Mengapa Aku Memutuskan Berpuasa untuk Pertama Kalinya

Mengapa-aku-memutuskan-berpuasa-untuk-pertama-kalinya

Oleh Wendy W., Singapura
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Why I’m Fasting For The First Time

“Apakah kamu mencintai Tuhan lebih daripada kamu mencintai gula?” Suara lirih itu berbisik di kepalaku.

Aku gemetar, tertampar oleh fakta yang aku enggan akui.

Setiap kita memiliki cara masing-masing untuk mengatasi stres dan tekanan hidup. Untuk beberapa orang, cara itu mungkin berupa minum sekaleng bir atau berolahraga yang memeras keringat setelah menjalani sebuah hari yang panjang. Bagi beberapa yang lain, cara itu mungkin berupa menonton beberapa episode film drama berurutan atau menghabiskan waktu dengan menjelajah internet. Untukku, yang selalu dapat mengatasi stres yang aku alami adalah gula.

Aku mulai menyukai makanan-makanan yang manis ketika tahun pertama kuliahku yang penuh dengan tekanan. Makanan-makanan manis itu menjadi semacam terapi bagiku. Aku mulai menyukai segala hal yang mengandung gula, mulai dari biskuit isi selai sampai es krim coklat. Setelah seharian berkuliah, yang aku inginkan hanyalah memanjakan diriku dengan kue-kue yang manis. Itu menjadi caraku untuk melupakan tekanan hidup yang kualami sehari-hari, mengurangi stres—dan juga menjadi alasan untuk menunda mengerjakan tugas-tugas. Itu juga membuatku lupa berdoa dan membaca Alkitab.

Tanpa kusadari, makanan-makanan manis itu telah menjadi berhalaku. Berhala yang selalu aku cari di masa-masa aku membutuhkannya; berhala yang memberikanku kenyamanan sementara; berhala yang telah menggantikan posisi Tuhan yang sebenarnya. Saat itulah, ketika aku menyadari bahwa aku tidak dapat menjawab pertanyaan sederhana tentang apakah aku mencintai Tuhan lebih daripada gula, aku tahu bahwa aku perlu berpuasa.

Aku mulai berpuasa makanan manis saat itu juga selama sebulan. Selama masa itu, aku menghindari makanan-makanan manis, terutama makanan-makanan yang sangat menggoda bagiku seperti es krim dengan waffle (makanan favoritku), kue, biskuit, roti, coklat, dan lain-lain.

Hari demi hari, aku belajar apa artinya berpegang pada Kristus, dan hanya karena kekuatan dan anugerah-Nya aku mampu untuk menjalankan komitmenku untuk berpuasa (Filipi 2:12-13). Aku menghindari pojokan dessert di restoran, aku menolak dengan halus akan tawaran camilan manis, dan juga menolak kue yang akan disediakan bagiku.

1. Berpuasa mengingatkanku bahwa aku perlu bertobat

Berpuasa berarti berpantang makan untuk sebuah periode waktu tertentu. Dalam zaman Alkitab ditulis, pertobatan seringkali dikaitkan dengan berpuasa. Alkitab mencatat berbagai tipe berpuasa, dan beberapa orang di Perjanjian Lama dan Baru yang berpuasa, seperti Musa, Daud, Paulus, dan Yesus (tapi bukan karena Dia perlu bertobat).

Aku memutuskan untuk berpuasa karena aku perlu bertobat dari cara hidupku yang menyembah berhala (atau tuhan yang lain): makanan-makanan manisku (Filipi 3:19). Berpuasa adalah caraku menunjukkan pertobatan yang terjadi di dalam diriku. Itu adalah caraku merendahkan diri dan berfokus kepada Tuhan. Itu bukan hanya mengakui pada Tuhan bahwa aku telah berdosa—seperti yang sudah sering kulakukan sebelumnya—tapi juga melakukan sebuah tindakan melalui berpantang selama sebuah periode waktu tertentu.

2. Berpuasa adalah cara menyangkal diriku dari keinginan duniawi yang menggantikan Tuhan dalam hidupku

Awalnya, aku mulai berpuasa untuk menunjukkan pada Tuhan dan diriku bahwa aku benar-benar ingin mencari Dia lebih daripada makanan-makanan manis. Namun sekarang, masa-masa aku berpuasa telah menjadi sebuah waktu bagiku belajar apa arti dari berserah sepenuhnya kepada Tuhan dalam setiap kebutuhanku. Aku tidak lagi menghampiri makanan-makanan manis yang biasanya memuaskanku.

Jangan salah, makan itu bukanlah dosa, tapi akan berubah cerita jika makanan itu menjadi candu dan berhala kita. Meskipun Tuhan memberikan makanan untuk kita nikmati dan memenuhi nutrisi, makanan juga dapat mengambil posisi-Nya ketika kita menginginkan itu lebih dari Sang Pemberi itu sendiri.

Dalam tiga minggu terakhir ini, aku menyadari bahwa berpuasa dari makanan-makanan manis telah menolongku untuk mendekat kepada Kristus.

3. Berpuasa adalah sebuah cara untuk “mengecap dan melihat betapa baiknya Tuhan itu” (Mazmur 34:8)

Seorang teolog Amerika bernama John Piper pernah mengatakan bahwa berpuasa bukanlah pengganti iman kita kepada Yesus, tetapi sarana untuk menyatakan iman kita kepada Yesus. Berpuasa adalah sebuah cara menyatakan dengan tubuh kita betapa kita memerlukan, menginginkan, dan mempercayai Yesus. Itu adalah cara kita menolak diperbudak oleh makanan sebagai sumber kepuasan kita. Kita berpuasa dari waktu ke waktu untuk menunjukkan bahwa Yesus lebih baik daripada makanan.

Bagiku, berpuasa adalah sebuah cara untuk menumbuhkan kerinduan akan firman Tuhan. Itu adalah cara untuk menggantikan nutrisi jasmaniku yang berlebihan dengan nutrisi rohani. Dengan berpuasa, aku berseru kepada Tuhan, “Aku menginginkan-Mu, Tuhan—lebih dari segala makanan manis di hadapanku, lebih dari kepuasan sementara yang kurasakan, lebih dari terpenuhinya keinginan emosionalku.”

Periksalah motivasimu

Jika kamu bergumul akan sebuah dosa yang kamu lakukan berulang-ulang, aku mendorongmu untuk berdoa dan mempertimbangkan untuk berpuasa. Pada saat yang sama, berhati-hatilah akan motivasimu berpuasa. Alkitab mengatakan kepada kita bahwa hati kita lebih licik daripada segala sesuatu (Yeremia 17:9), jadi jika kita tidak memeriksanya dengan hati-hati, berpuasa sebagai sebuah disiplin rohani bisa berubah menjadi sebuah usaha kedagingan yang kita banggakan.

Berpuasa bukanlah bertujuan untuk memamerkan kekuatanmu, atau untuk membenarkan dosa-dosa di masa depan. Itu juga bukan untuk menghukummu—aku sendiri juga terus mengingatkan diriku akan itu. Berpuasa dengan hati yang murni dan tulus adalah sebuah ekspresi yang tulus dari pertobatan kita, dan melaluinya Tuhan dihormati dan dimuliakan.

Baca Juga:

Aku Tidak Puas dengan Gerejaku, Haruskah Aku Bertahan?

Ada begitu banyak perubahaan di gerejaku yang tidak pernah diduga sebelumnya, jumlah jemaat kami semakin berkurang. Tak ada lagi jemaat lain yang seusiaku saat ini, dan aku tidak lagi merasa nyaman berjemaat di gereja itu. Namun, Tuhan menolongku untuk terus belajar memahami gereja sebagai kesatuan tubuh Kristus.

Bagikan Konten Ini
11 replies
  1. richardapgultom
    richardapgultom says:

    puasa setiap hari senin tidak makan dan tidak minum sudah beberapa waktu yg lalu saya lakukan, namun pelaksanaannya gak semudah apa yg kita pikirkan. semoga di tahun 2017 ini bisa terus dilakukan. Yesus, ini anakMu pakai aku menjadi seseorang yg lebih baik lagi.

  2. Dewi Luvita Sitanggang
    Dewi Luvita Sitanggang says:

    saya dlu SMA rajin puasa di setiap hari senin saya merasakan bahwa memang berpuasa membuat diri lebih terkendali dlm segala hal semenjak kuliah sulit banget rasanya puasa padahal dlu sekolah negri yg orng kristennya dikit dan kuliah justru kampus kristen tapi malah lebih sulit. 2017 ini saya punya komit mau belajar berpuasa lagi, semoga saya dan teman-teman semua di beri kekuatan oleh Tuhan supaya kita bisa semakin dibaharui setiap waktu didalam Tuhan. trimakasih untuk renungannya. Tuhan memberkati.

  3. Totonta Brahmana
    Totonta Brahmana says:

    perubahan itu penting untuk kemajuan kt.spy perjalanan ibadah jgn monoton dan membosankan.tp kt jgn berpindah kpd yg lain.teruslah mengadakan peningkatan doa dan pelayanan mk kesungguhan akan berbuah manis.ok

  4. Lestari Sitohang
    Lestari Sitohang says:

    Selama ini mengeluh melulu, tapi melalui artikel ini merasa tertampar keras.

    Renungan ini begitu bagus, sangat menyentuh hati dan sungguh sangat berterimakasih untuk artikelnya. Untuk Admin tetap semangat, semoga makin diberkati lagi dan menjadi berkat untuk sesama, Amin….

  5. Brenttanoe
    Brenttanoe says:

    Artikel rohani yang paling bagus
    dan sangat menarik untuk di baca
    perihal tentang ‘Puasa kristen. —-

    Terima kasih ..
    Atas kisah dalam
    tulisan ini —

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *