Pergumulanku untuk Memahami Jawaban “Tidak” dari Tuhan

Oleh Peregrinus Roland Effendi, Cilacap

Dalam hidupku, aku sering meminta hal-hal yang sederhana kepada Tuhan. Aku pernah meminta supaya Tuhan memberikan cuaca yang cerah, jalanan yang tidak macet, ataupun nilai yang baik saat aku mengikuti ujian sekolah dulu.

Namun, pada kenyataannya, tidak semua permintaan kecilku itu terwujud sesuai dengan keinginanku. Kadang, aku jadi sedih. Tapi, itu hanya untuk sesaat dan tidak sampai membuatku kecewa pada Tuhan.

Tapi, ketika aku berdoa memohon supaya Tuhan mewujudkan hal besar dalam hidupku dan Tuhan tidak mengabulkannya, aku pun jatuh dalam kekecewaan mendalam.

Aku pernah meminta pada Tuhan supaya papaku disembuhkan dari penyakitnya. Tapi, Tuhan menjawab tidak. Dia memanggil pulang papaku di saat aku tidak berada di sisinya. Lalu, ketika aku meminta supaya orang yang kusuka menjadi pasangan hidupku, lagi-lagi Tuhan menjawab tidak. Cintaku ditolak. Aku patah hati. Dan, yang terakhir, ketika aku meminta pada-Nya supaya bisa mendapatkan pekerjaan di perusahaan besar yang kudambakan, Tuhan kembali menjawab tidak. Aku gagal dalam tahapan psikotes dan harus kembali melamar pekerjaan di tempat lain.

Ketika Tuhan memberikan jawaban “tidak” atas doaku, rasanya berat bagiku untuk menerimanya. Aku merasa Tuhan itu seperti tidak peduli kepadaku dengan membiarkan hal-hal buruk terjadi menimpa hidupku.

Namun, tatkala aku menceritakan pergumulan ini kepada temanku, aku merasa tertegur oleh sebuah ayat dari Yesaya 30:15 yang berkata:

“Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu.”

Teguran ini membuatku mengintrospeksi diriku dan doa-doaku. Selama ini, aku mendapati alih-alih berdoa untuk mengizinkan Tuhan merenda jalan hidupku, aku malah menyetir Tuhan untuk tunduk pada kemauanku dan memaksa-Nya memberkatiku. Aku merasa bahwa rancanganku sendiri adalah yang terbaik. Sehingga, ketika Tuhan tidak mewujudkannya, aku pun menjadi khawatir dan juga kecewa. Di saat inilah, aku tidak sedang menempatkan Tuhan sebagai Pribadi yang penuh kuasa, melainkan hanya seperti seorang pembantu yang harus taat pada apa yang kuinginkan.

Akhirnya, aku sadar bahwa aku telah memaknai doa dengan cara yang salah. Oleh karenanya, aku perlu bertobat. Raja Daud memberikanku contoh yang baik dalam membangun kehidupan doa yang berkenan kepada-Nya. Dalam Mazmur 25:1-5 Daud berdoa:

“Kepada-Mu, ya TUHAN, kuangkat jiwaku…Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN, tunjukkanlah itu kepadaku. Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarilah aku, sebab Engkaulah Allah yang menyelamatkan aku, Engkau kunanti-nantikan sepanjang hari.”

Daud berdoa bukan supaya Tuhan mengikuti apa yang jadi kehendaknya, melainkan supaya Tuhan memimpin dan menuntun hidup Daud. Aku belajar bahwa bagian yang terpenting dalam sebuah doa bukanlah permintaan kita, tetapi Allah sendirilah yang paling penting. Oleh karenanya, dalam permohonan Daud untuk meminta pimpinan-Nya itu, Daud mengawalinya dengan menyerahkan dirinya kepada Allah.

Ketika aku memahami kebenaran ini, aku pun dimampukan untuk dapat memaknai jawaban “tidak” yang pernah Allah berikan dalam doa permohonanku. Aku pun mengubah isi doaku dari yang semula mendikte Tuhan untuk mengabulkan doaku, menjadi doa yang berisi penyerahan diri kepada tuntunan-Nya.

Tatkala papaku sakit, menjelang kematiannya Papa yang semula cukup anti dengan gereja malah jadi sering berdoa dan berulang kali ingin ikut ibadah di gereja. Kupikir ini adalah hal yang teramat baik. Papa mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan aku tentu percaya bahwa meski secara fisik Papa telah meninggal, tapi Papa telah berada di surga bersama Tuhan.

Tatkala cintaku ditolak oleh seseorang yang kuyakini tepat menjadi pasangan hidupku, aku belajar untuk percaya bahwa apa yang menurutku terbaik itu belum tentu terbaik menurut Tuhan. Tuhan pasti menyediakan seorang lain yang sepadan untukku.

Tatkala aku gagal mengikuti seleksi pekerjaan, aku pun belajar untuk percaya bahwa kegagalan ini bukanlah akhir dari perjalanan hidupku. Aku perlu berusaha lebih keras dan tidak menyerah. Kelak, perjuanganku inilah yang akan menjadi bekal supaya aku dapat menjadi seorang pekerja yang tangguh.

Pada akhirnya, aku percaya bahwa meski Tuhan menjawab permohonanku dengan jawaban “tidak”, itu tidak berarti bahwa Dia sedang tidak mempedulikanku. Tapi, Dia sedang meyakinkanku bahwa Dia memiliki sesuatu yang lebih baik untukku. Sesuatu yang mendatangkan kebaikan bagiku.

Baca Juga:

Roh Kudus dan Indikator Tangki Bensin

Suatu ketika, motor yang kami tumpangi kehabisan bensin di tengah jalan akibat kami mengabaikan indikator yang berkedip-kedip sedari sebelum kami berangkat. Peristiwa tak terduga ini mengingatkanku kembali akan peran Roh Kudus dalam kehidupan kita.

Bagikan Konten Ini
14 replies
  1. Onny Pelita Hati
    Onny Pelita Hati says:

    Sharing yg menguatkan dan meneguhkan…cukup sbg penyadaran betapa sering kita memaksakan kehendak kita tanpa kita sadari….

  2. Yohanes Markus
    Yohanes Markus says:

    Manusia yg berencana, Tuhan yg memutuskan dan punya kehendak. Tuhan punya sifat Raja yg absolut. KeputusanNya adalah final dan segalanya. Pelayan-pelayanNya hanya suruhan, tidak ada sehelai rambutpun yg akan memutih jika itu tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, jika ada manusia yg meninggalkan dunia padahal keluarganya sudah bermohon kepada Tuhan maka keputusan itu adalah keputusan Tuhan yg absolut, semua itu atas kehendak Tuhan. Tuhan tidak pernah menjawab ‘tidak’ jika ada iman anak-anakNya yg meminta pasti di jawab ‘YA’ terjadilah sesuai dengan yg kau inginkan. banyak ada jutaan mujizat Tuhan yg sudah turun ke bumi, banyak orang lumpuh di buat berdiri, orang sakit kanker disembuhkan, orang hampir mati kritis pun di bangunkan kembali. Tuhan Yesus tidak pernah katakan ‘Tidak’. Mungkin kamu tidak memintanya, atau mungkin kamu meminta dengan nafsu keinginan dunia. Syarat memperoleh mujizat itu ada 3, pengharapan, iman dan kasih. Contoh mujizat Tuhan Yesus adalah ketika seorang pemuda jerman yg bernama Nomensen mengalami kecelakaan sehingga lumpuh, Nomensen berdoa dan berkata Tuhan sembuhkanlah kakiku yg lumpuh ini, supaya aku bisa mengabdikan diriku untuk pelayanan firmanMu. Terbukti Nomensen sembuh, dia menyebarkan injil ke tanah batak. Tuhan Yesus katakan ‘YA’ terjadilah sesuai dengan yg kau inginkan, maka mujizat itu terjadi. Kejarlah iman, maka gunungpun akan bisa kalian pindahkan. Amin

  3. Yani hsb
    Yani hsb says:

    Tuhan tidak salah. Kita tidak salah. Dia tidak salah. Posisi kita yang salah. Kita suka lupa bahwa kedudukan dan kuasa Tuhan lebih otoritas dan lebih besar dari kita. Itu sebabnya kita jarang bersyukur dan merasa bahwa alih-alih yang telah kita lakukan sudah lebih baik dari kekuatan kita. Doa memang seharusnya jadi sarana komunikasi sama Tuhan tapi tetap ingat. Sama seperti Yesus berdoa di taman Getsemani. “KehendakMulah yang jadi bukan kehendakKu”

  4. Yani hsb
    Yani hsb says:

    Tuhan tidak salah. Kita tidak salah. Doa tidak salah. Posisi kita yang salah. Kita suka lupa bahwa kedudukan dan kuasa Tuhan lebih otoritas dan lebih besar dari kita. Itu sebabnya kita jarang bersyukur dan merasa bahwa alih-alih yang telah kita lakukan sudah lebih baik dari kekuatan kita. Doa memang seharusnya jadi sarana komunikasi sama Tuhan tapi tetap ingat. Sama seperti Yesus berdoa di taman Getsemani. “KehendakMulah yang jadi bukan kehendakKu”

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *