Persahabatan yang Tidak Terduga

Penulis: Christine E
Artikel asli dalam Bahasa Inggris: An Unlikely Friendship

An-Unlikely-Friendship

Pada awal tahun, aku membuat sebuah resolusi untuk menjalin persahabatan baru di gereja. Kaum muda di gerejaku tidak banyak, jadi dengan mudah aku segera menentukan pilihan. Gadis yang ingin kujadikan sahabat baruku itu seumuran denganku, masih kuliah, dan bekerja paruh waktu. Menurut pengamatanku, kami punya banyak kesamaan yang bisa membuat kami menjadi teman baik. Namun entah bagaimana, yang kubayangkan tidak terjadi. Kami berdua tidak pernah bisa “nyambung”. Hingga hari ini, kami tetap bertegur sapa setiap hari Minggu pagi, tetapi tidak lebih dari itu.

Aku cukup sedih. Resolusi awal tahun yang aku buat itu adalah bagian dari upayaku untuk mengalami gereja sebagai keluarga. Sejak kecil, aku menerima segala hal yang kubutuhkan untuk pertumbuhan rohani (dan jasmani) dari keluargaku dan para sahabat keluargaku. Meskipun kami pergi ke gereja setiap hari Minggu, aku tidak merasa terlalu membutuhkan gereja. Semua yang kuperlukan sudah terpenuhi, begitulah pikiranku saat itu.

Suatu hari seorang teman bertanya, mengapa aku tidak begitu peduli dengan gereja sebagai tubuh Kristus. Pertanyaan itu mendorongku untuk memikirkan cara untuk bisa lebih melibatkan diri dalam gereja, dan kemudian memilih seorang “calon sahabat” untuk diperhatikan. Sayangnya, tanpa kusadari, yang aku cari saat itu hanyalah seseorang yang mirip denganku. Gereja sebenarnya adalah sebuah tempat yang sangat kaya, penuh dengan orang dari beragam latar belakang, fase kehidupan, dan pergumulan yang berbeda-beda, namun semua dipersatukan sebagai orang-orang yang ditebus oleh Kristus (Galatia 3:26-29). Dalam anugerah-Nya, Allah menolongku untuk melihat keragaman yang indah itu.

Pada bulan Februari, aku mulai mengikuti sebuah kelas pendalaman Alkitab yang diadakan setiap hari Selasa pagi bagi para wanita. Kebanyakan peserta sudah memasuki usia pensiun, sedangkan aku adalah seorang lulusan akademi yang belum punya pekerjaan. Kami tidak punya banyak kemiripan, dan jujur saja, aku tidak berharap bisa mendapatkan manfaat dari kelas ini. Namun, seiring berjalannya waktu, aku mulai mengenal mereka sedikit lebih baik.

Salah seorang wanita di kelas itu kemudian menjadi teman dekatku. Ia baru saja menyerahkan hidupnya kembali kepada Kristus, namun terus dihujani berbagai macam pencobaan. Kesehatannya menurun, kesehatan anggota keluarganya juga tidak stabil, ada badai dalam hubungan-hubungannya dengan orang lain—setiap minggu ia selalu punya pokok doa yang baru. Setiap pokok doanya menurutku sangat serius, namun sepertinya sangat sedikit yang dijawab Tuhan. Meski demikian, minggu demi minggu ia tetap datang, dan minggu demi minggu ia memuji Tuhan, bersyukur atas segala perbuatan Tuhan dalam hidupnya. Keyakinannya bahwa Allah itu baik terpancar jauh lebih kuat dibanding dengan semua orang yang pernah aku kenal.

Kami berdua kemudian menjadi sahabat. Aku masih tidak bisa menjelaskan bagaimana persahabatan kami bermula. Kami sangat berbeda dari segi usia, kepribadian, pengalaman, dan cara pandang tentang kehidupan. Akan tetapi, aku selalu berharap bisa menjumpainya setiap hari Minggu, untuk mendengar kebaikan Allah yang ia alami dalam hidupnya serta menjadi rekan berbagi beban hidup, sebaik yang aku bisa!

Ia pun selalu berusaha agar dapat menyapa dan memelukku. Pernah ia mengatakan bahwa senyumku adalah senyum terindah yang pernah ia lihat, dan setiap kali ia melihatnya, senyumku itu mencerahkan hatinya.

Gereja adalah keluarga kita di dalam Kristus. Kita tidak bisa menentukan siapa saja yang akan muncul di gereja di hari Minggu. Hidup tidak akan begitu indah jika kita sudah bisa menebak apa yang akan terjadi. Ketika aku berdoa di awal tahun, memohon Tuhan menolongku membangun persahabatan di gereja, dalam hati aku sudah menetapkan sahabat seperti apa yang aku inginkan. Namun, oleh kemurahan-Nya, Tuhan memberiku sebuah persahabatan yang jauh lebih kaya daripada yang pernah aku bayangkan.

Mungkin kamu sedang ada pada posisi yang sama dengan penulis. Adakah persahabatan yang tidak pernah kamu duga Tuhan izinkan terjadi dalam hidupmu?

Bagikan Konten Ini
7 replies
  1. samuel
    samuel says:

    Sungguh menyentuh. Apa yang saya alami saat ini, persis sama seperti yang penulis alami.
    Saat inu saya sedang duduk di bangku kuliah. Dari kecil saya merasa bahwa tidak ada yg namanya persahabatan. Saya merasa bahwa semua pertemanan itu sama saja. Berteman ketika ada kelebihan, kemudian menghilang ketika ada masalah.
    Ketika memasuki dunia perkuliahan, saya menemukan orang-orang yang menurut saya patut untuk dijadikan sahabat. Sebenarnya saya adalah orang perantauan di tempat kuliah saya. Asal saya dari medan kemudian kuliah di Tondano, Sulawesi Utara.
    Ketika pertama kali tiba ti tondano, saya merasa seperti orang asing, namun lama-kelamaan saya merasa diterima, hingga akhirnya saya berteman dengan orang-orang dari daerah ini.
    Jujur, sewaktu di medan saya tidak pernah tertarik dengan organisasi yang bebau kerohanian, tapi semenjak saya bertemu dengan mereka ( teman se-pelayanan ), saya merasakan makna dari satu tubuh. Ketika salah satu sakit, maka semua ikut merasakan sakitnya, ketika salah satu bahagia, maka semua tertawa.
    Itulah dari saya. Terima kasih untuk artikelnya God Bless You. 😀

  2. Agust EK
    Agust EK says:

    Mgkn bgtu mudahny dan trlalu sering kt menyelipkan kata2 “Tuhan jadilah yg trbaik menurut kehendakmu”
    Tetapi ketika kt mgalami hal yg tdk sesuai dgn knyamanan kt, ato mgkn sgt menyakiti kt
    Kt akn mgeluh dan brusaha menyalahkn Tuhan
    Kuncinya:
    Jika Yesus mampu mnyelesaikn peranNya smpai akhir dlm “passion of the Christ”
    Bgtu jg kt hrus mneladaniNya, mampu brtahan untk dpt mnyelesaikn smpai garis finis “passion of me”
    GBU

  3. Elisa
    Elisa says:

    Menemukan sahabat memang perlu melalui proses. Sahabat yg baik adalah sahabat yg setia mendoakan kita. Terkadang kita tidak tahu siapa sahabat itu. Dan Tuhan yg akhirnya menyatakan bahwa dia adalah sahabat kita. Ada campur tangan Tuhan didalam momen penemuan sahabat

  4. Widi K
    Widi K says:

    Mungkin pengalaman saya sedikit berbeda. Saat saya bertemu dgn sahabat saya, tidak pernah terlintas dipikiran utk menjalin persahabatan. Perbedaan sifat dan watak kami yg jauh berbeda menurut saya tdk akan pernah bs menjadi sahabat. Padahal wkt itu saya jg punya teman yg saya anggap kami akan bersahabat lama tetapi entah berbagai macam hal yg membuat kami tdk pernah akrab lg walaupun tdk ad konflik d antara kami. Tapi org yg saya pikir tdk akan bs menjadi sahabat bagi saya malah menjadi sahabat yg membuat saya dpt terbuka dlm setiap masalah saya dan mendukung dlm rohani saya. Saya bersyukur ketika Tuhan pilihkan orang yg tepat menjadi sahabat saya. Terus terang saya org yg introvert, tapi krn saya diarahkan pada komunitas rohani yg membuat saya mengerti betapa membangun hubungan dgn saudara saudari seiman begitu penting dan menjadi terang bagi org2 terdekat kita.

  5. Shandi Sandora
    Shandi Sandora says:

    Persahabatan kami berujung rumit

    Awalnya baik-baik saja, tapi semua berakhir dengan rumit.
    Mohon gan bantu doanya

  6. yulianti elfrida nababan
    yulianti elfrida nababan says:

    Terimakasih untuk sharing nya, sangat menyentuh sekali,
    Aku juga sedang berharap, Tuhan bisa dekatkkan ku dengan sesorang yg ingin ku kenali lebih dalam, meski doa ku belom di jawab Tuhan, tapi aku yakin semua pasti ada waktu nya.

  7. lena
    lena says:

    sungguh menyentuhku.karena aku pun merasakan keinginan punya sahabat seperti kisah ini.krn sekarang byk teman yg tdk bsa menjadi sahabat.Tuhan ajarkan aku untuk dapat menjadi sahabat terbaik…..

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *