-teman sepantaranku bisa saja menyampaikan protes kepadanya. Tapi, kami sungkan karena kami pikir mereka lebih senior daripada kami.

Hingga di suatu titik, aku merasa tidak tahan lagi. Aku berteriak pada Tuhan bahwa aku capek. Pelayanan yang dulu kurindukan sekarang terasa jadi beban yang berat buatku. “Mengapa ladang pelayanan yang dulunya kuinginkan malah jadi suatu jerat bagi diriku sendiri?” Aku bertanya pada Tuhan.

Namun, syukur kepada Tuhan, Dia mendengarkan seruan isi hatiku. Lewat sebuah renungan dalam saat teduhku, aku merasa ditegur. Ayat itu terambil dari Kolose 3:12-15 yang isinya berkata:

Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian. Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan. Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah.”

Setelah membaca ayat itu, aku mampu melihat pergumulanku secara lebih jelas. Aku jadi merasa malu karena telah membiarkan kekecewaanku tumbuh kepada rekan-rekan sepelayananku. Memang tidak ada manusia yang sempurna, tetapi kita semua telah dikuduskan dan dikasihi Tuhan sehingga kita dilayakkan untuk melayani-Nya. Aku dan rekan-rekan pelayananku adalah bagian dari tubuh Kristus, yang memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing-masing untuk melayani Sang Tuan untuk berkarya.

Aku sadar, sebenarnya tidaklah salah apabila aku ingin mengusahakan yang terbaik dalam pelayanan yang kulakukan. Tapi, kalau aku malah jadi membanding-bandingkan pelayananku dengan orang lain, sikap itu tidaklah bijak. Aku pun berdoa pada Tuhan, memohon agar aku bisa mengampuni dan mengasihi rekan-rekan sepelayananku. Aku ingin memiliki hati seorang hamba, juga hikmat dari Tuhan untuk menuntunku bagaimana harus bersikap.

Sejak hari itu, Tuhan menolongku untuk menikmati pelayanan yang kulakukan. Aku merasa bebanku seperti terangkat dan ada damai sejahtera yang melingkupiku setiap kali aku mengerjakan proyek pelayanan. Aku tidak lagi jadi terbeban seperti sebelumnya, dan bahkan hubunganku dengan sesama rekan pelayanan menjadi lebih baik. Kami belajar untuk saling memahami satu dan lainnya, baik dengan sesama rekan sepantar, maupun yang lebih tua.

Melalui peristiwa ini, aku bersyukur karena melalui kesempatan pelayanan yang Dia karuniakan untukku, Dia memprosesku untuk mengubah karakterku selangkah demi selangkah agar sesuai dengan kehendak-Nya. Tuhan mengubah karakterku menjadi seorang yang bisa bersyukur. Kini aku tahu bahwa pelayanan ini adalah untuk Tuhan, bukan untuk manusia. Ketika hasil pelayanan yang kulakukan tidak sesuai standarku, sikap hatiku bukanlah menyalahkan orang lain. Aku dapat menyerahkan hasil pelayananku kepada Tuhan, sebab Tuhan melihat apa yang tidak dilihat manusia. Kala manusia melihat apa yang ada di depan mata, Tuhan melihat hati (1 Samuel 16:17).

Konflik dan perbedaan pendapat mungkin masih akan terjadi dan tak terhindarkan di masa depan nanti, tapi aku tidak perlu takut menghadapinya. Yang harus kulakukan adalah tetap setia melakukan bagianku, yaitu dengan mengupayakan yang terbaik dan tetap mengasihi sesamaku.

Baca Juga:

2 Kontribusi Sederhana untuk Menolong Korban Bencana

Memulihkan suatu kota yang hancur karena bencana bisa jadi sebuah proses yang rumit. Namun langkah sederhana yang kita lakukan bisa memberikan kontribusi untuk memulihkan keadaan di sana.

Nyanyian untuk Regu Tembak

Rabu, 10 Oktober 2018

Nyanyian untuk Regu Tembak

Baca: Markus 14:16-26

14:16 Maka berangkatlah kedua murid itu dan setibanya di kota, didapati mereka semua seperti yang dikatakan Yesus kepada mereka. Lalu mereka mempersiapkan Paskah.

14:17 Setelah hari malam, datanglah Yesus bersama-sama dengan kedua belas murid itu.

14:18 Ketika mereka duduk di situ dan sedang makan, Yesus berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku, yaitu dia yang makan dengan Aku.”

14:19 Maka sedihlah hati mereka dan seorang demi seorang berkata kepada-Nya: “Bukan aku, ya Tuhan?”

14:20 Ia menjawab: “Orang itu ialah salah seorang dari kamu yang dua belas ini, dia yang mencelupkan roti ke dalam satu pinggan dengan Aku.

14:21 Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.”

14:22 Dan ketika Yesus dan murid-murid-Nya sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: “Ambillah, inilah tubuh-Ku.”

14:23 Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka, dan mereka semuanya minum dari cawan itu.

14:24 Dan Ia berkata kepada mereka: “Inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang.

14:25 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, dalam Kerajaan Allah.”

14:26 Sesudah mereka menyanyikan nyanyian pujian, pergilah mereka ke Bukit Zaitun.

Aku percaya, sekalipun aku berkata: “Aku ini sangat tertindas.” —Mazmur 116:10

Nyanyian untuk Regu Tembak

Dua pria yang dipidana karena mengedarkan obat terlarang telah menunggu waktu eksekusi mereka selama satu dekade. Di penjara itu, mereka mengenal kasih Allah bagi mereka di dalam Yesus Kristus dan hidup mereka pun diubahkan. Ketika tiba saatnya bagi mereka untuk berhadapan dengan regu tembak, mereka menghadapi para eksekutor itu sembari mengucapkan Doa Bapa Kami dan menyanyikan pujian “Amazing Grace” (Sangat Besar Anugerah-Nya). Karena iman mereka kepada Allah, oleh kekuatan Roh Kudus, mereka sanggup menghadapi kematian dengan keberanian yang luar biasa.

Mereka mengikuti teladan iman yang diberikan Juruselamat mereka, Yesus Kristus. Saat Yesus mengetahui kematian-Nya sudah dekat, Dia melewati malam itu dengan bernyanyi bersama sahabat-sahabat-Nya. Sungguh mengagumkan bagaimana Dia dapat bernyanyi dalam situasi seperti itu. Namun, yang lebih menakjubkan adalah apa yang dinyanyikan-Nya. Malam itu, Yesus dan sahabat-sahabat-Nya menikmati jamuan Paskah, yang selalu diakhiri dengan mengucapkan serangkaian mazmur yang dikenal sebagai Hallel, Mazmur 113-118. Menjelang kematian-Nya, Yesus bernyanyi tentang “tali-tali maut” yang melilit-Nya (Mzm. 116:3). Namun, Dia memuji kasih setia Allah (Mzm. 117:2) dan bersyukur kepada-Nya untuk keselamatan (Mzm. 118:14). Pastilah Mazmur itu telah menjadi penghiburan bagi Yesus pada malam sebelum Dia disalibkan.

Kepercayaan Yesus kepada Allah sangatlah besar. Jadi, meski kematian-Nya sudah dekat—kematian yang tidak layak diterima-Nya—Dia memilih untuk bernyanyi tentang kasih Allah. Karena Yesus, kita juga dapat memiliki keyakinan bahwa apa pun yang kita hadapi, Allah selalu menyertai kita. —Amy Peterson

Allah terkasih, teguhkanlah iman kami di dalam Engkau agar di saat kami menghadapi pencobaan, atau bahkan menjelang maut, kami dapat bernyanyi tentang kasih-Mu dengan penuh keyakinan.

Sungguh manis kabar anugerah Allah yang ajaib!

Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 34-36; Kolose 2

2 Kontribusi Sederhana untuk Menolong Korban Bencana

Oleh Aryanto Wijaya, Jakarta

Di tahun 2015, aku mendapat kesempatan berkunjung ke beberapa kota di Aceh selama dua minggu. Sebelas tahun sebelumnya, kota Banda Aceh luluh lantak akibat dihantam gempa bumi dan gelombang tsunami. Meski waktu telah bergulir dan proses pemulihan pasca bencana digalakkan, sampai hari itu sisa-sisa kehancuran masih dapat ditemukan dengan jelas di beberapa sudut kota.

Perjalanan itu kemudian menyadarkanku bahwa pemulihan suatu tempat dari bencana itu bukanlah proses yang singkat. Tak hanya infrastruktur yang perlu dibangun ulang dan dibenahi, tetapi para korban pun perlu dipulihkan dari luka fisik, trauma psikis, serta kemiskinan yang menjerat akibat kehilangan mata pencaharian. Seorang temanku yang menjadi relawan di Banda Aceh mengatakan bahwa sudah lebih dari sepuluh tahun dia melayani di sana. Dia melayani warga lokal untuk pulih dengan cara mendirikan koperasi simpan pinjam dan serangkaian program lainnya.

Wow! Apa yang temanku lakukan itu sungguh luar biasa. Dia terjun langsung ke lokasi bencana dan melakukan sesuatu di sana. Tapi, pada kenyataannya tidak semua orang memiliki kesempatan untuk melakukan hal itu. Pun, tidak semua bentuk bantuan yang bisa kita salurkan kepada para korban adalah dengan datang terlibat secara langsung di lokasi bencana.

Ketika bencana alam terjadi dan meninggalkan kerusakan, seperti yang terjadi di akhir September 2018 di Sulawesi Tengah, dua hal inilah yang kupikir bisa kita lakukan untuk meringankan beban mereka.

1. Doakan orang-orang di sekitar lokasi bencana

Mungkin doa adalah langkah yang terdengar klise, tetapi sebagai orang Kristen kita percaya akan kuasa doa. Alkitab berkata, “Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya” (Yakobus 5:16).

Kita berdoa karena kita tahu bahwa diri kita terbatas. Kita tidak bisa hadir sekaligus di banyak tempat untuk menolong para korban. Kita tidak benar-benar tahu apa kebutuhan yang paling dibutuhkan seseorang. Pun, kita sendiri tidak berdaya memberikan kesembuhan atau pemulihan secara penuh kepada orang lain. Kita hanyalah alat yang dipakai Tuhan. Kita berdoa sebagai ungkapan percaya bahwa Tuhan akan membuat sesuatu yang baik dari kehidupan yang telah hancur tersebut.

Dalam doa, kita dapat memohon agar Tuhan mengaruniakan kedamaian hati kepada mereka yang sedih, berduka, dan trauma. Kiranya Tuhan menolong para relawan yang melayani di sana untuk melakukan evakuasi maupun proses pemulihan dengan efektif.

2. Salurkan bantuan atau donasi melalui organisasi yang terpercaya

Setelah berdoa, kita pun dapat menggerakkan hati untuk menyalurkan bantuan kita kepada organisasi-organisasi terpercaya yang bermisi untuk mendukung pemulihan pasca bencana.

Ketika kita menyalurkan uang kita ke organisasi tersebut, uang tersebut tidak hanya digunakan untuk memberikan bantuan jangka pendek berupa makanan dan sebagainya, tetapi juga menolong para korban untuk kelak dapat menjadi masyarakat yang mandiri. Ada edukasi yang perlu diberikan, ada pembinaan demi pembinaan yang dilakukan supaya mereka dapat menjadi masyarakat yang berdaya kembali. Seperti yang temanku lakukan di Banda Aceh, pasca tsunami banyak orang kehilangan pekerjaan. Sekadar memberi uang tanpa program pemberdayaan tidak bisa jadi solusi jangka panjang. Temanku bersama organisasi tempatnya bernaung kemudian mengadakan program pemberdayaan di bidang ekonomi. Masyarakat dibina untuk menemukan atau bahkan menciptakan lapangan kerja yang baru, yang dapat menggerakkan ekonomi daerah tersebut. Kaum ibu dibekali keterampilan untuk menghasilkan kerajinan dan benda-benda layak jual serta kaum bapak dibekali modal dan keterampilan budidaya ikan.

Memulihkan suatu kota yang hancur karena bencana bisa jadi sebuah proses yang rumit. Namun satu langkah sederhana yang kita lakukan bisa memberikan kontribusi untuk memulihkan keadaan di sana.

Mungkin kita tidak bisa hadir secara langsung di sana. Mungkin pula jumlah bantuan yang kita berikan tidak besar, tetapi seberapapun nilai yang kita berikan untuk sesama manusia, Tuhan melihat isi hati kita. Dukungan dan pemberian kita itulah yang menjadi wujud kasih kita kepada sesama, sebagaimana Alkitab mengatakan:

“Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: ‘Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!” (Galatia 5:14).

Baca Juga:

Ketika Seorang Teman Meninggalkan Imannya

Ketika seorang temanku sendiri yang meninggalkan imannya, aku merasa perlu melakukan sesuatu. Tapi, aku tidak tahu pasti bagaimana atau di mana aku harus memulainya.

Lebih dari Sekadar Kata-Kata

Selasa, 9 Oktober 2018

Lebih dari Sekadar Kata-Kata

Baca: Roma 8:22-30

8:22 Sebab kita tahu, bahwa sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin.

8:23 Dan bukan hanya mereka saja, tetapi kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita.

8:24 Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya?

8:25 Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun.

8:26 Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.

8:27 Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus.

8:28 Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.

8:29 Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.

8:30 Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.

Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita. —Roma 8:26

Lebih dari Sekadar Kata-Kata

Pada acara peresmian Alkitab yang telah berhasil diterjemahkan ke dalam sebuah bahasa lokal di Afrika, kepala suku di wilayah itu menerima satu jilid Alkitab tersebut. Dengan penuh rasa syukur, ia mengangkat Alkitab itu dan berseru, ”Sekarang kita tahu bahwa Allah mengerti bahasa kita! Kini kita dapat membaca Alkitab dalam bahasa ibu kita.”

Bapa Surgawi kita mengerti apa pun bahasa yang kita gunakan. Namun, kita sering merasa tidak sanggup mengungkapkan kerinduan hati kita yang terdalam kepada-Nya. Rasul Paulus mendorong kita untuk tetap berdoa terlepas dari apa pun yang kita rasakan. Paulus berbicara tentang dunia yang menderita dan penderitaan kita sendiri: ”Sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin” (Rm. 8:22), dan ia membandingkan hal itu dengan karya Roh Kudus bagi kita. “Roh membantu kita dalam kelemahan kita,” tulisnya. “Sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan” (ay.26).

Roh Kudus mengenal kita dengan intim. Dia tahu kerinduan kita, bahasa hati kita, dan kalimat-kalimat kita yang tidak terucapkan, dan Dia menolong kita untuk berkomunikasi dengan Allah. Roh-Nya membawa kita untuk diubahkan menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya (ay.29).

Bapa Surgawi mengerti bahasa kita dan berbicara kepada kita melalui firman-Nya. Di saat kita berpikir bahwa doa kita terlalu lemah atau terlalu pendek, Roh Kudus menolong kita dengan berbicara melalui kita kepada Bapa. Allah Bapa ingin kita berbicara dengan-Nya di dalam doa. —Lawrence Darmani

Tuhan, terima kasih karena Engkau memahami ungkapan dan kerinduan hatiku yang terdalam. Saat doaku lemah dan kering, topanglah diriku dengan Roh-Mu.

Ketika kita merasa terlalu lemah untuk berdoa, Roh Allah menolong kita dengan cara-cara yang tak pernah terbayangkan.

Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 32-33; Kolose 1