Untuk Seorang Sahabat

Oleh: Rio Susanto

yoh-15-13

Hey sobat! Shalom…

Inget nggak ada lagu Sekolah Minggu yang kata-katanya gini:

“Kau temanku, ku temanmu, kita selalu bersama, seperti mentega dengan roti…
Kau temanku, ku temanmu, kita selalu bersama, seperti celana dengan baju…”

Persis seperti lagu di atas nih, hari ini kita mau bahas sedikit tentang yang namanya persahabatan. Sobat sekalian pastinya punya sahabat donk ya, saya rasa meskipun ada orang yang tertutup dan malu, pasti ada orang yang tetep deket dengan dia. Nah, persahabatan itu mungkin buat sobat-sobat sekalian hal yang sangat penting sekali, bahkan PENTING BANGET, sampai-sampai banyak yang pada buat pengertian tentang persahabatan. Kalo menurut om Aristoteles, sahabat itu adalah “dua tubuh dalam satu jiwa”. Keren banget ‘kan pengertiannya! Dalam satu jiwa, dua individu dilebur dalam karakter, kebiasaan, dan sebagainya. Meskipun definisi ini indah, namun kadang sulit ya sob buat dijalani. Kadang kita masih saja konflik dengan sahabat kita, entah karena beda pendapat, beda kesukaan, sampai mungkin yang paling parah karena dia ingkar janji, wihh.. Ributnya bisa besar bangett. Seperti yang pernah saya alami sendiri.

Ceritanya, saya itu punya seorang sahabat yang saya anggap sangat baik. Kita sering banget pergi bareng, nonton bareng, curhat bareng, pokoknya udah klop banget deh. Padahal sebenarnya kita baru mulai sahabatan waktu saya kelas 2 SMA. Kami punya kepribadian yang bedaaa banget. Saya orangnya keras dan gak mau ngalah. Bersyukur ketemu orang seperti sahabat saya yang rajin mengalah dan tidak pernah marah. Memang kadang kita saling selisih paham, tapi tentunya gak sampai memutuskan persahabatan kita.

Suatu kali timbul masalah. Saya sama dia suatu hari sudah janjian kalo kita mau pergi nonton bareng. Kita udah tentuin hari dan jamnya. Di hari H, saya udah seneng donk karena hari yang ditunggu akhirnya tiba. Eh, tiba-tiba di hari H temen komunitasnya ngajakin olahraga. Saya ngerti dia sebenarnya dilematis mau pergi karena sudah janji untuk nonton. Alhasil terjadi perdebatan di antara kami. Saya nggak mau ngalah sementara dia juga berat dengan kecintaannya pada olahraga. Kita adu argumen. Dia bilang sebenarnya dia pingin banget pergi bareng saya karena saya hanya tinggal hitungan bulan lagi bersamanya dan akan berangkat melanjutkan studi, tetapi di satu sisi ini olahraga favoritnya. Singkat cerita, meski kesal, saya tegaskan bahwa saya nggak ingin pergi karena terpaksa. Kalo emang nggak bisa pergi ya udah!

Sebenarnya cukup sakit juga karena janji yang udah ditunggu dibatalkan oleh sesuatu yang menurut saya bisa ditunda. Tapi saya pikir, ya mau bagaimana lagi, next time masih bisa cari waktu. Toh kalo memang dia sahabat saya kenapa saya harus paksa dia? Kalo memang saya menganggap dia sahabat kenapa harus membatasi? Tiba-tiba Amsal 17:17 terlintas di pikiran: ”Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.” Saya diingatkan bahwa saya bukan sahabat yang baik kalau saya tahu sahabat saya sedang kebingungan tapi saya hanya marah-marah dan nggak kasih solusi yang baik. Selama beberapa hari berikutnya saya masih kesal, tapi kekesalan saya berangsur hilang karena terus diingatkan Firman Tuhan bahwa saya harus menjadi sahabat yang baik. Kalo kita emang mengasihi sahabat kita, pasti kita mau bayar harga untuk kelangsungan hubungan persahabatan itu. Enggak cuma dalam hal materi, tapi bisa juga dalam hal emosi dan perasaan, keinginan dan pikiran.

Dari cerita itu saya mulai bertanya-tanya ada gak sih persahabatan yang sempurna di dunia ini. Yohanes 15:13 memberitahu saya bahwa tidak ada kasih yang lebih besar dari kasih seorang yang mengorbankan nyawanya untuk sahabatnya. Wiiih.. boro-boro nyawa, korban waktu aja mungkin udah sulit buat kita, belum lagi korban materi atau korban perasaan. Tapiiii…. ternyata ada loh pribadi yang mengorbankan nyawanya untuk mereka yang disebut-Nya sebagai sahabat. Siapa gerangan pribadi itu? TUHAN YESUS! Ya, YESUS! Dia yang dipaku di atas salib hina, yang mati untuk dosa manusia. Dia memberikan nyawa-Nya untuk dunia yang kotor dan berdosa, untuk makhluk yang disebut manusia. Tidak pernah ada kasih sebesar ini. Tidak ada persahabatan yang lebih sempurna daripada yang ditawarkan Yesus.

Guys, pengalaman persahabatan bisa mengajarkan banyak hal. Misalnya, ada harga yang harus dibayar dalam sebuah persahabatan. “Menaruh kasih setiap waktu dan menjadi saudara dalam kesukaran”, mudah untuk diucapkan, tapi dalam prakteknya bisa jadi kita harus “mengorbankan” waktu, perasaan, keinginan, karena kita peduli dengan kepentingan orang yang kita sebut sebagai sahabat. Lebih sulit lagi jika yang kita sebut sahabat itu sepertinya tidak peduli dengan kepentingan kita.

Tuhan Yesus memberi teladan yang sempurna. Dia menyebut kita sahabat, sekalipun kita sebenarnya nggak pantas jadi sahabat-Nya. Tuhan Yesus begitu mengasihi kita. Dia begitu peduli dengan hidup kita dalam kekekalan, sehingga Dia memberikan nyawa-Nya untuk menyelamatkan kita. Kita yang sudah diselamatkan dipanggil untuk mengikuti teladan-Nya. Belajar mengasihi sahabat kita seperti kasih Yesus. Menerima kekurangan mereka, memikirkan kepentingan mereka, menunjukkan kepedulian kita dalam susah maupun senang.

Pengalaman persahabatan juga bisa membawa kita bisa makin bersyukur dan menghargai anugerah persahabatan yang diberikan Tuhan. Sungguh terhormat bisa disebut sebagai sahabat Tuhan. Itu jelas bukan karena kebaikan kita, tetapi karena kasih Tuhan sendiri. Kalau untuk sahabat di dunia yang kadang mengecewakan dan bisa ingkar janji, kita bisa begitu sayang dan mendahulukan kepentingannya dibanding keinginan kita, bagaimana selama ini kita telah mengasihi Dia yang rela menanggung hukuman atas kesalahan kita, Dia yang tidak pernah ingkar janji? Apakah kita senang melewatkan waktu bersama-Nya? Apakah kita senang mendengarkan Dia berbicara? Seberapa banyak kita memikirkan keinginan-keinginan-Nya? Seberapa besar sesungguhnya kasih kita kepada-Nya?

Tuhan berkati.

Doa
“Tuhan Yesus, terima kasih atas kesempatan berharga untuk disebut sebagai sahabat-Mu. Engkau bahkan telah menunjukkan kasih terbesar bagiku dengan memberikan nyawa-Mu di Golgota. Betapa kecil kasihku dibanding dengan kasih-Mu. Tolonglah aku untuk dapat mengasihi-Mu lebih lagi. Tolong aku untuk dengan sukacita mengikuti perintah-perintah-Mu karena aku tahu bahwa Engkau memberikan semua itu untuk kebaikanku, untuk membentuk aku makin serupa dengan Kristus..

Tuhan, terima kasih untuk sahabat-sahabat yang Tuhan izinkan hadir di hidupku. Pimpinlah mereka untuk dapat mengenal-Mu. Tolonglah aku juga untuk mengasihi mereka sebagaimana Engkau telah mengasihi aku, sehingga mereka dapat merasakan kasih-Mu melalui kehidupanku. Amin”

Bagikan Konten Ini
4 replies
  1. novi
    novi says:

    aku sendiri punya pengalaman yang kurang menyenangkan tentang persahabatan. semua persahabatan yang uda aku jalin berakhir seiring waktu dan kondisi.
    :’)
    hanya percaya Yesus sebagai sahabatku yang setia.

    manusia mungkin mengecewakan, tetapi Tuhan Yesus tidak akan pernah mengecewakanku. 🙂
    Amin

  2. cahya
    cahya says:

    thanks for share 🙂 saya juga memiliki sahabat, bersyukur untuk itu. kami saling mendukung dalam doa, dan saling menegur jika ada hal-hal yang memang kurang pas. Sahabat Sejati adalah anugerah dalam hidup.

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *