Ketika Aku Iri dengan Teman Baikku

ketika-aku-iri-dengan-teman-baikku

Oleh Natalie Hanna Tan, Singapura
Artikel asli dalam bahasa Inggris: I Was Jealous of My Best Friend

Aku mau mengakui sesuatu: Aku pernah iri dengan teman baikku.

Aku tidak bermaksud untuk iri dengannya, dan aku pun bingung bagaimana itu dapat terjadi. Kami tumbuh besar bersama dan berbagi banyak hal sejak kami masih kecil: sukacita dan tangisan, berbagai rahasia dan mimpi-mimpi kami. Kami memiliki banyak kesamaan—minat, kepribadian, dan apa yang kita sukai banyak yang sama. Bahkan ada orang-orang yang menyangka kami adalah saudara kandung.

Namun keadaan berubah di tahun 2013 ketika aku mulai merasakan ketegangan di dalam pertemanan kami. Itu dimulai dari sebuah pemikiran kecil: “Mengapa dia menjadi bagian dari kepanitiaan (acara gereja) dan aku tidak?” Pemikiran ini berkembang menjadi semakin besar seiring bulan berganti.

Ketika aku mencoba untuk menyingkirkan pemikiran itu, dengan harapan itu secara ajaib menghilang, Iblis, dengan caranya yang halus, mulai mempengaruhi pikiran dan emosiku. Seiring dengan teman baikku menjadi semakin terkenal di gereja, Iblis membuatku merasa inferior, membuatku menjadi iri hati dan kepahitan dengan teman baikku. Dia cantik, disukai banyak orang, berbakat . . . dan sempurna; aku selalu ingin menjadi seperti dia, dan dia mempunyai segala hal yang aku inginkan.

Aku menjadi frustrasi dengan Tuhan, dan berkali-kali bertanya kepada-Nya mengapa Dia sepertinya baik dengan teman baikku, tapi tidak denganku. Mengapa dia mendapat begitu banyak kesempatan untuk melayani? Mengapa aku tidak berhasil dalam pelayananku sedangkan dia menerima begitu banyak berkat? Mengapa semua orang sepertinya menyukai dia lebih daripadaku? Aku terus mencoba membuktikan diriku pada orang lain, bersusah payah “menjadi lebih baik” dan mencoba menjadi lebih baik daripada dia. Sebelum aku menyadarinya, aku telah terjebak dalam iri hati dan ambisiku yang egois; aku telah terjebak dalam keinginan dagingku.

Sebenarnya, aku telah kehilangan arti dari sukses yang sejati. Untuk menjadi sukses di gereja, aku pikir, adalah tentang seberapa aktifnya diriku. Aku pikir aku perlu melayani di banyak kelompok, merencanakan banyak acara untuk jemaat pemuda, para mentor anak-anak, berbicara dengan lancar di pertemuan pemuda, dan menyentuh banyak jiwa. Tapi Tuhan menunjukkan kepadaku bahwa bukan apa yang kelihatan yang berarti. Dia menunjukkanku apa artinya menjadi seorang pengikut Kristus yang sukses.

Dalam Galatia 5:19-21, rasul Paulus menyebutkan perbuatan daging yang akan membuat kita tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Intinya, jika kita terus-menerus berkubang di dalam perlakuan-perlakuan tersebut, itu menunjukkan bahwa kita belum tunduk kepada penebusan Kristus dan pembaharuan Roh Kudus.

Lawan dari hidup oleh keinginan daging adalah hidup oleh Roh (Galatia 5:22-26). Ini ditunjukkan ketika hidup kita menunjukkan buah Roh dan bukan dosa, termasuk saling iri hati satu sama lain. Seiring Tuhan bekerja di dalam hidup kita dan membaharui kita, kita bertumbuh di dalam kerinduan kita untuk menyenangkan Dia dan mencerminkan hati-Nya dan karakter-Nya melalui hidup kita.

Dengan mengizinkan diriku untuk dikuasai oleh perasaan iri hati, secara tidak sadar aku sedang memberikan diriku kepada dunia; aku tidak mengizinkan Tuhan untuk bekerja di dalamku dan melalui aku. Aku tidak hidup menurut Roh.

Selama masa ini, teman baikku merasakan ketegangan di dalam pertemanan kami juga. Kami berhenti bertemu karena kami sama-sama tahu bahwa ada sesuatu yang salah—tapi kami tidak tahu bagaimana memperbaikinya. Aku menceritakan kepada mentorku di gereja tentang rasa frustrasi yang aku alami. Kalau bukan karena mentorku yang mengajak kami untuk bersama-sama membicarakan masalah ini, kami mungkin telah melepaskan pertemanan kami seluruhnya.

Membutuhkan banyak doa dan percakapan dari hati ke hati sebelum akhirnya kami mendapatkan terobosan. Itu bukanlah percakapan “mari-duduk-dan-ngobrol-tentang-hidup” yang biasanya terjadi. Melainkan, kami harus dengan jujur memberitahu satu sama lain tentang apa yang kami tidak senangi dan berbagai rasa sakit yang kami rasakan.

Bagiku, aku harus menjaga ekspektasiku akan pertemanan ini dan ekspektasiku akan teman baikku. Aku perlu mengerti bahwa seberapa banyak pun kesamaan yang sepertinya kami miliki, Tuhan mempunyai rencana yang berbeda bagi kami. Kekuatan kami berbeda dan aku tidak seharusnya membandingkan diriku dengan dirinya. Melainkan, aku harus mendukungnya—tidak hanya dalam pelayanannya, tapi dalam semua hal di mana dia terlibat di dalamnya.

Sejujurnya, itu sama sekali tidak mudah. Tapi melalui waktu ini, aku belajar untuk menahan setiap pemikiran negatif dan menyerahkannya kepada Tuhan. Butuh begitu banyak malam yang menyakitkan dan malam-malam di mana aku tidak bisa tidur untuk akhirnya aku dapat melepaskan semua emosi dan membangun kembali pertemanan kami dari awal.

Tapi aku sekarang dapat berkata bahwa semuanya itu tidaklah sia-sia. Sudah 3 tahun berlalu sejak hal itu terjadi, dan dengan anugerah Tuhan, aku sangat senang untuk mengatakan bahwa kini pertemanan kami telah menjadi lebih dewasa, dan kami sama-sama bertumbuh dan mengarungi hidup lebih kuat daripada sebelumnya.

Bagikan Konten Ini
8 replies
  1. ina
    ina says:

    keren sekali kak, tetapi bagaimana caranya untuk melepaskan hal itu semua? praktiknya bagaimana? karena bukanlah hal yang mudah dalam hidup untuk melepaskan yang namanya ambisi dan keinginan, bukankah itu semua merupakan hak mendasar kita sebagai manusia ?

    karena harapan dan cita-cita kan berjalan beriring satu sama lainnya,

  2. indahsitompul
    indahsitompul says:

    Iri hati timbul krn kurangnya rasa syukur pd Tuhan. Melihat berkat yg Tuhan berikan kpd dia dan mereka. Bukan melihat kepada berkat Tuhan yg melimpah kepada’ku’.
    Ajar kami boleh terus miliki hati dgn penuh syukur dan menikmati smua nya. Amin

  3. andreassabda
    andreassabda says:

    Banyak belajar rendah hati di banyak waktu dan kesempatan,
    Sebagai manusia, kita sering dikalahkan oleh banyak keinginan, kedudukan, harta, dan keduniawian lainnya.
    Tetapi nyatanya, Tuhan sedari dulu kala telah mengasihi kita dan memenangkan kita.
    Karena itu biarlah kehendak Tuhan yg jadi dalam hidup kita, sebab keinginan2 kita belum tentu benar di hadapan Tuhan.
    Dan rendah hati merupakan langkah untuk memulai itu.

  4. Yenni
    Yenni says:

    aku pernah alami itu baru2 ini, iri hati sama org yg aku lihat lebih oke dan lbh beruntung dlm bnyk hal daripada aku, tapi aku percaya Tuhan pny kuasa n rencana atas setiap pribadi manusia dibumi ini,apapun itu, rancanganNya bukan rancangan kecelakaan, melainkan rancangan damai sejahtera yg dpt memberikan hari depan yg penuh harapan n bahagia, Amin.

  5. Nelly
    Nelly says:

    Kejadian ini sering dialami oleh hampir semua orang baik anak tuhan maupun tidak,, termasuk juga saya,, dan sampai saat ini saya masih belajar untuk menerima dan bersyukur dengan apa yg ku terima dari Tuhan dan berusaha tidak membandingkan dengan temanku sendiri. Bantulah kami ini Yesus,, untuk tidak terjebak oleh keinginan daging kami ini. Amin

  6. winda
    winda says:

    terima kasih utk sharingnya kak Natalie dan warungsatekamu.org 🙂
    ini hal yg wajar dirasakan oleh anak2 Tuhan karena kt masih punya emosi, tp hal yg menakjubkan karena bs diselesaikan. it inspired me guys 🙂

  7. Lasma
    Lasma says:

    Punya mimpi dan ambisi itu baik. Tapi jadikan dasarnya iman dan pengharapan di dalam Tuhan bukan hasil perbandingan hidup dengan orang lain.
    Jadikan orang lain inspirasi bukan saingan.

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *