Aku Merasa Cacat Karena Kelainan Mata, Namun Inilah Cara Tuhan Memulihkan Gambar Diriku
Oleh Sukma Sari, Jakarta
Ilustrasi oleh Galih Reza Suseno
Aku dilahirkan sebagai bayi yang normal dan sehat di sebuah desa di Jawa Timur 26 tahun lalu. Namun, beberapa bulan kemudian, orangtuaku menyadari ada yang berbeda dengan mata sebelah kananku. Setelah diperiksa, dokter mendapati kalau pupil dan bola mata kananku tidak bereaksi terhadap cahaya karena ada pembekuan darah di saraf mata sebelah kanan.
Ketika duduk di bangku SD, aku menyadari bahwa mataku berbeda. Selama ini hanya mata kiriku saja yang bisa melihat normal. Jika mata kiriku melirik ke kiri atau kanan, mata kananku tidak bisa mengikutinya. Dalam keadaan normal, mata kananku pun terlihat lebih kecil daripada mata kiri. Lalu, jika mata sebelah kiri kututup, otomatis aku tidak bisa melihat apa-apa. Gelap. Kalau aku mulai kelelahan, mata sebelah kananku akan makin mengecil, bahkan nyaris tertutup.
Kondisi fisikku yang berbeda dari anak-anak lainnya membuatku minder. Beberapa teman di sekolah sering mengejek kondisi mata kananku. Mereka suka menyamakanku dengan seorang mantan presiden Indonesia yang juga memiliki kendala penglihatan. Seakan belum cukup dengan ejekan dari teman-teman sekolah, saat aku bepergian, entah di kendaraan umum atau saat mengantre dan ada anak kecil yang melihat ke arahku, mereka akan spontan berkata kepada ibunya. “Ih, matanya kecil sebelah.” Atau, jika anak kecil itu mengenalku, dia akan menanyakan, “Mengapa matanya kecil sebelah?” Dan, jika ditanyakan pertanyaan seperti itu, aku hanya menjawab “kecapean” sambil memberikan senyum terbaikku.
Aku ingat, dulu dokter pernah mengatakan jika mataku sedari dini sudah ditangani, mungkin ada jalan keluar yang bisa diambil. Saat aku berusia 5 tahun, aku takut untuk menjalani CT-Scan. Alat itu tampak begitu mengerikan buatku. Ibuku pun sempat kesal karena aku selalu menangis menolak jika diminta menjalani CT-Scan. Ketika aku dewasa, aku sempat menyesali betapa penakutnya aku dulu. Seandainya saja dulu aku berani, mungkin dokter bisa menangani lebih lanjut kondisi mataku.
Kekuranganku membuatku lupa bahwa di luar sana ada orang-orang yang tidak seberuntung aku, tetapi mereka tidak berputus asa. Selain itu, aku juga sempat meragukan kasih sayang Tuhan. Jika Tuhan mengasihi anak-Nya, apakah mungkin Dia memberikan sesuatu yang begitu pahit untuk ditelan?
Meski kondisi fisikku berbeda, namun aku termasuk anak yang berprestasi selama di sekolah. Setiap pembagian rapor, aku selalu masuk di jajaran 10 besar. Jauh di dalam hatiku, aku tahu sebenarnya prestasiku ini hanya untuk menunjukkan kepada orang-orang bahwa aku ini cukup pintar. Saat itu aku berpikir bahwa orang-orang akan menerimaku jika aku pintar. Selama masa SMP dan SMA, tidak ada lagi yang mengejekku, tapi kenangan pahit semasa SD dulu mematrikan dalam benakku bahwa aku cacat dan tumbuh menjadi seorang yang tidak percaya diri.
Ketika aku menyadari identitas diriku yang sejati
Bukan perjalanan yang singkat bagiku untuk bisa memahami bahwa aku diciptakan untuk tujuan Allah yang mulia. Waktu itu aku masih merasa malu dengan kondisi mataku dan sulit menerima kenyataan bahwa aku sedikit berbeda. Aku sering membandingkan diriku dengan orang lain dan berandai-andai jika aku memiliki mata seperti mereka. Selama bertahun-tahun aku hidup dengan melabeli diriku sendiri sebagai seorang yang cacat. Sampai suatu ketika terjadi sebuah peristiwa yang pada akhirnya menyadarkanku akan identitasku yang sesungguhnya.
Aku mulai mengenal Kristus saat mengikuti persekutuan di kampus. Dalam ibadah Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR), pembicara di sana menyampaikan pesan bahwa manusia diciptakan untuk tujuan mulia Allah. Akan tetapi, dosa telah merusak relasi manusia dengan Allah, dan segala upaya manusia untuk memulihkan relasi ini gagal. Oleh karena itulah, Kristus diutus Bapa untuk memulihkan relasi yang rusak ini melalui karya penebusan di kayu salib.
Firman Tuhan yang diberitakan hari itu membuatku terpesona dan pesan bahwa darah Yesus tertumpah bagiku itu sangat menggetarkan hatiku. Selepas KKR itu, aku tahu bahwa hidupku tidak akan pernah sama lagi. Tuhan telah “menangkapku”. Sejak aku menerima Kristus, aku merasa duniaku seakan jungkir balik. Apa yang dulu kurasa merupakan suatu kebanggaan dalam diriku (seperti prestasi juara di sekolah) ternyata adalah suatu penyakit! Aku disadarkan bahwa identitasku yang sesungguhnya bukan didasarkan pada apa kata orang, bukan juga dari kebanggaan duniawi atas apa yang telah kuraih.
Dalam salah satu sesi sharing bersama kakak seniorku di kampus, dia memberiku sebuah ayat dari Yohanes 9:3. Di awal perikop itu, ketika murid-murid Yesus menjumpai seorang yang buta, mereka bertanya pada Yesus siapakah yang membuat orang itu buta? Apakah karena dosa orangtuanya, atau karena dosa orang itu sendiri? Yesus pun menjawab: “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.”
Sharing tersebut membuatku merasa terhibur dan dikuatkan. Aku percaya bahwa melalui diriku, Allah ingin mengerjakan sesuatu. Dia ingin aku menjadikan kelemahanku sebagai pengingat agar aku tidak mengandalkan kekuatanku sendiri dan berserah kepada-Nya. Aku bersyukur karena pada akhirnya, kekurangan fisikku dan pergumulanku untuk menerima gambar diriku seutuhnya bisa dipakai Allah untuk menjadi sebuah kesaksian yang kuharap akan memberkati orang-orang yang membacanya.
Aku percaya, bahwa Tuhan menciptakan diriku bukanlah karena suatu kecelakaan, tapi Dia telah merencanakan semuanya, dan segala sesuatu yang dicipta oleh-Nya itu baik adanya (Kejadian 1:31). Aku juga belajar untuk melihat ke bawah, bahwa ada orang yang tidak seberuntung aku, namun mereka sanggup untuk bersyukur akan keadaannya.
Jika dulu aku enggan menatap diriku di cermin, kini aku bisa berkaca dan berkata pada diriku sendiri, “Aku dicintai-Nya!” Kalau dulu aku begitu pesimis akan kesembuhanku, sekarang aku bisa mengikuti terapi untuk membuat otot mata sebelah kananku tetap bergerak sama dengan otot mata sebelah kiri. Prestasi-prestasi yang kuperjuangkan bukan lagi menjadi ajang pembuktian diri supaya aku diterima oleh teman-temanku, melainkan sebagai sebuah ungkapan syukur atas Allah yang begitu baik untukku.
Ada sebuah lagu berjudul “Semua Baik” yang liriknya begitu menyentuh. Lirik-lirik sederhana ini selalu menjadi pengingatku bahwa Allah adalah Allah yang teramat baik. Dia merancangkan masa depan yang terbaik buatku.
Dari semula, t’lah Kau tetapkan hidupku dalam tangan-Mu, dalam rencana-Mu, Tuhan
Rencana indah t’lah Kau siapkan bagi masa depanku yang penuh harapan
S’mua baik, s’mua baik, apa yang t’lah Kau perbuat di dalam hidupku
S’mua baik, sungguh teramat baik, Kau jadikan hidupku berarti
Sahabat, jika saat ini ada dalam dirimu suatu kondisi atau penyakit yang membuatmu merasa berbeda dengan orang lain, jangan pernah menyerah dan putus asa. Aku dan kamu dicipta Tuhan baik adanya. Percayalah, segala sesuatu terjadi bukan karena kebetulan. Segala hal yang terjadi dalam kehidupan kita, Tuhan maksudkan untuk mendewasakan, mendidik, dan membentuk kita menjadi makin serupa dengan Dia.
“Tetapi jawab Tuhan kepadaku: ‘Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.’ Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku” (2 Korintus 12:9).
Baca Juga:
Dalam Peliknya Masalah Kemiskinan, Kita Bisa Berbuat Apa?
Apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi kemiskinan dan menolong mereka yang kurang beruntung? Pertanyaan ini pernah membuatku bingung. Awalnya aku menganggap bahwa kemiskinan adalah realita yang terlalu besar. Tapi, sejatinya ada satu hal yang bisa kita perbuat.
Terima kasih untuk kesaksian yang sangat memberkati, membuat saya untuk semakin bersyukur atas apapun yang boleh terjadi dalam hidup saya.
Kiranya Tuhan Yesus semakin memakai hidupmu Saudariku Sukma menjadi alat untuk memuliakan nama Tuhan. God bless you 🙂
ini sangat memberkati
Terimakasih telah berbagi.
Tuhan yesus memberkati.
Sangat menyentuh dan memberkati. Gumawooo
terimakasih untuk kesaksiannya.. ayat terakhir noted banget ..
@Sukma Sari Cornelius kisah hidup yg menarik. Saya tau lagu itu yg berjudul “Semua Baik” yg diciptakan seorang Pendeta yg mengaku selingkuh, menceraikan isterinya kemudian menikahi selingkuhannya. Dalam Kristen tidak ada perceraian, kasihan juga lihat isterinya sampai dua kali mau bunuh diri. Banyak oknum-oknum yg mengaku pengikut Kristus, tapi kenyataannya ajaran manusia yg mereka lakukan sungguh miris lihatnya Tuhan Yesus perintahkan supaya hidup kudus tapi manusia lebih memilih keinginan daging yg berkuasa mungkin mata dan telinganya lagi dikuasai iblis. Kembali ke topik artikel ini, manusia adalah hasil karya Tuhan Yesus, syukuri apapun yg ada, baik kekurangan ataupun kelebihan. Ini yg harus manusia tau, tubuh cacat ataupun kekurangan lainnya, ketika seorang manusia berhasil mencapai iman yg benar maka tubuh dalam bentuk roh itu akan disempurnakan Tuhan Yesus di sorga. Kejarlah keinginan-keinginan Tuhan Yesus, baca Alkitab/Bible dengan iman yg benar, Tuhan Yesus tidak memberikan perbedaan-perbedaan keselamatan, semua manusia baik ras apapun, suku apapun, bangsa apapun semua sama dimata Tuhan Yesus itulah pembaharuan keselamatan yg Tuhan Yesus berikan bukan hanya bangsa israel yg diselamatkan, tapi bangsa-bangsa non israel pun hak yg sama di mata Tuhan Yesus. Sekarang, laksanakanlah kewajiban itu, firman-firman Tuhan Yesus, ajaran kasihNya, serta iman yg memancarkan kasih. Semoga iman itu tumbuh, berkembang dan berbuah kebenaran yg kudus. Amin
Terimakasih..
Tuhan memberkatimu saudaraku.Amin
Luar Biasa,
aku percaya semua Baik,Tapi penyakit masalaluku mnjadi sebuah kesakitan yang aku terima saat ini.
aku sangat mensyukuri masa lalu yang membuatku kuat.
tapi bagi org2 disekitarku, itu mnjadi hal yg memalukan sehingga mereka selalu ungkit2 dan mnyebarkan pada semua orang.
sehingga banyak yang benci saya, bahkan ibu pacar saya pun sangat membenciku. dan akhirnya hubungan kamipun berakhir karna mulut org2 disekitarku yang tidak suka dg masa laluku.
@Nova Manalu Saya turut prihatin atas masalah yg kamu hadapi, jika kamu sudah bertobat kenapa orang-orang sekitarmu masih mengungkit-ngungkit masa lalu kamu. Maaf tulisan saya di atas bukan menjelek-jelekan orang, beliau belum bertobat dengan dosa perselingkuhannya, sampai detik ini masih selingkuh, sedangkan beliau punya jemaat dan beliau adalah kepala jemaat. Saya hanya mau katakan di Alkitab/Bible tidak ada pernikahan cemar apalagi karena selingkuhan. Tolong ini dipahami, ini menyangkut nama baik doktrin-doktrin Kristus, saya takut jika praktek-praktek ini dianggap lumrah nanti bisa diikuti orang lain dan jadi hina-hinaan bagi non kristen. Jika boleh saya beri saran, orang yg dulunya punya masa lalu yg kelam memang sulit diterima orang-orang sekitar, pasti ada penolakkan-penolakkan, cobalah lebih sabar, yakinkan kepada mereka bahwa kamu telah hidup kudus dan meninggalkan cara hidupmu yg lama. Lakukan perbuatan-perbuatan baik, doakan orang-orang yg menyakitimu. Tuhan mengampuni semua orang atas dosa-dosanya, hidup kudus dan jangan buat dosa lagi. Semoga manusia-manusia semakin dekat dengan firman-firmanNya. Tuhan Yesus memberkati
Ya, benar Tuhan menciptakan kita ”sudah baik adanya”. Kita adl citra-Nya.
amin