Renungan Piala Dunia: Tim yang Kalah
Sepakbola menjadi sesuatu yang menyakitkan kalau kamu berada pada tim yang kalah. Kehidupan juga terasa menyakitkan ketika kita kalah. Kita tentu tahu bagaimana rasanya mengalami patah hati, kehilangan pekerjaan, sakit parah, kehabisan uang, dan lain-lain. Rasanya sering sekali kita terpuruk, seperti berada pada tim yang terus-menerus kalah.
Dalam sepakbola, alangkah lebih mengenaskan jika tim kamu kalah karena kesalahanmu. Demikian juga dalam kehidupan kita sehari-hari. Pasti rasanya sangat menyakitkan ketika pilihan-pilihan kita membuat kita ditolak orang atau membawa kita ke titik nadir. Kita juga tidak rela mengakui bahwa keadaan yang buruk itu adalah akibat kesalahan kita. Seperti para pemain di dalam satu tim yang saling bertengkar di atas lapangan, kita justru mulai menyalahkan satu sama lain atas keadaan yang ada.
Atau kadang-kadang kita mencoba memperbaiki masalah kita sendiri. Kita tidak lagi percaya kepada orang lain. Rasanya seperti berlari ke kotak penalti dan menendang sembarangan ke arah penjaga gawang, daripada mengoper ke rekan kita yang tinggal menyontek bolanya ke gawang yang kosong. Berapa sering kamu merasa frustrasi melihat pemain yang berbuat demikian? Namun, setiap dari kita mempunyai kecenderungan untuk mengabaikan orang lain dan coba menangani masalah kita seorang diri—sering kali kita justru makin terjerumus dalam kekacauan. Kadangkala kita merasa tidak ada gunanya bertanding.
Kadangkala kita merasa tidak ada gunanya bertanding. Kita merasa telah mengecewakan seluruh tim, menyakiti orang-orang terdekat kita, kehilangan dukungan suporter, dan tidak ada cara untuk memperbaikinya. Peduli amat, pikir kita. Seberapa pun baik atau buruknya perjalanan hidup kita, toh nanti kita akan mati juga dan kehilangan semua yang kita hasilkan, miliki, dan kasihi. Rasanya seberapa pun kerasnya usaha kita, kita tetap akan kalah dan tidak ada yang dapat kita perbuat untuk memperbaikinya.
Lalu, jika Tuhan memang menjadi wasit dalam pertandingan hidup ini, sepertinya Dia tidak melakukan tugasnya dengan baik. Mengapa rasanya Dia hanya menonton pertandingan ini tanpa mempedulikan kita…?
“Saya tidak masalah kalau kami kalah di setiap pertandingan, asalkan kami tetap jadi juara.” —Mark Viduka
Untuk Direnungkan
Pernahkah kamu merasa bersalah karena telah melakukan kesalahan yang mengecewakan atau menyakiti orang-orang terdekatmu? Bagaimana Tuhan menolongmu menghadapi masa-masa sulit tersebut?
Bagikan perenunganmu di kolom komentar di bawah untuk menguatkan sobat-sobat muda lainnya.
Aku sedang mengalaminya. disaat apa yang aku lakukan semuanya terasa salah dan bahkan ketika orang telah memberikan bantuan untuk menolongku, aku malah mengacaukannya. aku merasa sangat frustasi dan berpikir bodoh. Tapi pada akhirnya aku hanya bisa berserah kepada Allah. Hanya kepadaNya aku bisa bersandar dan mengadu. Aku berdoa agar dia beri hikmat kepadaku untuk membantuku menyelesaikan perkara yang sedang kualami. Aku berdoa agar Tuhan memberikanku keyakinan bahwa setiap perkara dapat ditanggung didalam Dia yang memberikan kekuatan kepada Kita. Yang aku tahu, seburuk apapun kondisi kita, sehancur apapun hidup kita sekarang, aku cuma saranin belajar percaya bahwa Allah bekerja. walaupun kita belum melihat jalanNya. Percayalah, Tuhan ikut bantu kita 🙂
Suatu kesalahan. Jika kita salah mengambil keputusan dalam idup kita . Gw di besarkan di tempat penuh ancaman . Atas dasar ketakutan saya belajar mengasihi sesama. Takut segala sesuatu. Akhirnya saya rugi besar. Mengorbankan jiwa saya. Terluka banget. Kesalahan siapa? ???????? kesalahan waktu. By the time. Gw belajardari banyak luka.. banyak air mata. Banyak penolakan. Bahwa. Menyenangkan orang lain. Mengasihi orang lain atas dasar ketakutan akan kehilangan membuat saya kehilangan jiwa dan hidup saya . Hingga suatu kali. Saya berserah. Masa bodoh. Dan di situ Tuhan menolong saya melihat dari kacamata yang lain. Jika dalam sebuah proses. Harus terjadi benturan. Biarkan saja. Tidak perlu buru2 minta maaf . Lihat situasi. Korban kah atau pemenang? Perlahan lahan. Semua luka luka batin di baharui. Day by day.. dan alami saja prosesnya. Kunyah bagaikan makan kwetiau (???? dan semuanya bisa di maklumi. Di maafkan . Dengan membaca firman. Berkomunitas. Bergereja. Dan tetap mencari Tuhan. Perlahan lahan. Ego. Ketakutan akan kesalahan. Dan dasar mengasihi pun berubah.
saya beruntung punya Tuhan yang sangat luar biasa dalam hidup saya ????
Amen