Belajar dari Kisah Aldi, Yang Kita Butuhkan Bukan Hanya Makanan Jasmani Saja

Oleh Sukma Sari, Jakarta

Baru-baru ini, ada kisah penyelamatan dramatis terhadap remaja Indonesia bernama Aldi Novel Adilang. Aldi adalah seorang nelayan dari suku Wori yang berusia 19 tahun. Sehari-harinya Aldi bekerja sebagai penjaga rompong (sebuah rakit untuk menangkap ikan) yang letaknya sejauh 125 kilometer dari daratan. Nahas, pada tanggal 14 Juli 2018, angin berembus kencang dan memutus tali yang mengikat rompongnya. Aldi lalu hanyut ke Samudera Pasifik bersama rompongnya. Empat puluh sembilan hari setelahnya, yaitu pada tanggal 31 Agustus 2018, barulah Aldi ditemukan di perairan sekitar Guam, teritori Amerika Serikat di Pasifik. Aldi diselamatkan oleh kapal pengangkut batu bara dan dibawa ke Jepang. Setelah segala proses pengurusan dokumen selesai, Aldi lalu dapat pulang kembali ke Sulawesi Utara dan bertemu dengan keluarganya.

Saat diwawancarai oleh media, Aldi mengakui bahwa tujuh minggu terombang-ambing di laut hampir membuatnya putus asa. Untuk bertahan hidup, Aldi menghemat perbekalan yang tersedia di rompongnya. Saat semuanya habis hanya dalam seminggu pertama, Aldi mencari cara lain. Aldi memancing ikan, menadah hujan, dan meminum air laut dari perasan bajunya. Bukan cuma berjibaku dengan lapar dan haus, Aldi pun harus mempertahankan dirinya dari cuaca samudera yang ekstrem dan serangan ikan-ikan buas. Hingga di suatu hari, Aldi merasa hidupnya telah berada di titik nadir. Fisiknya lemas, psikisnya tidak berdaya. Daratan tak kunjung digapai, dan harapan untuk bertemu kembali dengan kedua orang tuanya seperti mustahil. Aldi ingin bunuh diri saja.

Namun, sesuatu dari dalam diri Aldi menahannya untuk melakukan itu.

“Saat itu (mau bunuh diri), saya kembali masuk ke rumah rakit. Saya membaca Alkitab,” kata Aldi dalam cuplikan wawancaranya kepada media.

Aldi lalu membaca Matius 6, yang isinya adalah Doa Bapa Kami. Setelah itu, dia terus melanjutkan pembacaan Alkitabnya, juga menyanyikan lagu-lagu rohani. Di tengah kondisi di mana harapan seolah padam, Alkitab menjadi satu-satunya pengingat Aldi bahwa sesungguhnya harapan itu tidak pernah hilang. Aldi lalu percaya dengan kekuatan Tuhan hingga akhirnya pada tanggal 31 Agustus 2018, sebuah kapal pengangkut batu bara melintas. Kapal sudah berjalan sejauh satu mil melewati Aldi. Tapi, karena awak kapal itu mendengar teriakan Aldi, kapal pun berbalik arah dan melepaskan tali untuk menolongnya. Pada tanggal 6 September 2018, kapal tersebut tiba di Jepang. Perwakilan dari Kedutaan Besar Indonesia membantu pengurusan dokumen Aldi, dan pada tanggal 8 September 2018 Aldi bisa pulang ke Indonesia menggunakan pesawat dari Jepang.

Kisah Aldi yang terombang-ambing di tengah laut tanpa makanan dan minuman mengingatkanku akan kondisi yang pernah aku lalui ketika aku tidak memiliki relasi yang baik dengan Tuhan. Di luar aku hidup, tetapi aku merasa di dalam diriku perlahan-lahan aku mati. Aku masih tetap beraktivitas seperti biasa, mengerjakan pekerjaanku di rumah maupun di kantor. Tapi, aku tahu bahwa ketika aku mengerjakannya, aku merasa seperti mayat hidup.

Aku tidak asing dengan kalimat “Doa adalah nafas hidup orang percaya”, dan kupikir kalimat itu benar adanya. Tanpa doa, tubuh rohaniku pun mati. Apabila tubuh manusia akan mengalami komplikasi saat kekurangan asupan makan dan minum, maka sebagai orang percaya yang kekurangan asupan makanan rohani berupa doa dan firman Tuhan, sudah tentu juga tubuh rohaniku akan mengalami komplikasi. Aku jadi seorang yang berjalan sendiri tanpa tuntunan Tuhan, dan relasiku dengan sesamaku pun jadi terdampak. Aku berprasangka buruk dengan orang lain, sering melawan ibuku, bahkan timbul rasa mengasihani diri yang tidak ada habisnya.

Ketika Tuhan Yesus dicobai Iblis di padang gurun, Dia berkata: “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah” (Matius 4:4). Makanan jasmani memang penting, tetapi bagi orang percaya, makanan rohani pun sama pentingnya. Makanan rohani itu tidak lain dan tidak bukan kita dapatkan dari Alkitab, yang adalah firman Tuhan yang hidup. Tuhan tidak meninggalkan kita sendirian tanpa petunjuk untuk menjalani kehidupan kita di dunia. Dia memberikan kita firman-Nya, yang di dalamnya kita bisa mengetahui apa yang menjadi kehendak-Nya. Tidak ada cara lain untuk kita bisa mengetahui kehendak Tuhan selain daripada membaca dan menyelidiki firman-Nya.

Firman Tuhan yang terwujud dalam Alkitab bukanlah sekadar untaian kata yang ditulis rapi, tetapi itu sangat bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, dan mendidik orang dalam kebenaran (2 Timotius 3:16). Pemazmur bahkan berkata, “[Taurat Tuhan] lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah” (Mazmur 19:11).

Sahabat, marilah kita setia membaca dan menyelidiki firman Tuhan, sebab firman-Nyalah roti kehidupan yang memberikan nutrisi buat jiwa kita.

Baca Juga:

Melalui Pelayanan di Gereja, Tuhan Mengubahkanku

Aku bersyukur atas kesempatan melayani di gereja yang Tuhan berikan. Tapi, lama-lama pelayanan itu terasa seperti sebuah beban berat buatku, hingga aku pun jadi kecewa dengan rekan-rekan pelayananku lainnya.

Bagikan Konten Ini
10 replies
  1. Ananta Bangun
    Ananta Bangun says:

    Terpujilah Allah Bapa di Surga.

    Bahwa kehidupan dan kebijaksanaan bersumber dari Dia.

    Terima kasih untuk inspirasi menggugah dari tulisan ini.

    Shalom,

    Ananta Bangun

  2. Solidi Aryo
    Solidi Aryo says:

    Mungkin judul yg paling tepat harusnya kenapa talinya putus? seperti itu juga hubungan Tuhan dengan manusia kenapa putus? kenapa manusia tidak berusaha mencari tali yg kuat, kenapa manusia lebih suka mencari hal-hal yg tidak berguna dan tidak ada manfaatnya untuk kerajaan sorga? kenapa manusia semakin hari semakin jauh dari firman Tuhan? itu yg harusnya dijawab? kenapa putus? padahal Alkitab bible ada, apa sesulit itukah mengerti keinginan Tuhan? Tuhan tidak mau cari manusia tersesat karena dosa, kesadaran manusia itu sendiri yg mau bertobat. Tuhan hanya membuka jalan bukan mencari. Menurut saya yg harusnya dibahas kenapa tali itu terputus, itulah perbedaan pandangan manusia dengan cara pandang Tuhan. kalau cara pandang manusia pasti berpikir tentang orang yg terombang-ambing di lautan kemudian dibuat dramatisir, sedangkan cara pandang Tuhan kenapa tali itu bisa terputus, maka itu selalu keinginan Tuhan dengan keinginan manusia gak nyambung karena manusia sibuk dengan maunya sendiri, ajarannya sendiri.

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *