Mengapa Aku Berada dalam “Friend-Zone” Selama 15 Tahun

mengapa-aku-berada-dalam-friend-zone-selama-15-tahun

Oleh Amy J., Singapura
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Why We Spent 15 Years In The “Friend Zone”

15 tahun. Ya, selama itulah aku dan suamiku, Jonathan, berteman sebelum kami akhirnya menikah. Mungkin kamu akan menganggap kami sebagai contoh nyata dari kata-kata bijak, “Hubungan yang terbaik berawal dari pertemanan”.

Kalau kamu berpikir aku adalah seorang yang sangat kaku atau penganut setia dari buku tentang berpacaran yang paling populer di zamanku, “I Kissed Dating Goodbye” karangan Joshua Harris—yang mendorong para pasangan untuk pacaran hanya jika siap untuk menikah—mungkin kamu akan kecewa. Kenyataannya, Jonathan adalah pacarku yang kelima (dan itu belum termasuk gebetan-gebetanku yang lain).

Namun, aku adalah pacar kedua Jonathan, dan ketika dia “menembakku”, dia cukup yakin bahwa aku adalah orang yang ingin dia nikahi. Dia memiliki kepercayaan diri itu karena dia telah cukup lama mengenalku, di mana sepanjang masa itu kami telah melewatkan berbagai masa perang dingin, teleponan hingga larut malam, dan saling berbagi begitu banyak kartu ucapan. Aku baru sadar setelah menikah bahwa aku punya sebuah kotak sepatu yang penuh kartu ucapan yang pernah diberikannya.

Izinkan aku untuk menceritakan kisah kami dari awal.

Jonathan dan aku pertama kali bertemu dalam sebuah kelompok pemuda setelah aku lulus Sekolah Minggu. Pada usia 15 tahun, kami menjadi teman baik dan memimpin sebuah kelompok kecil bersama-sama. Selama dua tahun berikutnya kami mulai menganut pandangan kami masing-masing tentang hubungan dengan lawan jenis. Jonathan memutuskan untuk tidak berpacaran sampai dia selesai menyelesaikan Wajib Militer (sekitar usia 19 tahun), sedangkan aku memutuskan untuk berpacaran sesegera mungkin.

Waktu itu, prinsip kencanku sederhana: berkencanlah sampai kamu menemukan “orang yang tepat”. Jadi itulah yang aku lakukan. Satu demi satu kegagalan dalam hubungan aku alami selama beberapa tahun, sampai aku menjadi meragukan prinsipku. Aku juga menjadi ragu apakah nanti aku akan menikah.

Di sisi lain, Jonathan terus memegang komitmennya untuk tetap menunggu—bahkan hingga dia lulus kuliah dan menjalani tahun-tahun yang berat sebagai penyelam di Angkatan Laut. Ketika akhirnya dia mulai berpacaran, dia melakukannya dengan berhati-hati dan penuh komitmen, dengan sebuah harapan untuk dapat menikahi pacarnya saat itu.

Beberapa tahun kemudian, dia menceritakan kepada anak-anak muda tentang alasannya mengapa dia menunggu hingga usia 21 sebelum dia mulai berpacaran: Dia ingin mendedikasikan masa-masa muda terbaiknya untuk Tuhan dan untuk pelayanan di mana Tuhan menempatkannya. Dia terinspirasi oleh Pengkhotbah 12:1, yang berkata, “Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan: ‘Tak ada kesenangan bagiku di dalamnya!’”

Dia juga mempunyai alasan-alasan lainnya—menurutnya akan sulit untuk menjalin sebuah hubungan ketika dia ada dalam Angkatan Laut, dan dia juga belum siap secara finansial untuk menikah saat itu. Namun alasan utamanya tetap single adalah agar dia dapat fokus untuk melayani Tuhan.

Ketika teman dekat kami tahu bahwa kami akhirnya akan menikah, dengan bercanda mereka mengatakan bahwa aku telah membiarkan suamiku berada dalam “friend-zone” (“zona-teman”) selama 15 tahun. Aku tidak setuju dan mengatakan pada mereka, justru yang terjadi adalah sebaliknya! Suamiku telah membiarkanku ada dalam zona ini selama 15 tahun karena dia ingin menggunakan masa mudanya untuk melayani sepenuh hati dalam pelayanan kaum muda. Dan aku senang karena dia melakukannya.

15 tahun itu memberikan kami waktu untuk saling mengenal sifat-sifat aneh yang kami miliki, untuk belajar arti di balik setiap kernyitan alis, dan untuk memahami apa yang menjadi pendorong semangat bagi masing-masing kami. Dan karena kita memiliki banyak teman bersama, kami sangat senang karena ada banyak teman yang mau membantu persiapan pernikahan kami, dan kini juga membantu menjaga bayi kami! Waktu pertemanan yang panjang telah membuat kehidupanku setelah pernikahan menjadi jauh lebih baik.

Jangan salah, kami masih memiliki perbedaan-perbedaan yang harus kami hadapi. Namun memiliki seseorang yang tahu betul apa yang kamu rasakan hanya dari sekali memandang, menurutku itu adalah hasil dari sebuah fondasi yang telah teruji—pertemanan.

Baca Juga:

Sungguhkah Menikah Seindah di Film? Inilah Pengalamanku Setelah 5 Bulan Menikah

“And they live happily ever after.”
Begitulah gambaran yang aku dapat dari film-film ketika dua insan bersatu dan memasuki kehidupan bersama dalam pernikahan. Di negeri dongeng, pernikahan seringkali digambarkan sebagai sebuah hal yang indah, memukau, dan menawan hati. Namun, bagaimana kenyataannya? Inilah sepenggal pergumulanku yang ingin aku bagikan seputar pernikahanku

Bagikan Konten Ini
9 replies
  1. pramusita
    pramusita says:

    Artikel ini menginspirasi dan memberkati saya, kiranya demikian juga bagi saudara-saudara yang membaca, Amin.

  2. Moddy
    Moddy says:

    sama saya juga hampir 22 tahun dan belum pernah berpacaran, tapi saya selama saya mengasihi Allah, Allah akan memberika yang Terbaik sesuai waktu-Nya.

    terima kasih untuk artikel yang memberkati ini

  3. Sam
    Sam says:

    seperti cerita ini , saya juga 15 tahun perang dingin sama si “dia” , tapi bedanya dengan cerita ini “dia” menikah dengan orang lain

  4. Dan
    Dan says:

    cinta oh cinta, dicari tak dapat, tak dicari galau sendiri. Memang gak enak jagain isteri orang bertahun-tahun, tapi masih mendingan teman-teman puluhan tahun pacaran tapi gak jadi, saya parah sampai sekarang belum dapat-dapat. Tetap semangat ya teman-teman mungkin jodoh kita masih tersesat di hati orang lain atau mungkin belum lahir.

  5. Mirna
    Mirna says:

    Makasih loh artikel ini membantu saya untuk bangkit dan moveon
    Karna saya sekarang sedang patah hati karna orng yang saya kagumin dimasa kuliah saya dia sudah lulus dan belom membalasan perasaan saya padahal saya sayang dia tapi dia hanya anggap saya sebagai “junior” dan dia selalu cuek gak pernah mau membalas chat saya..cukup sekian dan terimakasih maaf nama disamarkan godblessyou

  6. Jason
    Jason says:

    Saya sudah pdkt dengan seseorang dan dia terus terang saja sedang mengalami masa2 depresi yang berat tentang belum bisa melupakan masa lalu nya dengan mantannya sehingga belum bisa menjalin hubungan dengan siapa pun dulu, jadi semenjak itu berangsur angsur kita tidak lagi berhubungan “intens” secara chat, ketemuan, ataupun telepon.
    Entah dia berbohong ataupun tidak, saya tidak peduli, dan saya sungguh sangat bersyukur sama Tuhan karena keadaan seperti ini adalah yg terbaik daripada saling bertukar kabar tanpa status yg jelas yg tentunya dapat menimbulkan dosa.
    Saya berharap sama Tuhan jika mungkin suatu hari nanti saya boleh kembali menjalin relasi yang lebih baik dengan doi di waktu dan dengan persiapan yang lebih baik sehingga saya dapat menikahi nya suatu hari nanti…Aminn…

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *