Tuhan Mampu, Tapi Mengapa Dia Tidak Melakukannya?
Oleh Janessa Moreno, Tangerang
Sejak aku masih kecil, ayahku selalu mendukungku untuk terus berlatih bulutangkis. Jika bagi sebagian orang bulutangkis hanyalah sekadar olahraga, bagiku menjadi atlet bulutangkis adalah cita-citaku. Dengan dukungan ayahku dan pelatihku, saat kelas 6 SD aku memutuskan berhenti dari sekolah formal dan masuk ke dalam program beasiswa bulutangkis.
Masuk ke dalam program beasiswa bulutangkis membuat hidupku tak seperti remaja lainnya yang bisa bebas melakukan banyak hal. Selama masa pendidikanku, aku harus tinggal di asrama dan ada segudang peraturan yang harus dipatuhi. Aku harus menjaga asupan makananku, tidak boleh makan sembarang makanan. Lalu, aku pun tidak boleh pergi nongkrong sepulang sekolah, tidak boleh tidur larut malam, dan juga tidak boleh berpacaran. Semua peraturan ini dibuat supaya tiap peserta beasiswa kelak bisa menjadi atlet yang tangguh.
Latihan demi latihan menjadi keseharianku untuk menjadi atlet tangguh yang nantinya akan mewakili Indonesia di berbagai ajang olahraga internasional. Namun, saat masuk di sekolah bulutangkis, aku merasa prestasiku malah menurun. Padahal sebelumnya saat aku masih duduk di bangku SD dulu, aku sering meraih berbagai juara dalam perandingan bulutangkis. Akan tetapi, saat usiaku menginjak angka 13 tahun, aku malah jarang lolos ke tahapan final ataupun semifinal.
Namun, ada sebuah peristiwa yang membuat semangatku memuncak. Waktu itu pelatihku sempat mengatakan bahwa namaku diajukan untuk mewakili Indonesia dalam ajang pertandingan Singapore Open yang akan digelar di Singapura pada November 2017. Mendengar kabar ini, aku jadi begitu bersemangat. Setiap hari aku berdoa dan berlatih lebih dari porsi yang diberikan pelatih. Saat teman-temanku menggunakan waktu liburnya untuk bermain, aku tidak pernah libur. Semua waktuku kugunakan untuk berlatih dan terus berlatih.
Namun, betapa kecewanya aku ketika menjelang hari pertandingan yang mendekat, aku tidak melihat namaku tertulis sebagai wakil Indonesia yang akan berangkat ke Singapura. Pelatihku tidak memberiku alasan apapun di balik ini, namun menurutku ini terjadi karena selama ini tidak banyak prestasi yang kuraih.
Peristiwa ini sempat membuatku berpikir untuk berhenti dan keluar saja dari sekolah bulutangkis. Kemudian, aku pun jadi bertanya-tanya pada Tuhan. “Tuhan, kenapa? Aku tahu Tuhan bisa meloloskan aku, tapi mengapa Tuhan tidak melakukan itu? Aku harus melakukan apa lagi supaya Tuhan mengabulkan doaku? Aku merasa upayaku sudah maksimal, namun mengapa sepertinya Tuhan tidak melihat upayaku itu?”
Malam itu aku menangis dan memohon supaya Tuhan berkenan menjawab pertanyaan-pertanyaanku. Keesokan harinya, alih-alih mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang kuajukan semalam, hati kecilku seolah balik bertanya kepadaku: “Selama ini apa doamu sungguh-sungguh dari hati? Apa kamu datang kepada Bapa hanya untuk meminta?”
Pertanyaan ini membuatku berpikir dan akhirnya aku menyadari bahwa selama ini aku tidak berdoa dengan sungguh-sungguh. Setiap kali berdoa, aku hanya berdoa dengan kalimat yang sama, yang penting aku sudah mengucapkan pergumulanku dan menaikkan permohonanku pada Tuhan. Aku tidak pernah bercerita tentang apa yang aku alami pada Tuhan, aku hanya fokus memohon apa yang kuinginkan. Fokusku untuk berdoa bukan lagi untuk membangun relasi yang intim dengan Tuhan, melainkan hanya sekadar memohon dan memohon saja. Tanpa kusadari, aku tidak lagi menempatkan Tuhan sebagai Bapa, melainkan seperti seorang pembantu yang harus mengiyakan seluruh permintaanku.
Hari itu aku berdoa. Di dalam doa tersebut aku menceritakan segala keluh kesahku, memohon ampun atas segala dosa kesalahanku, dan memohon agar Dia memberiku hati yang mau menerima kenyataan ini. Saat itu aku merasakan ada kedamaian di hatiku. Mungkin, kegagalanku masuk ke Singapore Open bukan semata-mata karena aku kurang berusaha, melainkan Tuhan juga ingin aku berubah. Tuhan ingin aku memiliki relasi dengan-Nya, relasi yang erat antara seorang anak dengan Bapa.
Sejak saat itu, caraku berdoa pada Tuhan pun berubah. Aku tak lagi menjadikan doa sebagai sarana untuk sekadar meminta, melainkan sebagai sebuah kesempatan di mana aku bisa berbicara pada Tuhan dan mendengar apa kehendak-Nya melalui firman Tuhan yang kemudian kubaca.
Sekarang aku menjalani pendidikanku di sekolah bulutangkis dengan sukacita. Aku tidak lagi kecewa karena kegagalan itu, melainkan bersyukur karena aku bisa mengenal Bapa lebih dekat lagi.
“Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!” (Mazmur 42:6).
Baca Juga:
Saat Hidup Terasa Begitu Hambar
Sebagai seorang anak muda yang punya mimpi meletup-letup, rutinitas sehari-hari yang monoton membuat hidupku terasa begitu hambar dan membosankan. Hingga suatu ketika, melalui sebuah peristiwa Tuhan menyadarkanku untuk memaknai hidup dengan cara berbeda.
thanks a lot kesaksian nya Janessa Moreno… ttap semangat yah latihan nya dan terus raih cita cita dengan penuh semangat . Setiap perkara di hidup ini yang terpenting adalah membuat kita makin mengenal siapa ALLAH kita secara pribadi, seperti Ayub. Baca: Ayub 42:5.
Merry Christmas 2017 dan Happy New Year 2018.
biarlah damai dan kasih NYA selalu menaungi Janessa Moreno sekeluarga. Gbu
Terus semangat Janessa Moreno, jangan menyerah…percaya pada Tuhan, bhw Janji nya Ya dan Amin….ingat pujian…bila kau yg membuka pintu tak ada satupun dpt menutupnya…Tuhan selalu menyertai
ampuni aku Bapa jika dalam doa2 yg kuucap lbh bnyak permintaan drpda ucapan syukur..
selamat bertumbuh dan berjuang Tuhan Yesus menyertai kita semua amin
terimakasih renungannya..
mengingatkan kepda kita bahwa Doa adalah wujud ucapan syukur, bukan saranan penyampaian list permohonan dan keinginan kita.
Terima kasih kesaksiannya, semoga Tuhan selalu menyertai, melindungi, dan memberikan yang terbaik.. Semoga sukses kedepannya janessa dan senantiasa mengandalkan Tuhan dalam hal apapun..
terima kasih untuk kesaksianmu. saya pribadi ditegur langaung oleh Yesus Hari ini. Jessus Bless you 🙂
sangat memberkati sekali
Terima kasih, artikelnya membuat ku sadar kesalahanku akhir2 ini yang mulai meninggalkan Tuhan.
trim janesa kesaksianmu sangat memberkati,kami. semoga sukses selalu.
Thanks is Verry blessing
Gbu
terimakasih untuk kesaksianmu. secara pribadi sangat tertegur.