Ini Caraku Memberitakan Injil

Oleh Amy Ji, Singapura
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Oh Dear, Am I Ashamed Of The Gospel?

Masa-masa itu datang lagi. Gerejaku menyebutnya sebagai “masa penginjilan”.

Pendetaku berkata kalau ini adalah momen yang tepat untuk membangkitkan kembali semangat penginjilan dengan mengundang teman atau kerabat datang ke gereja. Aku membuka daftar kontak di ponselku. Siapakah yang mungkin kuundang ke gereja kali ini? Semua temanku tahu cerita Paskah. Maksudku, hampir semua temanku dulu belajar di sekolah Methodist, apa lagi yang harus aku ceritakan kepada mereka?

Di persekutuan pemuda, aku malah merasa lebih buruk. Mereka mengatakan kalau kita bisa menggunakan media sosial untuk menyebarkan Injil kepada teman-teman kita. Ayat-ayat Alkitab ditulis dengan tipografi dan diletakkan di atas foto yang bagus. Isi caption-nya mungkin seperti ini: “Pernahkah kamu merasa hilang dan sendirian?”, atau kutipan-kutipan populer dari penulis Kristen: “Jangan sia-siakan hidupmu.” Aku terduduk di kursiku. Aku pernah mendengar teman-temanku mengeluh tentang orang-orang yang mengunggah konten inspirasional tapi tidak menghidupinya di keseharian mereka. Tidak otentik, kata mereka. Aku pun tidak mau kalau ada orang lain yang mengatakan demikian terhadapku.

Ketika aku mengajukan keberatanku kepada pemimpin persekutuan itu, dia dengan cepat menyimpulkan, “Kamu malu terhadap Injil.”

Aku berpikir kembali tentang pertobatanku dulu. Dua cara di atas tidak berefek kepadaku. Meski aku sudah mengikuti ibadah pra-paskah berkali-kali dan melihat ratusan konten Kristen seperti kutipan-kutipan Injil di media sosial, itu semua tidak meyakinkanku tentang kebenaran.

Di sisi lain, kekurangan yang dimiliki oleh tokoh-tokoh Alkitab dan juga orang-orang Kristen di sekitarkulah yang justru meyakinkanku akan kebenaran Injil. Jika Allah dapat menggunakan pembohong seperti Abraham untuk menjadi orang benar, dan seorang pezinah seperti Daud untuk menjadi seorang yang berkenan pada-Nya; jika Allah dapat menyelamatkan kakak kelasku di sekolah yang vulgar dan menjengkelkan, atau membawa seorang mantan pengedar narkoba menangis di altar-Nya; jika Allah menginginkan orang-orang berdosa seperti mereka, maka Dia pun mungkin juga menginginkanku.

Jangan salah sangka. Aku tidak ingin meremehkan acara-acara gereja ataupun pelayanan media sosial untuk menjangkau jiwa. Aku menyaksikan ada orang-orang yang diberkati melalui pesan-pesan yang dibagikan lewat cara-cara itu. Tapi, cara itu tidak berhasil buatku. Dan, mungkin juga tidak berhasil buatmu. Apa yang ingin aku katakan adalah kita tidak menjadi kurang Kristen jika tidak menggunakan cara-cara itu.

Jadi, bagaimana aku memberitakan Injil?

Aku tidak memberitakan Injil seperti yang gerejaku inginkan. Aku mengundang orang-orang untuk datang dan makan bersama di rumahku. Aku menjalin relasi yang dekat dan menjaga komunikasi dengan teman-temanku yang bukan Kristen. Seperti yang orang lain juga lakukan, aku menghadiri pernikahan mereka, upacara pemakaman orangtua mereka, dan juga pesta ulang tahun anak-anak mereka. Aku mendengar keluhan-keluhan mereka, dan mereka pun mendengarku. Ketika mereka bertanya kepadaku tentang bagaimana aku bisa mengatasi situasi yang sulit, dengan jujur aku mengatakan kalau aku mendapat kekuatan dan harapanku dalam Kristus. Ketika mereka harus menghadapi operasi atau anak-anak mereka sakit, dan mereka memintaku untuk berdoa buat mereka, dengan senang hati aku melakukannya, tapi dalam kondisi di mana mereka mengizinkanku untuk berdoa bersama mereka.

Beberapa temanku telah datang kepada Kristus, dan dua keluarga juga telah menghadiri ibadah di gerejaku. Tidak hanya itu, Allah menggunakan keterbukaan dan kebaikan yang kulakukan untuk melembutkan hati orang-orang yang berseteru dengan Kekristenan, dan Dia mengizinkanku untuk membangun relasi yang bertumbuh dan berarti dengan orang-orang yang berbeda iman dariku supaya berita Injil bisa disebarkan dan suatu saat juga diterima.

Kekuatan Injil itu jauh lebih besar daripada ayat-ayat Alkitab yang dikemas cantik atau kutipan-kutipan terkenal. Jangkauannya jauh lebih besar daripada pengkhotbah yang berkarisma dan berbagai strategi pemasaran. Kekuatan Allah dinyatakan melalui kelemahan dan keterbatasan kita, dan aku pun tidak malu untuk berbangga atasnya.

Ketika membagikan hidupku dengan orang-orang di sekitarku, aku membagikan ketakutanku sebagai seorang ibu atau pergumulanku dengan pelayanan pemuda. Di dalam kenyataan dan ketidaksempurnaan hidupku, biarlah orang lain dapat melihat kemuliaan Tuhan.

Baca Juga:

Ketika Aku Bertobat dari Menghakimi Orang Lain

Aku merasa malu. Aku hanya melihat orang dari luarnya saja, aku menghakiminya sejak dalam pikiranku. Aku selalu merasa kalau akulah yang paling rohani di antara yang lain.

Bagikan Konten Ini
3 replies
  1. V J Alva Bantong
    V J Alva Bantong says:

    yupz,,,sama dengan caraku memberitakan injil. Tidak harus dengan kata atau kalimat yang indah, tetapi melalui tindakan. Sehingga orang melihat Kristus lewat kehidupan kita setiap hari.

  2. Wie Butarbutar
    Wie Butarbutar says:

    Terbekati sekali dengan hal ini..
    Humanity Above Religion..

    Aku salah satu orang yg sering mengikuti dan melakukan pelayanan gereja ataupun Kristen.
    Ada kebahagiaan memang yg dirasakan, tetapi saat kita melewati keseharian hidup kita, dan waktu kita dengan kebanyakan orang, banyak orang yg sikapnya berbeda (sikap yg buruk) dari yg biasa dilihat.

    Banyak yg mengatasnamakan agama dan ayat alkitab padahal sikapnya tidak benar dan penuh kepura-puraan (munafik) bahkan mencari ayat alkitab yg sesuai dgn pola pikirnya untuk membela dirinya.

    Aku dan kita semua pasti punya kesalahan, tapi sedikit sekali yg mau menerima kebenaran yg ada dan menganggap diri kita paling benar.

    Selama berbuat benar dan baik, niscaya, hal” yang sungguh” baik pun akan datang suatu saat.

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *