Mendengarkan
Kamis, 22 Mei 2014
Baca: Ayub 2:11-13
2:11 Ketika ketiga sahabat Ayub mendengar kabar tentang segala malapetaka yang menimpa dia, maka datanglah mereka dari tempatnya masing-masing, yakni: Elifas, orang Teman, dan Bildad, orang Suah, serta Zofar, orang Naama. Mereka bersepakat untuk mengucapkan belasungkawa kepadanya dan menghibur dia.
2:12 Ketika mereka memandang dari jauh, mereka tidak mengenalnya lagi. Lalu menangislah mereka dengan suara nyaring. Mereka mengoyak jubahnya, dan menaburkan debu di kepala terhadap langit.
2:13 Lalu mereka duduk bersama-sama dia di tanah selama tujuh hari tujuh malam. Seorangpun tidak mengucapkan sepatah kata kepadanya, karena mereka melihat, bahwa sangat berat penderitaannya.
Ah, sekiranya ada yang mendengarkan aku! —Ayub 31:35
Dalam buku Listening to Others (Mendengarkan Sesama), Joyce Huggett menulis tentang pentingnya belajar mendengar dan merespons secara efektif terhadap orang-orang yang mengalami kesulitan. Saat membagikan pengalamannya dalam mendengarkan orang yang menderita, Joyce berkata bahwa mereka sering mengucapkan terima kasih atas yang telah dilakukan Joyce. “Padahal kebanyakan waktu,” tulis Joyce, “saya tak ‘melakukan’ apa pun. Saya ‘hanya mendengarkan’. Saya menyimpulkan bahwa ‘mendengarkan’ sungguh menjadi cara yang efektif untuk menolong orang lain.”
Pertolongan inilah yang Ayub butuhkan dari para sahabatnya. Memang mereka duduk bersama Ayub selama 7 hari dalam keheningan, “karena mereka melihat, bahwa sangat berat penderitaannya” (2:13), tetapi mereka justru tidak mendengarkan ketika Ayub mulai berbicara. Sebaliknya, mereka terus berbicara tetapi gagal untuk menghibur Ayub (16:2). Ayub pun berseru, “Ah, sekiranya ada yang mendengarkan aku!” (31:35).
Mendengarkan berarti, “Apa yang penting bagimu juga penting bagiku”. Terkadang orang memang membutuhkan saran atau nasihat. Namun sering kali yang mereka butuhkan hanyalah keinginan untuk didengarkan seseorang yang mengasihi dan mempedulikan mereka.
Mendengarkan itu butuh upaya dan waktu. Butuh waktu yang cukup lama untuk mendengarkan hingga dapat memahami maksud hati lawan bicara kita, sehingga andaikata kita perlu berbicara, kita dapat melakukannya dengan sikap penuh pengertian dan bijaksana.
Ya Tuhan, berilah kami hati yang mau mengasihi dan telinga yang mau mendengar. —HDR
Aku berseru, dan dari bukit-Nya yang kudus
Dia memberi telinga-Nya untuk mendengar,
Aku memanggil Bapaku, dan Allahku,
Dan Dia mengenyahkan ketakutanku. —Watts
Jika saya memikirkan jawaban ketika seseorang sedang berbicara,
itu berarti saya tidak mendengarkannya.
Bersyukur sekali bahwa kita percaya pada Tuhan Yesus yang selalu bersedia mendengarkan doa-doa dan keluh kesah kita.
Terimakasih Tuhan
Shalom. Renungan yang sangat indah menjadi awal dalam menjalani kehidupan disepanjang hari ini. Mampukan saya TUHAN, untuk menjadi pendengar yang setia dari setiap firman-Mu dan bahkan saat saya akan melakukannya dalam kehidupan saya, TUHAN tetap akan memampukan saya. Dan juga, mampukan saya untuk menjadi pendengar yang baik bagi sesama saya, yang menaruh kepercayaan pada saya untuk mendengarkan masalah, pergumulan, beban, dan apapun yang sedang mereka hadapi. Jangan buat saya menjadi pendengar yang munafik, dengan hanya berpura-pura mendengarkan saja. Tetapi dapat memahami dan menyimpulkan, bahkan ikut merasakan apa yang dirasakan oleh sesama saya. Sehingga saat saya harus memberikan tanggapan, saya dapat memberikan tanggapan yang memberkati.
Luar biasa ! Sangat terberkati dengan firman TUHAN dan renungan ini 🙂
God bless all
mendengarkan orang lain berbicara dapat menghibur dan menghilangkan masalah yang berbicara tersebut dalam waktu yang singkat. Gbu us all. Amen
Terimakasih Yesusku untuk Renungan dipagi hari ultah ku ini.Sangat memberkati ku. Sukses trs buat warungsatekamu. Haleluya. Amin 😀
sedikit bicara ,,,banyak mendengar..