Curahan Jiwa Yang Gundah

Selasa, 23 September 2014

Curahan Jiwa Yang Gundah

Baca: 2 Samuel 1:17-27

1:17 Daud menyanyikan nyanyian ratapan ini karena Saul dan Yonatan, anaknya,

1:18 dan ia memberi perintah untuk mengajarkan nyanyian ini kepada bani Yehuda; itu ada tertulis dalam Kitab Orang Jujur.

1:19 Kepermaianmu, hai Israel, mati terbunuh di bukit-bukitmu! Betapa gugur para pahlawan!

1:20 Janganlah kabarkan itu di Gat, janganlah beritakan itu di lorong-lorong Askelon, supaya jangan bersukacita anak-anak perempuan orang Filistin, supaya jangan beria-ria anak-anak perempuan orang-orang yang tidak bersunat!

1:21 Hai gunung-gunung di Gilboa! jangan ada embun, jangan ada hujan di atas kamu, hai padang-padang pembawa kematian! Sebab di sanalah perisai para pahlawan dilumuri, perisai Saul yang tidak diurapi dengan minyak.

1:22 Tanpa darah orang-orang yang mati terbunuh dan tanpa lemak para pahlawan panah Yonatan tidak pernah berpaling pulang, dan pedang Saul tidak kembali dengan hampa.

1:23 Saul dan Yonatan, orang-orang yang dicintai dan yang ramah, dalam hidup dan matinya tidak terpisah. Mereka lebih cepat dari burung rajawali, mereka lebih kuat dari singa.

1:24 Hai anak-anak perempuan Israel, menangislah karena Saul, yang mendandani kamu dengan pakaian mewah dari kain kirmizi, yang menyematkan perhiasan emas pada pakaianmu.

1:25 Betapa gugur para pahlawan di tengah-tengah pertempuran! Yonatan mati terbunuh di bukit-bukitmu.

1:26 Merasa susah aku karena engkau, saudaraku Yonatan, engkau sangat ramah kepadaku; bagiku cintamu lebih ajaib dari pada cinta perempuan.

1:27 Betapa gugur para pahlawan dan musnah senjata-senjata perang!

Daud menyanyikan nyanyian ratapan ini karena Saul dan Yonatan, anaknya. —2 Samuel 1:17

Curahan Jiwa Yang Gundah

Pada Maret 2011, bencana gelombang tsunami menerjang negeri Jepang, merenggut sedikitnya 16.000 jiwa dan meluluhlantakkan sejumlah kota dan desa yang terdapat di pesisir pantai. Seorang penulis dan penyair bernama Gretel Erlich lalu mengunjungi Jepang untuk merekam dan menyaksikan sendiri kerusakan yang terjadi. Ketika merasa tidak lagi berdaya untuk melaporkan segala kehancuran yang dilihatnya, ia pun menulis puisi tentang bencana itu. Dalam wawancara bagi program NewsHour di stasiun televisi PBS, Gretel mengatakan, “William Stafford, seorang sahabat karib dan penyair yang kini telah tiada, pernah berkata, ‘Puisi adalah curahan jiwa yang gundah.’”

Kita mendapati bahwa puisi digunakan di sepanjang Alkitab untuk mengungkapkan emosi yang mendalam, dari pujian penuh sukacita hingga rasa kehilangan yang teramat pedih. Ketika Raja Saul dan putranya, Yonatan, terbunuh di medan perang, Daud dilingkupi rasa dukacita yang sangat mendalam (2Sam. 1:1-12). Ia menuangkan isi hatinya dalam sebuah puisi yang disebutnya “Nyanyian Busur”: “Saul dan Yonatan, orang-orang yang dicintai dan yang ramah, dalam hidup dan matinya tidak terpisah. . . . Betapa gugur para pahlawan di tengah-tengah pertempuran! . . . Merasa susah aku karena engkau, saudaraku Yonatan, engkau sangat ramah kepadaku” (ay.23-26).

Ketika kita mengalami “kegundahan jiwa”—entah sedang bahagia atau sedih—doa-doa kita dapat menjadi suatu puisi kepada Tuhan. Pada saat kita menemui kesulitan dalam mengungkapkan apa yang kita rasakan, Bapa Surgawi kita mendengar setiap kata yang kita ucapkan sebagai ungkapan yang tulus dari hati kita. —DCM

Terkadang, aku tak berdoa dengan kata-kata—
Kubawa hatiku dalam tanganku kepada-Mu
Dan mempersembahkannya di hadapan Tuhan—
Aku lega karena Dia memahami bebanku. —Nicholson

Allah tidak sekadar mendengar kata-kata; Dia membaca isi hati kita.

Bagikan Konten Ini
3 replies
  1. paket tour murah bali
    paket tour murah bali says:

    Sangat menginspirasi, Pada saat tertekan kadang kita tak mampu berkata tapi kalau kita berserah dengan sepenuh hati Tuhan akan mendengar kata hati kita.

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *