Menangis Bersama

Kamis, 7 September 2017

Menangis Bersama

Baca: Kisah Para Rasul 7:54-8:2

7:54 Ketika anggota-anggota Mahkamah Agama itu mendengar semuanya itu, sangat tertusuk hati mereka. Maka mereka menyambutnya dengan gertakan gigi.

7:55 Tetapi Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah.

7:56 Lalu katanya: “Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah.”

7:57 Maka berteriak-teriaklah mereka dan sambil menutup telinga serentak menyerbu dia.

7:58 Mereka menyeret dia ke luar kota, lalu melemparinya. Dan saksi-saksi meletakkan jubah mereka di depan kaki seorang muda yang bernama Saulus.

7:59 Sedang mereka melemparinya Stefanus berdoa, katanya: “Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.”

7:60 Sambil berlutut ia berseru dengan suara nyaring: “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!” Dan dengan perkataan itu meninggallah ia.

8:1 Saulus juga setuju, bahwa Stefanus mati dibunuh. (8-1b) Pada waktu itu mulailah penganiayaan yang hebat terhadap jemaat di Yerusalem. Mereka semua, kecuali rasul-rasul, tersebar ke seluruh daerah Yudea dan Samaria.

8:2 Orang-orang saleh menguburkan mayat Stefanus serta meratapinya dengan sangat.

Orang-orang saleh menguburkan mayat Stefanus serta meratapinya dengan sangat. —Kisah Para Rasul 8:2

Menangis Bersama

Pada tahun 2002, beberapa bulan setelah saudari saya, Martha, dan suaminya, Jim, meninggal dunia dalam kecelakaan, seorang teman mengundang saya mengikuti lokakarya “Growing Through Grief” (Bertumbuh Melalui Dukacita) di gereja kami. Meski enggan, saya pergi menghadiri pertemuan pertama tetapi tidak bermaksud untuk hadir dalam pertemuan selanjutnya. Namun di luar dugaan, di sana saya menemukan sebuah komunitas yang penuh perhatian dan berusaha menerima rasa kehilangan yang besar dalam hidup mereka dengan mengandalkan pertolongan Allah dan sesama. Itulah yang membuat saya mau terus hadir Minggu demi Minggu sembari saya juga berusaha menerima keadaan dan mengalami damai sejahtera dengan saling berbagi dukacita di antara kami.

Seperti kepergian yang mendadak dari seseorang yang kita kasihi, kematian Stefanus, saksi Tuhan yang sangat berapi-api, tentu mengagetkan dan mendukakan jemaat di gereja mula-mula (Kis. 7:57-60). Di masa penganiayaan itu, “Orang-orang saleh menguburkan mayat Stefanus serta meratapinya dengan sangat” (8:2). Mereka melakukan dua hal bersama: Menguburkan Stefanus sebagai ungkapan rasa kehilangan dan penghormatan terakhir mereka, dan meratapinya dengan sangat sebagai ungkapan dukacita bersama.

Sebagai pengikut Yesus, kita tidak perlu menangisi kehilangan kita seorang diri. Dengan ketulusan dan kasih, kita dapat menjangkau orang lain yang sedang berduka, dan dengan rendah hati kita dapat menerima perhatian dari orang-orang yang mendampingi kita di masa kedukaan.

Ketika kita menangis dan berduka bersama, kita dapat semakin menerima dan mengalami damai sejahtera di dalam Yesus Kristus, yang mengetahui kepedihan kita yang terdalam. —David McCasland

Bapa di surga, tolonglah kami untuk “menangis dengan orang yang menangis” dan bersama-sama bertumbuh dalam kasih-Mu yang menyembuhkan.

Berduka bersama orang lain akan menolong pemulihan hati kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Amsal 1-2 dan 1 Korintus 16

Bagikan Konten Ini
31 replies
  1. Patrecia Angraini Simatupang
    Patrecia Angraini Simatupang says:

    mungkin tertawa bersama sering terjadi, namun menangis bersama?? itu jarang terjadi..

  2. anna
    anna says:

    disaat senang banyak sekali teman tetapi disaat susah hanya tuhan tempatku mengadu trima kasih tuhan aku punya tuhan yg hidup amiiiiin

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *