Kemurahan Hati

Oleh: Joshua J.Sengge

kemurahan-hati

Suatu kali di kantor, seorang pemuda mengeluh kepada saya, ”Mengapa ya, orang non-Kristen itu lebih baik daripada orang-orang Kristen?” Keluhannya dilandasi alasan spesifik yang tidak akan saya ceritakan di sini. Namun, jujur saja saya cukup kaget mendengar kesimpulannya tentang orang-orang Kristen. Jangan-jangan ini mewakili apa yang dirasakan banyak orang tentang para pengikut Kristus pada zaman ini. Eksklusif. Egois. Tidak peduli dengan sesama.

Orang-orang yang hidup di abad pertama memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang para pengikut Kristus. Catatan Kisah Para Rasul 2:41-47 memberitahu kita bahwa para murid Kristus ini “disukai semua orang” (ayat 47). Bahkan, tiap-tiap hari ada saja orang yang memutuskan untuk ikut bergabung dengan mereka, yang berarti juga ikut mempraktikkan cara hidup mereka. Seperti apakah cara hidup jemaat mula-mula yang begitu menarik hati orang-orang di sekitar jemaat?

Mereka bukan hanya orang-orang yang rajin belajar Firman Tuhan dari para rasul (ayat 42). Mereka juga adalah orang-orang yang menunjukkan perhatian dan kasih satu sama lain. Mereka selalu berkumpul untuk berdoa, memuji Tuhan, juga mengadakan perjamuan makan di rumah jemaat secara bergilir (ayat 42, 46). Mereka peka terhadap orang-orang yang berkekurangan, bahkan tak segan menjual harta milik mereka untuk dibagikan kepada mereka yang membutuhkan (ayat 44-45). Bisa dikatakan jemaat mula-mula ini adalah komunitas yang dikenal bukan hanya sebagai kelompok religius, tetapi juga kelompok yang sangat murah hati. Kualitas kerohanian mereka bisa dirasakan oleh semua orang di sekitar mereka, menarik orang untuk ingin mengenal juga Tuhan yang membentuk karakter mereka demikian indah (ayat 47).

Hari ini, saya yakin banyak orang Kristen yang tak kalah rajin bersekutu, berdoa, dan belajar Firman Tuhan. Namun, berapa banyak yang masih menunjukkan kemurahan hati? Mungkin pemuda di kantor saya itu benar. Kita yang mengaku pengikut Kristus hanya pandai berbicara mengenai Allah, tetapi tidak menunjukkan tindakan yang sesuai dengan apa yang kita bicarakan. Mengaku mengasihi Allah, namun tidak mengasihi sesama yang ditempatkan Allah di sekitar kita. Pengetahuan kita tentang kehendak Allah hanya berhenti di kepala, tidak mewarnai keseluruhan cara hidup kita. Padahal, bukankah seharusnya pengenalan yang makin dalam akan Allah akan terlihat melalui cara kita memperlakukan sesama?

Mari memeriksa diri dengan jujur. Sudahkah selama ini kita sungguh bertekun belajar Firman Tuhan? Jika sudah, seberapa banyak cara hidup kita mencerminkan apa yang kita pelajari itu? Bagaimana selama ini kita menunjukkan kemurahan hati kepada orang-orang di sekitar kita?

Bagikan Konten Ini
4 replies
  1. tetty
    tetty says:

    Harta yg ada pada kita hanya titipan smntara marilah kita saling berbagi
    Sesama terutama keluarga dekat dulu,semakin kita berbagi tak akan pernah kekurangan malah semakin Tuhan tambahkan harta yg lebih besar

  2. Josua J. Sengge
    Josua J. Sengge says:

    yup! benar sekali Tetty. Percuma seorang mengaku begitu rohani, berbicara dengan hebat masalah rohani, namun tidak memikirkan tentang sesamanya di luar. tetap mempunyai hati yang rohani dan hidup yang memberi (jemaat mula-mula)

  3. Fhee Chan
    Fhee Chan says:

    kebanyakan orang memisahkan melayani Tuhan dengan melayani terhadap sesama, padahal mustahil melayani Tuhan tanpa melayani sesama :)klo diamati, pola kebanyakan org Kristen tuh, melayani Tuhan hanya di hari minggu, klo hari biasa ya melayani diri sendiri?!

  4. Josua J. Sengge
    Josua J. Sengge says:

    yah.. itu yang ironis. orang Kristen hidup dalam dua dunia, di gereja beda dunia, di luar gereja beda dunia, di hari minggu untuk Tuhan, senin-sabtu untuk dunia, bisa disingkat dengan kata “munafik”. nah, saya kira cara hidup jemaat mula-mula ini harus menegur kehidupan orang percaya seperti yang tadi saya bilang diatas yaitu hidup dua dunia. Dosa itu merusak 4 pilar spiritual, thadap Allah, diri sendiri, sesama dan ekologi, tapi banyak orang hanya berhenti di pilar Allah. ada yang”miss” jikalau seperti itu, karena seharusnya rekonsiliasi Allah itu terjadi untuk 4 pilar spiritual itu. makasi cici Fifi atas komentarnya. 🙂

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *