Bergelung Bagai Kepompong!

Jumat, 12 Desember 2014

Bergelung Bagai Kepompong!

Baca: Mazmur 91:9-16

91:9 Sebab TUHAN ialah tempat perlindunganmu, Yang Mahatinggi telah kaubuat tempat perteduhanmu,

91:10 malapetaka tidak akan menimpa kamu, dan tulah tidak akan mendekat kepada kemahmu;

91:11 sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu.

91:12 Mereka akan menatang engkau di atas tangannya, supaya kakimu jangan terantuk kepada batu.

91:13 Singa dan ular tedung akan kaulangkahi, engkau akan menginjak anak singa dan ular naga.

91:14 "Sungguh, hatinya melekat kepada-Ku, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya, sebab ia mengenal nama-Ku.

91:15 Bila ia berseru kepada-Ku, Aku akan menjawab, Aku akan menyertai dia dalam kesesakan, Aku akan meluputkannya dan memuliakannya.

91:16 Dengan panjang umur akan Kukenyangkan dia, dan akan Kuperlihatkan kepadanya keselamatan dari pada-Ku."

Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya TUHAN, yang membiarkan aku diam dengan aman. —Mazmur 4:9

Bergelung Bagai Kepompong!

Saat saya masih kecil, keluarga kami tinggal di sebuah rumah yang dibangun oleh ayah saya di bagian barat dari kota Duncanville, Texas, Amerika Serikat. Rumah kami mempunyai sebuah dapur sekaligus ruang makan kecil, dua kamar tidur, dan satu ruangan luas dengan perapian batu yang besar tempat kami biasa membakar batang-batang kayu pohon aras sepanjang 60 cm. Perapian itu menjadi pusat kehangatan dalam rumah kami.

Ada lima orang anggota keluarga kami: ayah dan ibu saya, saudari saya, sepupu saya, dan saya. Karena hanya ada dua kamar tidur, saya selalu tidur di beranda dengan kelambu dari kain kanvas yang menjuntai hingga ke lantai. Di musim panas, itu sangat menyenangkan, tetapi di musim dingin sangatlah dingin.

Saya ingat saya sering berlari kencang dari hangatnya ruang keluarga kami menuju beranda itu, berjingkat-jingkat tanpa alas kaki di atas dinginnya lantai kayu yang membeku, lalu melompat ke atas tempat tidur dan menyusup dalam gundukan selimut. Ketika hujan es atau salju menghantam rumah kami dan angin bergemuruh kencang melalui kisi-kisi atap rumah, saya suka meringkuk untuk bersembunyi dalam selimut. “Aman bergelung bagai kepompong” begitu ibu saya biasa menyebutnya. Rasanya tidak ada yang lebih hangat dan aman seperti tempat itu.

Kini saya mengenal pemberi rasa aman yang terbesar, yakni Allah sendiri. Saya bisa “dengan tenteram . . . membaringkan diri, lalu segera tidur” (Mzm. 4:9), karena tahu Allah adalah perlindungan saya dari badai hidup yang menerjang. Dilingkupi kehangatan kasih-Nya, saya merasa nyaman dan “aman bergelung bagai kepompong”. —DHR

Sandar, sandar,
‘Ku aman tiada bahaya,
Sandar, sandar,
Sandar pada lengan yang kekal. —Hoffman
(Kidung Puji-Pujian Kristen, No. 221)

Tiada yang lebih merasa aman daripada mereka yang berada dalam tangan Tuhan.

Bagikan Konten Ini
1 reply
  1. risna
    risna says:

    rasa aman itu timbul ketika kita mau bersandar dan percaya penuh, bahwa apapun yg terjadi biarkan terjadi karena Allah mengizinkan itu terjadi tetaplah bersandar dan percaya bahwa kita aman dlam pelukanNya

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *