Ketika Doaku Hanyalah Berisi Kata-Kata yang Indah

ketika-doaku-hanyalah-berisi-kata-kata-yang-indah

Oleh Wendy W.
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Praying: For Whose Ears?

Telapak tanganku berkeringat. Jantungku berdegup kencang. Pikiranku kacau.

Bukan, aku bukan sedang gugup karena akan menghadapi ujian atau menyampaikan presentasi. Aku gugup karena harus berdoa bersama.

Meskipun aku tumbuh di lingkungan keluarga Kristen, aku belum pernah benar-benar berdoa bersama dalam sebuah kelompok sebelumnya. Paling jauh yang pernah aku lakukan hanyalah memimpin doa makan singkat dalam sebuah perayaan keluarga.

Sebagian besar doaku adalah doa pribadi, sebuah percakapan yang pribadi antara aku dengan Bapa—bisikan kata-kata yang hanya untuk didengarkan oleh-Nya. Namun, setelah aku sungguh-sungguh menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatku, aku bergabung dalam sebuah gereja kecil di mana berdoa bersama teman-teman di sekitar adalah sesuatu yang biasa dilakukan. Hal itu membuatku menjadi gugup dan takut.

Aku tidak pernah mendengar orang yang berdoa dengan bersuara sebelumnya. Aku merasa berdoa dengan bersuara itu seperti sedang membeberkan sebuah percakapan rahasia. Sebenarnya aku tidak masalah ketika orang lain yang berdoa, tapi begitu tiba giliranku untuk berdoa, aku menjadi amat gugup.

Aku mengingat satu kejadian ketika aku berdoa dengan terbata-bata dengan dua orang lain yang lebih tua dariku yang baru saja kukenal. Aku berusaha keras untuk berkonsentrasi sampai mukaku memerah. Aku merasa bodoh tidak tahu bagaimana caranya berdoa, dan merasa malu ketika membandingkan doaku dengan doa mereka; kata-kata yang kuucapkan tidaklah sebagus mereka.

Seiring waktu, aku lebih sering mendengar doa-doa orang lain, dan mau tidak mau aku jadi memperhatikan cara mereka berdoa. Ada yang berdoa dengan kata-kata yang sering diulang-ulang (seperti “um” atau “ya”). Ada juga yang mampu merangkum isi khotbah yang baru disampaikan ke dalam sebuah doa yang tersusun sempurna. Ada juga yang berdoa dengan sangat cepat. Mereka dapat mengucapkan beberapa kata dalam sebuah tarikan napas. Ada yang berdoa dengan nada suara yang membosankan, dan ada pula yang berdoa dengan menggebu-gebu.

Aku kagum dengan doa teman baikku yang indah, penuh dengan kata-kata yang bagus dan ayat-ayat Alkitab. Aku iri melihat betapa mudahnya dia merangkai kata-kata dengan penuh percaya diri. Aku merasa Tuhan lebih senang mendengarkan doanya daripada doaku —setidaknya itulah yang aku pikirkan.

Semakin sering aku mendengar doa-doa mereka, aku pun mulai mendapatkan kalimat-kalimat yang kemudian aku gunakan dalam doa-doaku. Tanpa kusadari, aku jadi terlalu memperhatikan pikiran orang lain ketika mendengarkan doaku—dan bahkan mulai menilai doa-doa orang lain dan membandingkannya dengan doa-doaku.

Suatu hari Minggu, aku mendapakan kesempatan berdoa bersama seorang saudari yang usianya lebih muda dariku. Dia adalah seorang pendiam yang tidak terlalu kukenal. Meskipun dia berasal dari lingkungan berbahasa Mandarin dan tidak fasih berbahasa Inggris, doanya amatlah indah. Dia berdoa kepada Tuhan dengan sederhana, kalimat-kalimat yang pendek, dan nada suara yang penuh dengan kerendahan hati. Dan meskipun dia tidak banyak berkata-kata, aku dapat mendengar dan merasakan kasihnya kepada Tuhan.

Saat itu juga aku langsung merasa malu dengan doa-doaku, yang meskipun disampaikan dengan baik, tapi tidak lahir dari sebuah ketulusan. Aku malu ketika menyadari bahwa selama ini tanpa kusadari yang menjadi motivasiku dalam berdoa adalah sebuah keinginan untuk dianggap telah berdoa dengan “benar” oleh orang lain. Aku ingin doaku terdengar bagus, suci, dan sempurna, karena aku pikir seperti itulah seharusnya orang Kristen berdoa. Aku telah salah karena menganggap pendengar utama doaku adalah orang-orang yang berdoa denganku. Aku lupa bahwa meskipun kata-kata yang kuucapkan dalam doaku bisa menguatkan mereka, tapi mereka seharusnya bukan menjadi motivasi utamaku dalam berdoa. Saudari kecilku dalam Kristus ini menyadarkanku bahwa tidak ada kalimat indah yang sebanding dengan sebuah doa yang rendah hati dan yang lahir dari sebuah ketulusan hati.

Yesus dengan jelas mengatakan bahwa Dia tidak terkesan dengan doa-doa indah yang meninggikan Dia di permukaan saja tapi sesungguhnya yang ditinggikan adalah pendoa itu sendiri (Matius 6:5-13; 23:5-12). Doa yang menyenangkan-Nya dan yang diterima-Nya adalah doa yang memanggil nama-Nya dalam sebuah pertobatan (Lukas 18:10-14).

Sekarang, aku telah belajar berdoa dengan lebih sabar dan penuh perhatian, untuk menyampaikan kata-kata sederhana dari dalam hati bagi Bapa di sorga, meskipun ketika aku sedang berdoa bersama-sama. Bagaimanapun, doa-doa kita adalah bagi Dia, satu-satunya yang mendengar dan menjawab doa-doa kita sesuai dengan kehendak-Nya dan waktu-Nya yang sempurna.

Baca Juga:

Apakah Kita Mencari Tuhan?

Dalam beberapa hari terakhir, aku sedang mendalami kitab Yesaya dan berusaha sebaik mungkin untuk memahami apa yang Nabi Yesaya maksudkan. Tapi aku menjadi semakin galau, karena aku sepertinya tidak belajar banyak; tidak ada hal praktis yang dapat aku aplikasikan. Aku dengan mudah melupakan apa yang telah aku baca.

Bagikan Konten Ini
8 replies
  1. Helly Gukguk
    Helly Gukguk says:

    Benar, doa yg sederhanalah yg diinginkan Tuhan, berdoa di tempat tersembunyi bukan dengan tujuan dilihat orang. Berdoa jangan bertele-tele juga jangan terlalu banyak kata-kata (Matius 6:7) Berdoalah untuk mengampuni kesalahan orang, maka Tuhan akan membalas kemurahan hatimu yang mengampuni orang yg berbuat jahat kepadamu dengan membalas doamu. Berdoalah sederhana dengan inti : 1. Memuji Tuhan, 2. Ucapan syukur atas pemberian berkat Tuhan hari ini, 3. Ampuni kesalahan orang yg bersalah. 4. Meminta penyertaan Tuhan dalam hari ini dan memuji Tuhan. 5. Amin. Sedangkan kata-kata indah sebaiknya dikurangi supaya tidak terkesan bertele-tele, jika ada hal yg ingin disampaikan seperti masalah, penyakit, beban hidup cukup disampaikan dalam dengan sederhana, karena Tuhan mengetahui apa yg kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya (Matius 6:8)

  2. ruth
    ruth says:

    Berdoa yang tulus.. berdoa dengan kerendahan hati.. berdoa dengan kepasrahan.. berdoa seakan akan inilah hal yang paling kita butuhkan saat ini yaitu berbicara dengan Tuhan.. terimakasih saya merasa terberkati

  3. Ibe Gulo_Nias
    Ibe Gulo_Nias says:

    Puji Dia bukan hanya sekedar kata-kata yang indah tapi harus disertai Perbuatan. Jangan menjadi kristen KTP [Kristen tanpa perbuatan]. Karna untuk apa kata-kata yang indah atau pun kebalikkannya kata-kata yang begitu sempurna tanpa perbuatan. Karna iman tanpa perbuatan pada hakikatnya mati. Hendaklah memuji dia sepenuh hati segenap jiwa dan raga dan dengan sendirinya kata-kata indah itu akan mengalir.

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *